Kanal

Usai Survei ‘Melayat Jenazah’, Siapa Terjungkal di Putaran Pertama?


Kita tak bisa yakin bahwa sikap Prabowo yang dianggap warga merendahkan etika itu bukan blunder besar. Setidaknya, dengan temperamen yang cenderung fluktuatif,debat-debat di depan pun masih menyisakan peluang untuk adanya blunder sejenis. Itu yang membuat peluang bahwa Prabowo-Gibran pun punya kemungkinan terjungkal, masih terbuka lebar.

Pernahkah menyadari bahwa mulai awal pekan lalu beragam meme dan aneka rupa konten bermuatan “cukup satu putaran” dari pendukung pasangan calon presiden-wakil presiden tertentu, mulai hilang dari media sosial? Setidaknya, tak lagi bertebar dan cenderung dominan di banyak jenis medsos seperti sebelumnya.

Tampaknya hal tersebut punya kaitan erat dengan tiga peristiwa yang muncul beriringan menjelang acara Debat Capres pertama yang digelar Selasa (12/12/2023). Yang pertama, dirilisnya hasil survei LSI Denny JA, “Anies Atau Ganjar yang Tersingkir: Prabowo di Ambang Kemenangan”, pada Minggu (10/12/2023). Kedua, sehari kemudian harian Kompas juga merilis hasil survei mereka melalui pemberitaan di koran harian serta laman Kompas.id. Judul beritanya cukup mengundang untuk dibaca intens :”Prabowo-Gibran Unggul, Pemilih Bimbang Meningkat”. Seolah tak hendak kalah, konsultan politik terkemuka sekaligus pendiri dan pimpinan PolMark Research Centre, Eep Saefulloh Fatah, juga membuka hasil riset yang digelar lembaganya pada acara “Pasamoan Masyarakat Sipil Jawa Barat” yang diampu Manifesto Bandung, 12 Desember, atau pada hari yang sama dengan dilaksanakannya Debat Capres pertama.  

Hasil riset ketiga lembaga kredibel tersebut, meski berbeda dalam jumlah responden, memiliki berbagai kesamaan. Yang paling mengemuka, hasilnya meminta para pendukung pasangan calon nomor 02 untuk legowo, kemungkinan besar optimisme mereka soal Pilpres cukup hanya satu putaran, tak lebih sekadar impian. Itu diperoleh survei Kompas yang dilakukan secara tatap muka pada 29 November-4 Desember, melibatkan 1.364 responden yang dipilih acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi. Itu pula yang secara implisit dikemukakan Denny JA melalui rilisnya di berbagai jenis medsos setelah melakukan wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner pada 1.200 responden di seluruh Indonesia, 20 November–3 Desember 2023. Eep di Bandung, setelah menyelenggarakan 32 survei di 32 provinsi, dengan satu provinsi 1.200 responden alias 38.400 responden, menimpalinya dengan hasil survei yang kurang lebih sama. 

post-cover

“Elektabilitas Prabowo di bawah 40 persen tidak di atas 40 persen. Anies dan Ganjar di atas 20 persen,” kata Eep, di ‘pasamoan’ (pertemuan) bertajuk “Menyoal Rungkadnya Demokrasi dan Mundurnya Reformasi ke Titik Nol“, yang rekaman videonya tersebar luas di dunia maya itu. “Maka, hilangkan kamus pesimisme, hilangkan kata pesimis dari kamus kita.”

Dengan hasil tersebut, kata Eep yang kami kutip dari akun YouTube Obrolan Meja Bundar dengan topik “Analisis Elektabilitas Prabowo di Bawah 40 persen?”, Prabowo-Gibran masih mungkin kalah. “Menurut hitungan (survei) itu, masih mungkin Prabowo-Gibran dikalahkan,” kata Eep. 

Jika memang Pilpres harus digelar dua putaran untuk menentukan siapa pemimpin kita selanjutnya, pasangan calon mana yang harus legowo keluar gelanggang setelah Pilpres putaran pertama dihitung hasilnya?  

Hasil survei terbaru ketiga lembaga di atas bersepakat untuk satu hal, Prabowo-Gibran punya peluang paling besar untuk lolos putaran pertama. LSI Denny JA bahkan sampai berani memastikan dalam judul rilis mereka,”Anies Atau Ganjar yang Tersingkir: Prabowo di Ambang Kemenangan”. Tetapi sikap yang lebih bijak barangkali kembali sadar pada kesejatian survei. Eep, dalam forum di Bandung itu pun mewanti-wanti publik untuk ingat pada hakikat survei.  “Survei itu bicara kondisi saat survei dilakukan, bukan kondisi 14 Februari,” kata Eep, meski tidak kami kutip verbatim.

