Market

Subsidi Migor Rp11,2 Triliun, SPKS Ungkap Dugaan Korupsi Petinggi BPDPKS

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengungkap adanya dugaan korupsi di jajaran komite pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS). Ini terkait subsidi minyak goreng sebesar Rp11,2 triliun.

Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, BPDPKS merupakan badan layanan umum yang dimandatkan untuk mengelola dana perkebunan kelapa sawit. Badan ini didapuk untuk menyalurkan subsidi minyak goreng.

“Subsidi ini diterapkan selama kebijakan DMO. Sementara penerima subsidi ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan. Selama periode ini, BPDPKS menyalurkan subsidi sebesar Rp11,2 triliun, dengan dua tahap pembayaran. Pertama Rp3,6 triliun dan kedua sebesar Rp7,6 triliun,” kata Darto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (21/4/2022).

Menurut Darto, proses penyaluran pendistribusian subsidi ini tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Secara mandat, BPDPKS tidak memiliki kewajiban ataupun kewenangan menyalurkan subsidi untuk menstabilkan harga minyak goreng.

“Kami duga, pemberian subsidi ini terkait dengan peran konglomerat sawit (owner) yang duduk dalam komite pengarah selaku narasumber BPDPKS dengan keempat tersangka sebagai operatornya saja. Apalagi Indrasari Wisnu Wardhana, juga menduduki posisi sebagai Dewan Pengawas BPDPKS, sekaligus sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri,” ungkap Darto.

Sebelumnya, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menetapkan empat tersangka, terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya selam periode Januari 2021 hingga Maret 2022. Penetapan tersangka ini diumumkan Selasa (19/4/2022).

Keempat tersangka tersebut di antaranya Indrasari Wisnu Wardhana, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan; Parulian Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia; Togar Sitanggang, General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, serta Stanle MA, Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau.

Darto menambahkan, penyaluran subsidi ini patut diduga telah menimbulkan kerugian negara. Oleh karena itu, Kejaksaan hendaknya melakukan pemeriksaan terhadap peran BPDPKS seluruh direksi dan Komite Pengarah yang membuat kebijakan.

Apalagi menurut Permenperin No 8 tahun 2022, peran komite pengarah sangat sentral dalam pemberian subsidi dan konglomerat sawit duduk di sana termasuk pendiri Wilmar Martua Sitorus. “Ada conflict of interest, tentu saja,” timpal dia.

Apalagi, ungkap Datro, BPDPKS ini sejak 2015 sampai 2021 terus memberikan keuntungan bagi perusahaan biodisel lewat subsidi, dengan total subsidi selama periode itu Rp110,05 triliun.

Beberapa perusahaan penerima subsidi tersebut adalah perusahaan yang tersangkut kasus minyak goreng, PT Wilmar Grup (menerima subsidi biodisel Rp39,52 triliun), PT Musim Mas Grup (Rp18,67 triliun), dan Permata Hijau Grup (Rp8,2 triliun).

“Adanya penetapan tersangka ini, harus dijadikan momen untuk mengevaluasi mekanisme penyaluran subsidi oleh BPDPKS, yang selama ini dinilai tidak adil terhadap petani dan selalu menguntungkan korporasi,” ucapnya.

Oleh sebab itu, menurut Darto, penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, harus melihat lebih jauh keterlibatan aktor di pemerintahan maupun aktor korporasi.

Pendekatakan mengenali pemilik manfaat akhir, berdasarkan Perpres No. 13/2018, sangat memungkinkan diterapkan pada kasus ini. Sehingga kejaksaan dapat lebih maksimal lagi dalam mengungkap aktor-aktor yang terlibat dan mendapat manfaat dari dugaan tindak pidana ini.

Selain itu, kejaksaan diharapkan melihat peluang penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap perusahaan yang terlibat, sehingga upaya pemulihan kerugian ekonomi bisa lebih maksimal.

Untuk memaksimalkan upaya ini, menurut Darto, Kejaksaan bisa melakukan koordinasi lintas penegak hukum, termasuk malibatkan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sejak awal. “Sehingga, aliran transaksi keuangan yang mencurigakan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dapat terendus dengan maksimal,” tuturnya.

SPKS adalah organisasi petani kelapa sawit di Indonesia yang berkomitmen untuk memperkuat skala keberlanjutan, kesejahteraan dan kemandirian petani melalui pembangunan kapasitas, kelembagaan ekonomi dan fasilitasi akses petani.

SPKS saat ini memeiliki anggota 72 ribu petani kecil berada di 13 Kabupaten dan 7 Provinsi yang memiliki perkebunan sawit: Kabupaten Labura, Rokan Hulu, Siak, Pelalawan, Kuansing, Tanjabar, Sanggau, Sekadau, Sintang, Paser, Kobar dan Seruyan.

Back to top button