Kanal

Jembatan Selat Sunda Lebih Mendesak Ketimbang Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Antrean panjang kendaraan yang hendak menyeberang ke Pulau Sumatera, kembali terjadi pada arus mudik lebaran 2023 ini. Peristiwa ini mengingatkan kembali tentang rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang pernah muncul pada 2009 silam. Melihat perkembangan saat ini, sepertinya JSS jauh lebih penting daripada Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Hari-hari terakhir ini pemudik asal Pulau Jawa memadati Pelabuhan Merak dan Bakauheni. Menurut catatan, warga yuang sudah tiba di Pelabuhan Bakauheni, Lampung pada Rabu (19/4/2023) mencapai 75.718 orang baik itu penumpang jalan kaki maupun pengguna kendaraan. Dari jumlah itu, didominasi penumpang dalam kendaraan.

Jumlah tersebut berdasarkan data keberangkatan angkutan dari Pelabuhan Merak-Bakauheni H-3 lebaran per periode 19 April 2023 mulai pukul 08.00 hingga 20.00 WIB (12 jam). Rinciannya, pejalan kaki 7.370 orang dan dalam kendaraan 68.348 orang. Untuk total kendaraan, sebanyak 14.587 unit. Rinciannya kendaraan roda empat 9.033 unit, bus 546 unit, truk 908 unit dan roda dua 4.200 unit. Kemudian kapal beroperasi yang melayani penyeberangan, sebanyak 47 unit dengan jumlah trip yang terjadi sebanyak 77 kali.

Sebaliknya, jumlah penumpang kapal asal Sumatera menuju Pelabuhan Merak sebanyak 32.785 orang. Rinciannya, pejalan kaki 1.389 orang, lalu dalam kendaraan 31.396 orang. Jumlah kendaraan dari Sumatera ke Pelabuhan Merak sebanyak 5.578 unit, dengan rincian roda empat 4.333 unit, bus 326 unit, truk 464 dan roda dua 455 unit. Selanjutnya kapal beroperasi melayani penyeberangan, sebanyak 29 unit dengan jumlah trip yang terjadi sebanyak 42 kali.

Jumlah pemudik di Pelabuhan Merak meningkat dari hari-hari sebelumnya. Ratusan kendaraan roda empat pemudik sudah memenuhi kantong parkir. Bahkan, antrean parkiran tersebut sempat mengular mencapai 1,5-2 km. Para penumpang yang terjebak antrean meminta pihak PT ASDP Indonesia Ferry, untuk menyediakan kapal tambahan, agar tidak terjadi penumpukan penumpang.

Jalur penyebaran antarpulau ini memang paling padat di Indonesia. Tidak hanya setiap lebaran, pada hari-hari besar seperti natal dan tahun baru atau liburan sekolah, jalur ini selalu padat oleh kendaraan. Tak hanya sangat vital mengangkut pergerakan orang antarpulau, tetapi juga jalur logistik, bahan pokok, hasil pertanian, perkebunan hingga produk industri.

Seringkali ini jalur ini mengalami hambatan yakni cuaca buruk dan tingginya gelombang air laut yang  menjadi ciri khas Selat Sunda. Selain itu juga sering terpengaruh dengan aktivitas gunung berapi yakni anak gunung Krakatau yang memang berada di kawasan tersebut.

Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda

Melihat pentingnya jalur tersebut, pernah muncul rencana untuk membangun Jembatan Selat Sunda (JSS). Rencana proyek JSS sempat digaungkan di era pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemudian dikubur di era Presiden Joko Widodo. Penghitungan rencana pembangunan JSS pernah disampaikan oleh Gubernur Banten yang kala itu dijabat Ratu Atut Chosiyah. Dia menyerahkan hasil pra studi kelayakan Jembatan Selat Sunda di Hotel Borobudur, Jakarta pada 13 Agustus 2009.

Dari hasil pra studi kelayakan diungkapkan bahwa rencana pembangunan jembatan Selat Sunda yang rencananya dibangun mulai 2009-2010 ini menelan biaya Rp100 triliun. Oleh karena itu pemerintah bekerja sama dengan swasta untuk pembiayaannya.

“Menurut studi kelayakan yang telah kita saksikan bersama, untuk pertanyaan berapa anggaran atau budget untuk proyek ini, kurang lebih Rp100 triliun. Tetapi itu untuk infrastruktur pembangunan jembatan yang kurang lebih 29-30 km. Namun, lahan yang akan dikembangkan dalam kedua provinsi itu belum termasuk,” tutur Atut, ketika itu.