Setelah pasangan 02, pasangan Anies-Muhaimin (01) dianggap berpeluang besar lolos ke putaran kedua. Hal tersebut tidak hanya ditampakkan dengan hasil survei ketiga lembaga di atas, yang menegaskan bahwa pasangan AMIN itu terus menunjukkan kenaikan elektabilitas yang konsisten. “Dilihat secara tren, elektabilitas Prabowo–Gibran dan Anies–Muhaimin terus menaik, sedangkan Ganjar –Mahfud terus menurun,” tulis LSI Denny JA dalam rilisnya.

post-cover

Kebanyakan pengamat politik, juga akun-akun ‘politik’ para pegiat medsos, rata-rata menegaskan hal itu. Pada survei Kompas, pasangan AMIN bahkan sudah menyalip pasangan Ganjar-Mahfud (03), dengan catatan 16,7 persen suara melawan 15,3 persen. Catatan itu tampaknya merupakan catatan hasil survei pertama yang ‘memenangkan’ AMIN atas Ganjar-Mahfud.  

Sementara, hingga tulisan ini dimuat dan publik masih dalam kondisi euforia pascaDebat Capres pertama, pasangan Ganjar-Mahfud memang banyak dikesankan sebagai pasangan ‘anak bawang’ di antara ketiga paslon. Hasil survei LSI Denny JA, Kompas dan Polmark pun cenderung mengisyaratkan hal tersebut. 

Apalagi, banyak komentar di medsos usai Debat Capres pertama yang mempertanyakan sikap dan posisi Ganjar-Mahfud dalam banyak isu politik, sosial dan ekonomi nasional. Dibanding sikap Prabowo yang cenderung ikhlas menjadi “Pak Turut” kebijakan Jokowi, atau AMIN yang terkesan kukuh berdiri berhadapan dengan banyak beleid pemerintah saat ini, sikap Ganjar-Mahfud memang terkesan ‘’abu-abu”. 

Hal itu antara lain dikemukakan Direktur Trias Politika Strategis, Agung Baskoro. Menurut Agung, selama ini, dan kemudian ditunjukkan terbuka lewat Debat Capres pertama, Selasa lalu, Ganjar seolah gamang menentukan secara tegas posisi politiknya dalam hubungannya dengan pemerintah saat ini. “Mas Ganjar terlalu galau. Misalnya, ia (terlihat) bingung harus ngomong apakah perubahan atau keberlanjutan, begitu Mas,” kata Agung kepada Inilah.com. Itu menurutnya sangat berbeda dengan Prabowo yang tegas menyatakan 100 persen melanjutkan IKN, atau Anies yang sebaliknya, menolak IKN. 

“Sementara, dalam konteks-konteks praksis sebuah objek masalah, positioning seseorang itu harus jelas, supaya pemilih punya bayangan bahwa ini keunggulan kandidatnya,”kata Agung. Karena itu, ia memandang masuk akal bila pada Debat Capres kemarin itu sama sekali tak muncul penampilan terbaiknya. “Padahal, kemarin itu temanya “Pak Mahfud banget”, tentang hukum, HAM, demokrasi, pemerintahan dan hal-hal lain yang erat hubungannya.” 

post-cover

Via rilis hasil surveinya, Denny JA sendiri percaya bahwa penurunan elektabilitas Ganjar itu disebabkan dua hal. Pertama, penolakan Ganjar terhadap Piala Dunia U-20 pada Maret lalu. Ia menunjuk hasil survei LSI Denny JA yang merekam elektabilitas Ganjar turun dari 36,2 persen (Maret 2023) menjadi 32,4 persen pada April 2023. Kedua, karena kritik keras kubu Ganjar-Mahfud (PDIP), yang terus menyerang Jokowi dengan isu dinasti, mendungnya demokrasi di bawah Jokowi, neo-orde baru, dan sebagainya. “Data survei LSI Denny JA merekam elektabilitas Ganjar-Mahfud turun dari 35,3 persen pada Oktober 2023, ke angka 28,6 persen di awal November 2023. Turun lagi menjadi 24,9 persen di akhir November,”kata rilis LSI Denny JA.  

Banyak pengamat politik, ahli komunikasi dan semiotika memandang pasangan AMIN berhasil meraih “cum” terbesar publik usai Debat Capres pertama, Selasa (12/12/2023) pekan lalu. Persoalannya, beberapa pihak skeptis dengan dampak Debat Capres terhadap elektabilitas calon dan perubahan pilihan masyarakat. Denny JA, misalnya.

”Mereka menyatakan bahwa setelah menonton debat secara utuh,  tidak akan mengubah pilihan capresnya. Yang sudah memilih Anies, Prabowo dan Ganjar sebelum debat tetap memilih capres yang sama setelah menonton debat,”kata Denny JA, setelah mengaku menggelar sebuah focus group discussion (FGD) soal itu. Tak lupa ia juga mengaku pernah melakukan survei nasional soal  efek debat capres pada 2019, yang hasilnya debat capres hanya berpengaruh 2,9 persen terhadap pilihan warga. 

