Market

Sesuai Penerimaan APBN, Pembayaran Utang Kuartal II Turun Jadi Rp166,5 Triliun

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan kebijakan utang yang sesuai kecenderungan pasar membuat pembiayaan utang pemerintah menjadi lebih ringan. Sebab beban bunga akan menjadi lebih ringan mengikuti kemampuan keuangan APBN.

Hal ini terlihat pada pembiayaan utang turun signifikan sebesar 15,4 persen hingga kuartal II/2023 dibandingkan dengan realisasi tahun lalu atau year-on-year (yoy).

“Pembiayaan utang sebesar Rp166,5 triliun, artinya turun drastis 15,4 persen dibandingkan tahun lalu,” ungkapnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa (1/8/2023).

Sri Mulyani menjelaskan pembiayaan anggaran yang tercapai sebesar Rp135,1 triliun tersebut sangat kecil, yaitu hanya 22,6 persen dari target tahun ini. Hal tersebut karena pembiayaan terus dikelola secara hati-hati efisien dan produktif.

Bendahara Negara tersebut juga menekankan pengadaan utang terus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi penerimaan negara dan kas negara yang cukup baik namun juga mengantisipasi volatilitas pasar keuangan.

Pembiayaan investasi (neto) sudah mencapai Rp33,4 triliun atau 19 persen dari target, utamanya untuk mendukung berbagai proyek strategis, dan peningkatan kualitas SDM, serta penyehatan BUMN.

Sementara sampai dengan semester I/2023, rasio utang negara terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 37,93 persen. Di sisi lain, dirinya melaporkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sampai dengan 28 Juli 2023 mencapai Rp529,66 triliun ini 45,17 persen dari target penerbitan SBN tahun ini sebesar Rp1.172,53 triliun.

Untuk yield SBN 10 tahun pun mengalami penguatan 66 basis poin secara year-to-date (ytd) menuju level 6,28 persen per 28 Juli 2023. Meskipun dampak kondisi global membuat aliran modal ke negara berkembang lebih selektif, termasuk ke Indonesia, nyatanya investor asing masih confidence untuk membeli surat berharga negara (SBN).

Tercatat sepanjang tahun berjalan atau year-to-date (ytd) atau hingga akhir Juli 2023, mencapai Rp91,86 triliun. “Ini terjadi di tengah volatilitas pasar keuangan global dan kenaikan subung Fed Fund Rate [FFR] yang luar biasa tinggi, ini adalah suatu prestasi yang baik,” tuturnya.

Back to top button