Market

Dampak BI Tetapkan Suku Bunga Tinggi, Sri Mulyani Waspadai 2 Hal Ini


Meski Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja umumkan pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2024 bertengger di level 5,11 persen, belum membuat Menteri keuangan (Menkeu) Sri Mulyani puas. Dia mewaspadai dampak penetapan suku bunga tinggi oleh Bank Indonesia (BI) yang berdampak dua hal. Apa saja?

Mungkin anda suka

Sri Mulyani menyebut, suku bunga tinggi bakal berdampak kepada optimalisasi setoran pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta perbankan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus berkoordinasi dengan BI untuk memberikan bimbingan kepada pasar.

Pada kuartal I-2024, kata dia, penerimaan PPN secara bruto masih positif yakni 5,8 persen. Pertenda, perekonomian Indonesia masih memiliki resiliensi terhadap ketidakpastian global. “Meskipun tadi ada beberapa gejolak, (PPN) masih mengalami pertumbuhan yang positif,” kata Sri Mulyani, dikutip Senin (6/5/2024).

Meski terkesan ‘pede, Sri Mulyani ternyata masih galau dengan perkembangan ekonomi memasuki kuartal II-2024. sebut saja keputusan BI mengerek naik suku bunga acuan menjadi 6,25 persen. Dinilai cukup berat.

“Kami juga mewaspadai sesudah kuartal I, terutama April ini banyak dinamika yang direspons Bank Indonesia, seperti suku bunga acuan dan SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia),” kata dia.

Sri Mulyani mengatakan, Kemenkeu akan mewaspadai dampak kenaikan suku bunga acuan terhadap sektor pembiayaan. Termasuk dampaknya kepada naiknya beban pembiayaan atau cost of fund yang terjadi di perbankan.”Kami akan terus melakukan pengelolaan secara prudent,” kata dia.

Dia juga mengatakan Kemenkeu akan terus bersinergi dan berkoordinasi dengan BI terkait dinamika global yang terjadi belakangan ini. Dengan kerja sama itu, Sri Mulyani berharap stabilitas ekonomi dalam negeri tetap terjaga, tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

“BI dari sisi moneter dan kami dari fiskal, terutama terkait pembiayaan akan saling menyesuaikan dengan perubahan kondisi yang terjadi,” katanya.

“Kami akan terus memberikan guidance kepada market agar kita tetap bisa mengelola kondisi yang memang cukup dinamis, tanpa harus mengorbankan stabilitas, momentum pertumbuhan dan kredibilitas dari instrumen fiskal maupun moneternya,” kata dia.

Back to top button