Market

Tekan Emisi Karbon, Kemenparekraf Minta Pengusaha MICE Jalankan Bisnis Berkelanjutan


Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendorong pelaku bisnis MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) menjalankan bisnis keberlanjutan atau sustainable MICE event. Untuk meredam emisi karbon dari kegiatan turisme dan MICE.

Staf Ahli Bidang Pengembangan Usaha Kemenparekraf, Masruroh mengatakan, komitmen menekan dampak negatif dari aktivitas perjalanan (turisme) dan kegiatan MICE, banyak digaungkan di Indonesia, bersama sejumlah negara di Asia Tenggara sejak beberapa tahun lalu. Ditandai dengan penerbitan ASEAN Guidelines On Green Meeting. “Indonesia berkomitmen menerapkan green meeting. Kita akan terus meningkatkan kesadaran para pelaku dalam penerapannya,” kata Masruroh, Jakarta, Kamis (21/3/2024).

Dalam menerapkan penyelenggaraan MICE yang ramah lingkungan, kata Masruroh, ada lima poin yang bisa dijadikan rujukan para event planner ketika menggelar acara. Pertama, terkait dengan pemilihan venue dan hotel. Para event planner diharapkan dapat memprioritaskan venue dan hotel yang memiliki paket green meeting dan mengantongi sertifikat di bidang lingkungan seperti green building, ASEAN Green Hotel Standard, atau environmental management system (EMS).

Kedua, lanjut Masruroh, pemilihan transportasi. Apabila harus terbang ke sebuah destinasi, sebaiknya memilih penerbangan langsung untuk mengurangi emisi karbon. Selanjutkan dianjurkan menggunakan transportasi publik setibanya di destinasi tujuan, atau memakai kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.

“Ketiga, food and beverage. Makanan yang disajikan sebaiknya menggunakan bahan baku lokal guna mengurangi emisi karbon. Kemudian, Penyajian makanan tidak lagi menggunakan air dalam kemasan botol plastik atau kertas serta memilih bahan baku organik,” kata Masruroh.

Keempat, pemanfaatan teknologi. Para event planner dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi. Misalnya materi seminar tak lagi dicetak di atas kertas, melainkan diberikan dalam bentuk softcopy (paperless). Selain itu, event planner sebaik tak lagi mencetak backdrop untuk dekorasi ruangan, tapi dianjurkan menggunakan teknologi LCD, dan menggunakan peralatan yang hemat energi.

Kelima, lanjutnya, pengelolaan limbah. Ternyata, produksi sampah dari sebuah kegiatan MICE itu, tak sedikit. Dilansir dari Atlantis Press, berdasarkan riset yang dilakukan oleh International Exhibition Alliance di UK pada 2001 bahwa produksi sampah rerata sebuah pameran itu mencapai 2.900 ton.

“Hasil riset itu juga menyebutkan bahwa biaya pengelolaan sampah dari 823 pameran di UK selama tahun 2001 mencapai 730 juta dolar AS, atau sekitar Rp10,9 triliun,” kata Masruroh.

Untuk mengurangi produksi limbah, beberapa organizer, exhibitor dan stand contractor mulai menggunakan material lokal, mengurangi penggunaan plastik serta menggunakan modular system ketika membangun stand pameran.

“Apabila terpaksa harus menggunakan kertas dan plastik, sebaiknya memilih atau memanfaatkan bahan yang mudah daur ulang,” kata Masruroh. 
 

Back to top button