Market

Rencana Labelisasi Kemasan Makanan, BPOM Jangan Tebang Pilih

Para pengusaha depot air minum yang tergabung dalam Asdamindo, mendesak regulasi kemasan air minum dari BPOM tidak diskriminatif. Khususnya rencana pelabelan BPA, jangan hanya di galon guna ulang saja.

“Tentunya kami yang merasakan dampaknya. Karena, konsumen air minum isi ulang, selama ini kan menggunakan galon guna ulang, saat membeli air di depot-depot kami. Kalau galon ini dihilangkan, apa konsumen mau beli pakai ember. Kan enggak mungkin. Galon sekali pakai juga kan harus dibuang. Tidak bisa digunakan berulang-ulang,” kata Sekjen Asdamindo, M Imam Machfudi Noor, Jakarta, dikutip Jumat (18/8/2023).

Menurut Imam, wacana pelabelan BPA terhadap kemasan guna ulang AMDK (Air Minum Dalam Kemasan), dikhawatirkan berdampak kepada banyaknya usaha depot air minum yang bangkrut. Mengingat masih banyaknya anggota yang usahanya sangat kecil, dengan pangsa pasar hanya 200-300 rumah.

“Sudah puluhan tahun beroperasi, Asdamindo belum pernah mendengar adanya laporan dari para anggota bahwa konsumen mereka ada yang sakit karena mengonsumsi air minum isi ulang. Padahal wadah yang digunakan juga galon guna ulang,” ujar Imam.

Ketua PWI Jaya, Sayid Iskandarsyah mengatakan, regulasi kemasan pangan, tidak bisa dilakukan terhadap satu produk tertentu saja. Tapi harus dilakukan secara menyeluruh. Selain itu standar kesehatan yang ada di Indonesia juga harus diterapkan tanpa tebang pilih apabila menyangkut pada perlindungan konsumen.

Dia mengungkapkan bahwa tentu kebijakan yang akan dikeluarkan nantinya bakal memicu pro dan kontra di tengah masyarakat. Namun, sambung dia, regulasi yang tidak tebang pilih harus mengedepankan kepentingan masyarakat dan bukan golongan atau pengusaha tertentu.

Salah satu kebijakan yang saat ini banyak dibicarakan di media adalah rencana Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), mengeluarkan kebijakan pelabelan BPA pada kemasan galon. Intinya, pelabelan bebas BPA tidak boleh tebang pilih.

“Betul. Jadi memang sebaiknya kalau saya menghimbau bahwa seluruh kemasan, baik itu kemasan plastik, kaleng ataupun apapun yang mengandung unsur BPA itu sebaiknya memang dilabelkan oleh BPOM,” kata Sayid.

Peneliti Bisnis dari UII, Sahid Hadi meminta BPOM tidak tebang pilih dalam menyediakan kepastian layanan kesehatan terhadap masyarakat. