Hangout

“Rumah Sakit Indonesia” dari Rakyat Nusantara untuk Palestina

Bangunan berbentuk segi delapan itu berdiri megah di wilayah perbukitan Jabaliyah, di pinggir terusan jalan utama Beit Layiyah, Gaza, Palestina. Dinding luarnya berwarna putih tulang mendekati warna kecoklatan.

Di tembok bagian depan bangunan terpampang tulisan “Rumah Sakit Indonesia”. Sebaris tulisan berbahasa Arab yang menerjemahkan tulisan tersebut dipajang di bawahnya. Di bagian paling bawah tertulis kalimat berbahasa Inggris “Donated from Indonesia People”. Sumbangan dari seluruh rakyat Indonesia.

Seolah olah tulisan itu ingin mengabarkan kepada seluruh dunia, bahwa rumah sakit yang berada di Gaza itu adalah sebuah tanda cinta rakyat Indonesia untuk saudara saudara mereka di Gaza, Palestina.

Ya… itulah salah satu buah karya sumbangsih rakyat Indonesia untuk rakyat Palestina yang diinisiasi oleh Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia yang dulunya dikomandoi Almarhum dr Joserizal Jurnalis SpOT.

Minggu (27/8/2023) kemarin, MER-C meluncurkan buku “Menghimpun Kebesaran Allah” sebuah kisah perjalanan pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina. Buku ini sekaligus kado ulang tahun ke 24 MER-C.

Buku setebal 249 halaman itu bercerita seputar kebesaran Allah dalam proses pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza.

“Ini patut disyukuri karena sudah lama kami mengidamkan sebuah ‘biografi’ perjalanan MER-C mengabdi pada Bangsa. Kami mengucapkan terima kasih kepada relawan yang telah mendermakan waktu dan tenaga dalam berjuang membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza,” tulis Ketua Presidium MER-C Dr Sarbini Abdul Murad dalam kata pengantar buku.

“Kapada almarhum dokter Joserizal Jurnalis yang telah berdedikasi begitu besar kepada Palestina, semoga Allah berikan tempat mulia di sisi-Nya. Demikian juga dengan almarhum Ir Ahmad Fauzi yang telah berjuang dengan tekun mengawal pembangunan Rumah Sakit Indonesia sampai selesai,” tambah Sarbini.

Pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza ini adalah sumbangan dari seluruh rakyat Indonesia, terutama dari Aceh. Pemerintah dan rakyat Aceh menggalang dana hingga hampir tujuh miliar rupiah untuk mendukung proyek ini.

Tak hanya rakyat Aceh, hampir seluruh rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote, telah memberikan bantuan dan terlibat dalam proses pembangunan ini. Itu sebabnya, semua nama ruangan dan kamar diberi nama tokoh-tokoh Indonesia, termasuk ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang diberi nama Teungku Chik Ditiro.

Pada hari-hari biasa, ruang IGD ini menangani hingga 450 pasien. Namun, ketika konflik antara Gaza dan Israel memuncak, jumlah pasien bisa meningkat lebih dari 1.000 orang. Ruangan ini menjadi saksi bisu dinamika konflik yang terjadi, tetapi juga menjadi simbol kepedulian dan empati rakyat Indonesia terhadap saudara-saudara mereka di Palestina.

Diresmikan pada 9 Januari 2016, Rumah Sakit Indonesia dengan luas bangunan 10.000 M2 dan berdiri di atas lahan seluas 1,6 hektar ini, tidak hanya menyediakan bangunan, tetapi juga peralatan kesehatan kelas dunia, dari ranjang hingga laboratorium, dan CT Scan.

Mengapa di Palestina?

Mengapa jauh jauh di Palestina, sementara Indonesia juga masih butuh rumah sakit? Inilah pertanyaan yang sering disampaikan kepada MER-C.

Jika kita mundur ke belakang, ide mendirikan rumah sakit di Gaza ini tidak timbul sebagai keputusan semalam. Di tengah nestapa rakyat Gaza yang menghadapi agresor Israel akhir tahun 2008, timbul kepedulian rayat Indonesia untuk menolong saudaranya yang jauh di sana.

“Menggabungkan besarnya amanah dana yang dititipkan rakyat Indonesia kepada MER-C untuk Gaza dan fakta di lapangan, maka wujud sumbangan mengerucut menjadi pembangunan rumah sakit,” tutur almarhum Joserizal dalam sebuah kesempatan.

Whatsapp Image 2023 08 28 At 13.03.51 - inilah.com
Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (tengah) menandatangani buku “Menghimpun Kebesaran Allah” didampingi Ketua Presidium MER-C Dr Sarbini Abdul Murad (kiri) dan Pimpinan Jamaah Muslimin Hizbullah Imam Yakhsallahu Mansyur, Minggu (27/8/2023). (Foto: Inilah.com/Wiguna Taher)

Sementara itu Presidium MER-C dr Arief Rachman menyebut, membantu Palestina bukan satu-satunya program MER-C. Sebelum MER-C secara terbuka mengirimkan bantuan ke Gaza pada 2009, MER-C sudah punya program klinik sosial di Indonesia. Pada 2006, ada sekitar 50 klinik sosial MER-C di seluruh Indonesia.

“Kalau kita bicara mengapa tidak bangun rumah sakit di Indonesia, apakah masalah kesehatan Indonesia hanya selesai dengan rumah sakit?” kata Arief saat tampil sebagai pembicara talkshow dan launching buku “Menghimpun Kebesaran Allah”, di The Acacia Hotel, Jakarta, Minggu (27/8/2023).

Dia menyebut, banyak rakyat Indonesia tidak memiliki akses terhadap kesehatan. Maka, tahun ini MER-C memiliki program kapal kemanusiaan. Jadi, tenaga medisnya yang keliling ke masyarakat di pulau-pulau terluar di Papua.

“Jadi, memang mereka tidak butuh rumah sakit, yang dibutuhkan adalah kehadiran fisik tenaga medisnya,” kata Arief.

Arief menuturkan, puskesmas ada yang jaga, tapi bukan dokter, bidan, atau perawat. Tukang sapulah yang menjaga Puskesmas.

“Teman saya di Lampung, tidak boleh datang kesiangan karena kalau teman saya dokter di Lampung datang kesiangan, pasien disuntik sama tukang sapu,” ujar Arief.

Itu sebabnya, infrastruktur, tenaga kesehatan, dan aksesnya juga sama-sama dibutuhkan.

Dia menuturkan, berdasarkan pengalaman dan pelajaran saat bertugas di Papua, suku-suku asli di Papua harus datang ke puskesmas dengan berjalan kaki dan biaya tranportasi yang mahal.

Orang yang dikumpulkan dulu dan sebisa mungkin diupayakan sekali jalan untuk pengobatan.

“Jadi, tidak ketika anaknya demam, kemudian cari dokter, besok bapaknya sakit ke dokter lagi, boros (biaya transportasinya),” jelas Arief.

Back to top button