News

Sebut Ada “Kerajaan Kecil” di Internal KPK, IM57+ Khawatir Kasus Pungli Cuma Seremoni


Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57+ Institute) mempertanyakan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggeledah rutannya sendiri, pada Selasa (27/2) pekan lalu. Ketua IM57+ M Praswad Nugraha merasa aneh, sebab seolah lembaga antirasuah tidak mendapatkan akses sendiri di dalam kantornya untuk melakukan upaya paksa penggeledahan.

“Apakah KPK tidak mendapatkan akses di kantornya sendiri sehingga harus melakukan upaya paksa,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha, melalui keterangannya dikutip, Senin (4/3/2023).

Praswad pun mencurigai, bahwa ada “kerajaan di internal KPK yang sulit dijangkau. Ia pun khawatir, penyidikan kasus pungli rutan nantinya ada pengkondisian perkara di belakang layar.

“Apabila jawabannya adalah memang dibutuhkan, maka hal tersebut menunjukan bahwa adanya “kerajaan” kecil yang KPK tidak mampu dijangkau. Ini justru berbahaya, karena segala upaya untuk mengawasi internal kantor akan memerlukan upaya paksa. Jangan sampai upaya penggeledahan hanya menjadi seremoni saja, sehingga menghilangkan esensi proses penegakan hukum di dalamnya, termasuk penyidikan ke atasan yang membiarkan kejahatan bisa dilakukan,” ucap dia menuturkan.

Ia pun menilai, penyidikan dugaan kasus korupsi pungli rutan yang telah menetapkan 10 tersangka dan penggeledahan yang dilakukan menunjukan bahwa terdapat korupsi yang terjadi secara sistematis di internal KPK. Biang kerok dalam persoalan ini, menurut Praswad adalah revisi undang-undang KPK tahun 2019.

“Perlu adanya sistematis untuk membongkar persoalan mendasar, sehingga kejahatan ini bisa dilakukan. Penyidikan tidak akan cukup, re-design KPK perlu dilakukan untuk membangun KPK yang kembali independen dan berintegritas,” tutur dia.

Diketahui, KPK sedang menyelesaikan kasus pungli rutan secara paralel. Proses pengusutan ini tanpa ada bantuan aparat penegak hukum (APH) lainnya di luar internal KPK.

Pertama, Dewas KPK telah memberikan sanksi etik berat kepada 78 oknum petugas rutan yang terlibat pungli.  Sebagai hukuman, mereka pun telah melakukan permintaan maaf secara terbuka di internal KPK sendiri.

Dalam waktu dekat, Dewas bakal mensidangkan bos-bos dalam kasus pungli rutan pada 13 dan 14 Maret 2024. Diantaranya yaitu Karutan KPK Achmad Fauzi, Plt Karutan, dan PNYD dari Polri.

Saat ini KPK, sedang melakukan proses pendisiplinan terhadap 90 pegawai KPK yang ditangani oleh  tim inspektorat KPK. Adapun ancaman proses pendisiplinan ini  pemecatan.

Selain itu, di ranah penyidikan yang ditangani oleh Deputi Penindakan, KPK telah menetapkan lebih dari 10 orang tersangka dan telah melakukan penggeledahan di rutan cabang KPK, Merah Putih KPK K4, ACLC KPK C1, dan Pomdam Jaya Guntur pada pekan lalu.

Dalam penggeledahan tersebut ditemui dokumen catatan yang berkaitan dengan sejumlah uang pungli di rutan. Barang bukti disita oleh tim penyidik KPK untuk analisis lebih lanjut.

Diketahui, praktik pungli ini telah berjalan secara terstruktur sejak tahun 2018 hingga 2023. Peristiwa terjadi di Rutan Cabang KPK yakni Rutan Merah Putih C4, ACLC C1, dan Pomdam Jaya Guntur. Total praktek pungli mencapai Rp 6 Miliar.

Untuk mendapatkan fasilitas mewah, para tahanan harus mengumpulkan uang kepada tahanan yang dituakan yang disebut koordinator tempat tinggal (korting) atau uang tersebut diserahkan kepada keluarga/orang kepercayaan tahanan. Uang dikumpulkan diberikan kepada oknum petugas rutan yang disebut “Lurah”. Lalu, lurah memberikan uang itu kepada oknum petugas rutan lainnya. Adapun aktor yang membentuk mekanisme ini adalah Eks koordinator keamanan dan ketertiban di Rutan KPK, Hengki.
 

Back to top button