Market

Jual Kondensat Berpotensi Rugikan Negara, Periksa SKK Migas dan Medco, Pakar: Biang Keroknya UU Migas


Potensi kerugian negara dari penjualan kondensat bagian negara tanpa tender yang diduga dilakukan Medco Energy Bengkanai Limited (MEBL), harus diusut tuntas. Biang kerok kasus ini adalah UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).

“Sejak 2002, saya sudah mendesak agar UU Migas ini dicabut. Karena itu tadi, membuka celah bagi kerugian negara. Temuan Center for Energy and Resources Indonesia (CERI) tentang potensi kerugian negara dari penjualan kondensat tanpa tender oleh kontraktor migas (MEBL), adalah salah satu dari banyak kasus yang terjadi,” terang Pakar Migas, Kurtubi. Jakarta, Jumat (1/3/2024).

Keberadaan UU Migas itu, kata Kurtubi, membuat pemerintah tidak leluasa untuk menjual minyak bumi atau produk turunannya langsung ke pasar. Karena, UU Migas menunjuk menteri ESDM selaku kuasa pertambangan. “Ketika kondensat yang menjadi hak negara mau dijual, menteri ESDM tidak eligible. Sehingga proses penjualannya diserahkan ke kontraktor. Di sinilah rawan permainan yang merugikan negara,” terang Kurtubi.

Selanjutnya, alumni Institut Perminyakan Prancis (IFP) itu, membedah UU Migas yang ditetapkan di era Presiden Megawati, merupakan pesanan IMF. Tepatnya pada 1998, pemerintah Indonesia mengajukan utang jumbo ke IMF untuk membangun kembali perekonomian yang ambruk diterpa krisis ekonomi.

Tak ada makan siang yang gratis, IMF memasang syarat yang cukup berat. Pemerintah Indonesia dipaksa meneken UU Migas yang menetapkan Menteri ESDM sebagai kuasa pertambangan. Sebelumnya, kuasa pertambangan dipegang PT Pertamina (Persero), berdasarkan UU No 44/Prp/1960, dan UU No 8/1971.

“Sehingga Kementerian ESDM dan BP Migas yang kemudian oleh SBY diganti nama menjadi SKK Migas, menjadi pemegang kuasa pertambangan. Semua lembaga itu bukan perusahaan. Sehingga ketika harus jual kondensat bagian negara, mereka harus menunjuk pihak ketiga. Termasuk menunjuk produsennya sendiri. Kalau konteks temuan CERI, pihak ketiganya adalah Medco (MEBL),” terangnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman mengungkapkan adanya potensi kerugian negara dari penjualan kondensat yang menjadi bagian negara, oleh PT Medco E&P Indonesia di KKKS Medco Energi Bengkanai Limited (MEBL), Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.

“Medco E&P tidak tegas dalam menjawab konfirmasi CERI. Namun setelah CERI melalukan konfirmasi resmi ke staf bagian komersial SKK Migas, ternyata kondensat bagian negara tidak ditenderkan Medco Energy Bengkanai sejak 2018 hingga 2024. Pembelinya PT Yasa Karya dengan harga patokan kondensat Senipah dikurangi 37,57 dolar AS per barel,” kata Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Jakarta, Senin (26/2/2024).

Padahal;, kata Yusri, ada perusahaan migas yang berani membeli dengan harga yang lebih bagus, yakni harga patokan kondensat Senipah dikurangi US$35/barel.

Misalnya, harga patokan kondensat Senipah sebesar US$50/barel, maka harga jual ke PT Yasa Karya sebesar US$12,43. “Tapi ada perusahaan yang berani faktor pengurangnya (minus) lebih rendah yakni sebesar US$35 per barel. Jadi, kondensat negara bisa dijual 15 dolar AS. Selisihnya lebih dari  2 dolar AS per barel. Nah ini kan potensi kerugian negara,” terang Yusri.

Adanya perusahaan migas yang berani mengajukan harga yang lebih menguntungkan negara ini, kata Yusri, diketahuinya pada awal Oktober 2023. Perusahaan tersebut telah mengajukan penawaran kepada Deputi Keuangan dan Komersial SKK Migas, namun tidak ditanggapi.

“Artinya penjualan kondensat bagian negara tanpa tender, diduga merugikan negara 2,57 dolar per barel. Totalnya tinggal dikalikan saja volume kondensat bagian negara yang telah dijual MEBL kepada PT Kimia Yasa. Tugas BPK lakukan audit. Dan tugas KPK serta Kejaksaan Agung untuk menelisiknya,” ungkap Yusri.

Masalah ini, kata Yusri, pernah ditanyakan kepada pihak PT Medco E&P Indonesia, melalui Manager Communication Medco, Leony Lervyn Saragi melalui surat Nomor EXT-010/RNS/INA/MEDC/II/2024 tertanggal 15 Februari 2024. Pihak Medco mengeklaim seluruh prosesnya telah memenuhi dan sesuai peraturan dan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.

Sebelumnya, Direktur PT Kimia Yasa, Robbyanto Lukito mengatakan, pihaknya adalah pembeli resmi kondensat dari MEBL. Perusahaan ini bergerak dalam perdagangan dan logistik petrokimia serta LPG (Liquid Petroleum Gas), beroperasi sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

“Berdasarkan Perjanjian Jual Beli Kondensat antara Medco Energi Bangkanai Ltd (MEBL) dan PT Kimia Yasa yang telah disepakati, seluruh proses pengambilan, pengangkutan, penimbunan dan distribusi Kondensat tersebut merupakan kewenangan PT Kimia Yasa dan PT Kimia Yasa memiliki perizinan lengkap yang diperlukan dalam pelaksanaan Kontrak,” jelas Robbyanto, Rabu (31/1/2024).

 

 

 

 

 

 

 

Back to top button