Sebaliknya, tak hanya menganggap pikiran bahwa dampak Debat Capres sangat kecil, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, justru meyakini besarnya pengaruh Debat Capres dalam mengubah persepsi pemilih.Apalagi, kata dia, di era digital ini video-video di akun YouTube seputar debat itu akan dipotong-potong sesuai kebutuhan segmen pemilih, lalu disebarkan tim sukses via TikTok, Instagram, Twitter dan Facebook. “Jangan lupa, bagi penonton TikTok, generasi Z dan Milenial,  itu sangat signifikan. (Yang) Tadinya tidak memilih Anies, bisa memilih Anies. Yang tadinya (memilih) Pak Prabowo, bisa berpindah ke Anies, misalnya,”kata Pangi. 

post-cover

Oh ya, lain dengan kondisi pra-Debat Capres, pihak yang tampaknya paling menelan rugi pascaDebat adalah pasangan calon 02. Tak hanya perbincangan warga menyoal tingkah laku dan lagak Capres Prabowo Subianto yang terlihat emosional, rekaman pernyataannya di sebuah pertemuan internal Partai Gerindra beberapa waktu setelah debat yang tersiar luas, banyak disesalkan warga. Umumnya mereka menilai sebagai calon presiden, Prabowo tidak sepantasnya mengucapkan “ndasmu etik” saat mengomentari pertanyaan Anies di debat lalu. Mereka menyatakan, dengan pernyataan itu Prabowo mengesankan sikap merendahkan etika yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. 

“Bagaimana perasaan Mas Prabowo? Soal etik, etik, etik, ndasmu etik. Saya ingin baik-baik, aku ingin rukun. Aku ingin, mari kita maju untuk rakyat. Anies itu nyerang-nyerang. Dulu mau menjadi menterinya Pak Jokowi, sekarang menyindir Pak Jokowi,” kata Prabowo, disambut tepuk tangan para kader Gerindra dalam acara Rakornas Gerindra di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (15/12/2023) lalu.

Meski telah dibantah kubu 02 bahwa Prabowo mengucapkan hal tersebut dalam konteks bercanda, respons warganet tidaklah demikian adanya. Hal itu dibuktikan Drone Emprit. Lewat akun X @ismailfahmi yang kami cermati Minggu (17/12/2023), CEO Drone Emprit itu mengungkap analisisnya. Menurut Ismail, persentase sentimen negatif dari kalimat “Ndasmu etik” itu cukup tinggi, sekitar 62 persen. “Sentimen atas ucapan ini dominan negatif yaitu sebesar 62 persen. Sentimen positif sebesar 28 persen didapat dari klarifikasi bahwa ucapan tersebut adalah candaan,” kata Ismail. 

Sampai-sampai, pada acara Haul Gus Dus ke-14 di Ciganjur, Jakarta, Sabtu malam (16/12/2023) lalu, putri Presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Inaya Wulandari Wahid, turut menyindir Prabowo. 

post-cover

“Kalau hari ini ada calon penguasa, calon pemimpin, yang ditanya soal etik lalu kemudian dia kesal dan dijawab ‘ndasmu (kepalamu) etik’, maka kita tahu bagaimana ia meletakkan harkat dan martabat bangsanya,” kata Inaya. Bagi Inaya, etika merupakan cara menjaga harkat dan martabat bangsa. Mengabaikan etika sama saja dengan mengabaikan kemanusiaan. “Karena etika adalah soal menjaga harkat dan martabat bangsa ini,” kata dia, “mengabaikan etika artinya sama dengan mengabaikan kemanusiaan.”

Dalam rilis survey terakhirnya,  LSI Denny JA menulis,”Jika tak ada blunder yang besar di kubu Prabowo–Gibran di sisa waktu menuju Februari 2024, besar kemungkinan Prabowo tidak pensiun dan naik gunung. Kini Prabowo-Gibran di ambang kemenangan. Selisih  elektabilitasnya di atas 18 persen terhadap semua kompetitor!”

Kita tak bisa yakin bahwa sikap Prabowo yang dianggap warga merendahkan etika itu bukan blunder besar. Setidaknya, dengan temperamen yang cenderung fluktuatif,debat-debat di depan pun masih menyisakan peluang untuk adanya hal-hal sejenis.   

Tetapi bukankah ada kartu truf lain kubu 02, yakni  besarnya proporsi pendukung Jokowi kepada Prabowo-Gibran, yakni kelompok warga yang menyatakan kepuasan terhadap kinerja Jokowi? Konon, proporsi kelompok ini di Masyarakat berkisar antara 75 hingga 81 persen. 

Hal itu kembali dibantah Eep Saefulloh Fattah dalam acara di bandung kemarin dulu.  Pengalaman Eep mengelola riset memberinya keyakinan bahwa di Indonesia survei-survei seperti itu rawan menghasilkan kesimpulan keliru. Ia mengistilahkan survei seperti itu laiknya melayat jenazah. 

“Rupanya, orang Indonesia ketika ditanya puas atau tidak kepada pemimpin, itu seperti kita melayat jenazah dan ditanya, “Apakah jenazah orang baik atau bukan?” Kita dituntut oleh hati kita untuk hanya menyebut kebaikan yang bersangkutan,” kata Eep. [dsy/diana/rizky/vonita/reyhaanah/clara]

Lihat Juga
Close
Back to top button