Market

Tersangkut Skandal BMPK, Bank Mayapada Milik Dato Tahir Tak hati-hati

Sudah sejak lama, Bank Mayapada mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudent). Mulai dari pelanggaran BMPK hingga kredit macet, membelit bank milik anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Dato Sri Tahir itu.

Sebut saja Ted Sioeng, pendiri Sioeng Group, memperoleh kredit hingga Rp1,3 triliun dalam 7 tahun (2014-2021). Meski kreditnya sudah ‘batuk-batuk’, Bank Mayapada tetap saja mengucurkan kreditnya.

Setelah benar-benar macet, Bank Mayapada melakukan penyitaan aset dan melaporkan Ted ke Polri. Tak perlu lama, Ted dan putrinya Jessica ditetapkan sebagai tersangka. Selanjutnya, Ted bersurat ke Menkopolhukam Mahfud MD, mengaku setor duit ke Dato Tahir, setiap kali kreditnya cair. Totalnya mencapai Rp525 miliar.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengawasan perbankan oleh OJK pada 2017-2019, menemukan hal yang sama. Bank Mayapada mengabaikan aspek prudent yang menjadi urat nadi perbankan.

Disebutkan, OJK yang dipimpin Wimboh memasukkan Bank Mayapada dalam 7 bank yang penyaluran kreditnya bermasalah. Ada kredit yang terkosentrasi ke 4 grup besar. Yakni Hanson International (Benny Tjokosaputro/Bentjok), Intiland (Hendro Santoso Gondokusumo), Saligading Bersama (Musyanif), dan Mayapada Grup (Dato Tahir).

Masing-masing mendapat guyuran kredit yang melanggar BMPK. Misalnya, Hanson diguyur Rp12,39 triliun, Intiland Rp4,74 triliun, Mayapada Group Rp3,3 triliun dan Saligading Bersama Rp3,13 triliun. Total jenderal Rp23,56 triliun.

Pelanggaran BMPK mengemuka karena modal inti Bank Mayapada, kala itu, hanya sebesar Rp10,42 triliun. Aturan BMPK mematok kredit sebuah bank dibatasi 20 persen dari modal inti. Artinya, BMPK Bank Bank Mayapada sebesar Rp2 triliun.

Istimewanya, PT Hanson International Tbk milik Benny Tjokrosaputro (Bentjok), terpidana seumur hidup kasus korupsi Jiwasraya, mendapat guyuran kredit terbesar. Yakni Rp12,39 triliun.

Namun, Dato Tahir buru-buru mengeluarkan bantahan. Bahwa utang Bentjok ke Bank Mayapada hanya Rp200 miliar. Seolah ingin menutupi adanya relasi kuat dengan Bentjok. “Tidak besar jumlahnya sekitar Rp200 miliar,” ujar Dato Tahir, dikutip dari Bisnis, Kamis (9/7/2020).

Celakanya, penyidik Kejagung yang menggarap korupsi Jiwasraya, percaya begitu saja. Sehingga relasi bisnis antara Bentjok dengan Dato Tahir, masih menjadi misteri hingga kini.

Keganjilan lainnya, Mayapada Group kebagian juga kredit bermasalah Rp3,3 triliun. Jelaslah, ini bukan sekedar pelanggaran BMPK saja.

Pengamat Perbankan, Doddy Ariefianto meyakini, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah berupaya keras melakukan pengawasan perbankan. Hingga ditemukannya penyimpangan BMPK di bank milik konglomerat Dato Tahir itu.

Hanya saja, menurut Doddy, OJK di era Wimboh Santoso, terkesan menutupi temuan ini. Celakanya lagi, tak ada tindak lanjut atas temuan penyimpangan BMPK di Bank Mayapada ini. Padahal, pelanggaran BMPK ini bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar kejahatan perbankan.

“Saya tahu benar, OJK telah melakukan investigasi jadi itu sudah benar. Namun, apakah itu dibuka (disclose) ke publik? Nah, itu hal lain,” kata Doddy saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Rabu (5/7/2023).

Ke depan, kata Doddy, OJK di bawah komando Mahendra Siregar bisa lebih transparan dan akuntabel. Khususnya dalam mengawasi perbankan yang notabene bisnis kepercayaan. “Saya kira harus lebih disclose agar masyarakat tahu bahwa OJK tahu ada yang enggak beres dan sudah terkoneksi (Bank Mayapada),” ungkap Doddy.

Analisa Doddy ada benarnya. BPK juga menorehkan sejumlah catatan hitam kepada bank berkode saham MAYA itu. Misalnya, penilaian kemampuan dan kepatutan seorang direksi yang tidak mempertimbangkan pelanggaran penandatanganan kredit di perseroan.

Selain itu, BPK menyoroti kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang belum diselesaikan, underlying transaksi terkait aliran dana dari rekening debitur menjadi deposito atas nama komisaris utama Bank Mayapada yakni Dato Tahir, dan itu tadi, melanggar BMPK.

Back to top button