Hangout

Seba Badui, Tradisi Mensyukuri Hasil Pertanian


Masyarakat adat Badui di Kabupaten Lebak, Banten, siap menggelar tradisi Seba yang diselenggarakan setahun sekali.

Mungkin anda suka

Badui Dalam dan Badui Luar di pedalaman Kabupaten Lebak melaksanakan upacara tradisi Seba dengan mengunjungi kepala pemerintahan kabupaten dan provinsi sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan limpahan hasil panen pertanian ladang.

Tetua Adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Djaro Saija menjelaskan, pelaksanaan upacara perayaan tradisi Seba dilakukan bersama Bupati Lebak Pj Iwan Kurniawan dan Forum Organisasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) pada 16 Mei 2024 yang dipusatkan di Alun-alun Multatuli Rangkasbitung.

“Kami sudah mempersiapkan hasil pertanian ladang untuk diberikan kepada bupati dan gubernur pada upacara perayaan tradisi Seba,” kata Tetua Adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Djaro Saija saat ditemui di kediamannya di Kadu Ketug kawasan pemukiman masyarakat Badui, Sabtu.

Apa Itu Seba

post-cover
Warga Badui menyiapkan hasil panen (Foto:Antara/Mansur Suryana)

Seba Badui merupakan upacara adat yang dilakukan setahun sekali sebagai wujud syukur atas limpahan hasil pertanian di ladang.

Selain itu juga rasa syukur kepada kepolisian yang telah memberikan keamanan sehingga masyarakat Badui terlindunginya.

Masyarakat Badui mempersiapkan beberapa komoditas hasil pertanian ladang di antaranya pisang, iris, beras, gula merah, petai, talas, tepung laksa dan lainnya.

Seba merupakan kata dalam bahasa Badui yang berarti persembahan. Dalam menjalankan upacara tradisi Seba ini, masyarakat Badui dengan sukarela akan mempersembahkan hasil panen kepada pemerintah.

Upacara Seba Badui dilaporkan telah berlangsung lama, tepatnya sejak masa kejayaan Kesultanan Banten.

Berikut serba-serbi upacara adat Seba Badui yang dirangkum Inilah.com dari berbagai sumber.

1. Kawulu sebelum Seba

Sebelum digelarnya upacara Seba Baduy, masyarakat Badui akan menggelar upacara Kawalu terlebih dahulu selama tiga bulan.

Kawalu dapat diartikan sebagai ungkapan rasa syukur kepada tuhan atas hasil panen arau hasil bumi yang didapatkan. Kawalu ini nantinya akan dibagi menjadi 3 tahapan.

Pada tahapan ketiga nanti, masyarakat Badui yang telah berusia 15 tahun akan dianjurkan untuk melakukan ibadah puasa. Setelah melaksanakan proses Kawalu, masyarakat Badui akan melanjutkan dengan upacara Ngalaksa.

Ngalaksa diartikan sebagai bentuk silaturahmi sesama masyarakat Badui, biasanya masyarakat Badui akan berkunjung ke rumah tetangganya sembari membawa hasil panen.

Setelah Ngalaksa selesai digelar, barulah masyarakat Badui akan menggelar upacara Seba. Adapun waktu pelaksanaan Seba Badui sendiri biasanya sudah disepakati terlebih dahulu, baik oleh sesepuh adat maupun oleh pemerintah setempat.

Upacara Seba Badui diawali dengan pengucapan Tataben, oleh salah satu ketua adat yang dimandatkan, yakni bentuk ucapan seserahan warga Badui kepada Bupati dan disampaikan dalam bahasa Badui.

Tatabean berisi tentang laporan kondisi warga Badui, termasuk kondisi panen, lingkungan, dan kesehatan mereka.

Setelah Tatabean, barulah akan dilakukan dialog. Dalam hal ini, pihak pemerintah baik Bupati maupun Gubernur akan menanggapi laporan Tatabean tadi.

Seba Badui ini akan diakhiri dengan penyerahan hasil bumi kepada Bupati. Begitu pula sebaliknya, nantinya pemerintah akan menyerahkan bingkisan kepada perwakilan suku Badui yang menyerahkan hasil panen tersebut.

2. Jalan Puluhan Kilometer

post-cover
Kondisi kampung Badui di Lebak Banten (Foto: Antara/Mansur Suryana)

Sudah jadi pemandangan umum jika warga Badui mengandalkan kaki sebagai alat transportasi.

Begitu juga dalam tradisi Seba ini, warga Badui dalam akan berjalan kaki sambil membawa hasil bumi, sejauh 80 kilometer!

Sesepuh adat akan memilih warga Badui yang akan turut ikut serta dalam pelaksanaan upacara Seba ini.

Seleksi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memilih warga yang sehat secara fisik.

Warga Badui akan berjalan kaki ke kantor bupati hingga gubernur untuk menyerahkan hasil panennya sebagai bentuk rasa syukur.

3. Ribuan Warga Badui Ikut Seba

Sebanyak 1.500 warga Badui Dalam dan Badui Luar akan memadati Kantor Sekretariat Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten untuk menggelar upacara perayaan Seba setelah menjalani tradisi ritual kawalu selama tiga bulan.

“Pelaksanaan upacara Seba digelar tanggal 16-19 Mei 2024,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lebak Imam Rismahayadin di Rangkasbitung, Lebak.

Pelaksanaan upacara Seba Badui dipusatkan di depan Kantor Sekretariat Pemkab Lebak yakni di Alun-alun Multatuli Rangkasbitung dengan mengangkat tema “The Legacy Of Baduy” atau warisan dari masyarakat Badui.

Para wisatawan domestik dan mancanegara bisa langsung menyaksikan upacara Seba tersebut dengan terbuka. Selama ini, Seba Badui menjadi salah satu event di Provinsi Banten yang masuk dalam Kharisma “Event Nasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif”.”Kami berharap pelaksanaan upacara perayaan Seba Badui berjalan lancar,” katanya menjelaskan.

3. Daya Tarik Wisata

post-cover
Akses menuju kampung Badui di Lebak Banten (Foto: Antara/Mansur Suryana)

Pemerintah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, menargetkan upacara Seba Badui didatangi 1,5 juta wisatawan domestik dan mancanegara yang digelar 16-19 Mei 2024 dipusatkan di Alun-Alun Multatuli Rangkasbitung.

“Kami berharap target kunjungan wisatawan itu dapat terealisasi sehingga dapat menggulirkan perekonomian masyarakat,” kata Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lebak, Luli Agustina kepada awak media di Rangkasbitung, Lebak.

Target wisatawan 1,5 juta itu terdiri dari 1 juta orang wisatawan Nusantara dan 500 orang wisatawan Mancanegara dan mereka bisa melihat langsung ritual upacara perayaan Seba Badui di Alun-alun Multatuli Rangkasbitung.

Mereka para wisatawan nusantara dan mancanegara bisa mengunjungi ekonomi kreatif masyarakat, termasuk produk kerajinan UMKM Badui.

Perayaan Seba Badui tahun 2024 ini dinamakan “Seba Gede” atau Seba Besar yang dihadiri sekitar 1.500 warga Badui Dalam dengan kekhasan berpakaian putih, celana putih, dan lomar atau kain penutup kepala yang juga berwarna putih.

Masyarakat Badui Dalam yang tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana, dan Cikeusik hingga saat ini masih kuat menghidupi adat setempat. Mereka berpergian ke manapun berjalan kaki dan dilarang naik kendaraan.

Selain itu juga masyarakat Badui Luar dengan kekhasan pakaian hitam, celana hitam, dan lomar berwarna biru menerima modernisasi menggunakan kemajuan digital dan internet melalui telepon pintar sehingga bisa berkomunikasi melalui media sosial.

Mereka warga Badui Luar ke manapun berpergian dibolehkan menggunakan angkutan, mobil, dan sepeda motor.

Back to top button