News

Usut Kasus TPPO, Komisi III DPR: Jalin Kerja Sama Lintas Instansi

Anggota Komisi III DPR RI, Didik Mukrianto, menegaskan bahwa untuk mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Polri perlu menjalin kerja sama lintas instansi. Ia menekankan, kejahatan perdagangan orang sangat tidak manusiawi karena mengeksploitasi manusia, baik dari sisi ekonomi maupun seksual.

“Perlu ada kerja sama lintas instansi dalam mengusut kasus TPPO, apalagi yang melibatkan oknum aparat. TPPO adalah kejahatan trans nasional serta kejahatan serius terhadap kemanusiaan dengan memanfaatkan sindikat,” ujar Didik dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Jika tidak dimitigasi dan dicegah kejahatan itu, kata Didik, korban akan terus berjatuhan dan Indonesia akan terus menjadi sumber atau tempat transit kejahatan TPPO. “Bahkan menjadi penerima kejahatan trafficking yang cukup besar khususnya Jabar, NTB, Jatim, dan Jateng,” ungkap Didik.

Meskipun demikian politikus dari Fraksi Partai Demokrat ini mengapresiasi Polri yang mengungkap keterlibatan salah satu oknum perwira menengah dalam kasus TPPO. Polri pun diminta untuk menindak tegas tersangka yang diketahui berdinas di Mabes Polri dengan pangkat AKBP itu apabila terbukti bersalah.

“Mengingat sedemikian masifnya kejahatan TPPO dan korbannya terus berjatuhan, maka saya berharap gugus tugas dan Kepolisian harus terus mengambil langkah-langkah tegas untuk melakukan penindakan tanpa pandang bulu. Termasuk menindak para oknum aparat kotor yang menjadi beking kejahatan ini,” kata Didik.

Didik meneruskan, penindakan kejahatan TPPO perlu ditangani secara serius dan berkesinambungan karena pada praktiknya kasus perdagangan orang banyak yang melibatkan jaringan kuat baik secara lokal, nasional maupun Internasional. “Kejahatan ini juga memungkinkan dibackup oleh orang-orang kuat termasuk oknum-oknum aparat pemerintah, oknum polisi, oknum TNI,” ungkap Didik.

Seperti diketahui, Propam Polda Lampung saat ini sedang mendalami keterlibatan oknum Pamen berinisial AKBP L dalam kasus TPPO. Hal ini lantaran rumah mewah milik AKBP L dijadikan tempat penampungan 24 warga NTB korban perdagangan orang.

Selain itu, Polisi Militer AL (Pomal) juga tengah memeriksa oknum TNI AL karena diduga terlibat di kasus pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang ditangani Polres Bintan. Pihak Pomal sedang mendalami peran Kopka M yang rumahnya dikontrakkan untuk menampung PMI ilegal.

Didik pun memuji langkah Polri yang membentuk Satuan Tugas (Satgas) TPPO sebagai langkah penegakan hukum dari maraknya kasus-kasus TPPO, yang mayoritas terkait dengan PMI ilegal. Sejak Satgas ini dibentuk, berbagai kasus perdagangan orang maupun praktik pengiriman dan penempatan PMI ilegal ke negara tujuan dapat diungkap serta digagalkan. “Saya mengapresiasi langkah-langkah cepat gugus tugas yang dipimpin oleh Kapolri dalam melakukan penindakan TPPO belakangan ini,” tutur Didik.

Dalam keterangannya, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengungkap adanya keterlibatan oknum TNI-Polri, oknum pegawai kementerian dan BP2MI yang menjadi beking dalam kasus perdagangan orang di Tanah Air. Didik meminta aparat berwajib menindak tegas setiap oknum yang terlibat dalam kasus perdagangan orang agar tidak mencoreng nama baik Pemerintah dan penegak hukum.

Lebih lanjut, Didik memaparkan data yang disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud Md bahwa dari tahun 2020 hingga 2022, tercatat ada 1.900 jenazah korban perdagangan orang yang dipulangkan ke tanah air. “Disinyalir dua orang korban TPPO meninggal per hari, ini bisa dikatakan situasi yang sangat darurat dan harus dilakukan tindakan yang cepat dan seserius mungkin untuk mencegah, menindak para pelakunya, dan segera melindungi para calon dan korban TPPO,” paparnya.

Sementara itu berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), pada Oktober 2022 tercatat sebanyak 2.356 korban TPPO yang dilaporkan dengan korban 50,97 persen anak-anak dan 46,14 persen perempuan. “Negara harus hadir melindungi setiap tumpah darah Indonesia. Kita tidak boleh kecolongan lagi terhadap kasus perdagangan orang yang mana perempuan dan anak juga banyak menjadi korban,” tegas Didik.

Menurut Legislator dari Dapil Jawa Timur IX ini, salah satu bukti Negara hadir dan berpihak kepada korban TPPO adalah dengan memperkuat instrumen penegakan hukum. Termasuk, disampaikan Didik, dengan penindakan yang tegas terhadap siapa pun yang terlibat.

“Pemerintah juga harus terus melakukan tindakan preventif untuk mencegah jatuhnya korban-korban baru dengan mengkonsolidasikan kementerian atau lembaga di tingkat pusat, membangun sinergi yang utuh dengan pemerintah daerah dan melibatkan sebanyak mungkin partisipasi masyarakat,” terangnya.

Didik pun mendorong kerja sama antar-negara dalam membongkar setiap jaringan praktik TPPO. Dengan adanya sinergi tersebut, diharapkan Indonesia mendapatkan informasi akurat dalam melakukan tindakan penegakan hukum. “Untuk jangka menengah dan panjang, Pemerintah harus membangun kerja sama dengan berbagai negara khususnya negara tetangga dan negara-negara tujuan para tenaga kerja Indonesia,” imbau Didik.

Komisi III DPR yang membidangi urusan penegakan hukum dipastikan akan terus mengawal kasus-kasus TPPO yang sudah menjadi momok di Indonesia. Didik berharap seluruh stakeholder dan lapisan masyarakat dapat menjadi garda terdepan dalam tindakan pencegahan TPPO.

“Kasus perdagangan orang di Indonesia dinilai dapat diminimalisir apabila ada kesadaran bersama terhadap persoalan ini. Apabila menemukan adanya indikasi PMI yang akan ditempatkan melalui jalur non-formal atau mengetahui tempat penampungan PMI ilegal, segera laporkan kepada pihak berwajib,” tutur Didik.

Back to top button