Dalam pembangunan jembatan tersebut, pemerintah daerah yakni Banten dan Lampung menggandeng pihak swasta yang dikoordinir oleh Artha Graha. Rencananya jembatan ini selesai pada tahun 2020. Proyek tersebut menjadi salah satu prioritas pemerintah karena dalam 10 tahun ke depan sejak 2009 diperkirakan pelabuhan Bakauheni dan Merak tidak akan mampu lagi menampung penyeberangan.

Namun, memasuki tahun 2009 hingga 2010 belum juga ada kepastian Jembatan Selat Sunda akan dibangun. Sampai akhirnya pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS).

Tadinya lewat Perpres 86/2011, ditargetkan peletakan batu pertama atau groundbreaking Jembatan Selat Sunda dilaksanakan pada tahun 2014. Tapi seiring waktu berjalan tetap saja belum ada perkembangan.

Pada Juli 2012, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga pernah mengestimasi biaya untuk merealisasikan KSISS/JSS yang diperkirakan bisa menelan Rp225 triliun untuk membangun jembatan sepanjang 27,4 km. Semula diharapkan proses persiapan pembangunan proyek ini dimulai pada 2012-2014 termasuk feasibility study (FS) dan basic design. Targetnya konstruksi awal pada 2015 dan mulai beroperasi pada 2025. Namun lagi-lagi rencana tersebut terkubur.

Beberapa waktu lalu, Hatta Rajasa, mantan Menko Perekonomian era SBY sempat menggaungkan kembali pentingnya pembangunan proyek infrastruktur tersebut sebagai pelengkap Tol Trans Sumatera.

“Potensi (Tol Trans Sumatera) ini akan lebih optimal apabila Jembatan Selat Sunda dibangun sehingga akan mendorong migrasi industri di Jawa yang padat menuju ke Sumatera. Migrasi ini akan berdampak munculnya kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Dengan demikian maka kita dapat mengatasi ketimpangan spasial antara wilayah,” jelas Hatta dalam webinar HK Academy, Kamis (9/9/2021).

Jembatan Selat Sunda

Malah bangun Kereta Cepat Jakarta Bandung

Setelah itu tak ada kabar lagi rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda. Yang justru muncul dan menjadi prioritas dari pemerintah ] adalah pembangunan jalur Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Dimulai pada 2016, pembangunan kereta cepat sedianya akan rampung pada 2018 dan mulai beroperasi pada 2019. Hingga akhir Maret 2023, progres pembangunan KCJB mencapai 88,8 persen dan akan dijadwalkan akan diresmikan pada Agustus 2023.

Selain target pembangunan yang molor, proyek tersebut juga mengalami pembengkakan biaya beberapa kali bahkan terakhir cost overrun nambah lagi sebesar Rp 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp18,02 triliun. Praktis, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp108,14 triliun.

Awalnya, pembangunannya disebut tidak akan menggunakan sepeserpun dana dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Dalam Perpres Nomor 107 Tahun 2015, pembiayaan KCJB dilarang menggunakan APBN. Tapi kemudian Presiden Jokowi membolehkan pembiayaan KCJB menggunakan APBN. Pembiayaan juga bisa dengan menerbitkan obligasi maupun pinjaman konsorsium badan usaha milik negara (BUMN).

Hal itu termaktub dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Saranan Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. Dalam Perpres, dijelaskan jika pembiayaan dari APBN untuk KCJB berupa penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium BUMN dan atau penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN, atau penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium BUMN.

Nilai proyek KCJB ini setelah pembengkakan ini sejatinya bahkan sudah jauh melampaui investasi dari proposal Jepang melalui JICA yang memberikan tawararan proyek KCJB sebesar 6,2 miliar dollar AS dengan bunga 0,1 persen. Proyek KCJB sudah menulai kritik sejak perencanaan. Investasinya dinilai kelewat mahal dengan rute terlalu pendek, ini pula yang jadi alasan banyak negara di dunia enggan mengembangkan kereta peluru.

Bandingkan dengan total investasi untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTSS) yang dilakukan PT Hutama Karya untuk tahap I yang terdiri atas 14 ruas tol yang mencapai Rp133,8 triliun. Bandingkan pula dengan rencana pembangunan awal Jembatan Selat Sunda yang mencapai Rp100 triliun. Masing-masing proyek ini tentu dijalankan atas kerja sama bisnis dengan pihak ketiga.

Dilihat dari urgensinya, tentu saja publik bisa menilai sendiri mana yang lebih penting dan mendesak. Jembatan Selat Sunda akan sangat terasa dampaknya bagi masyarakat di semua kalangan. Selain itu, juga dapat memperlancar distribusi barang dan jasa, terutama bahan pangan yang akan membantu dalam menekan inflasi, hingga mendorong pertumbuhan perekonomian daerah dan nasional.

Back to top button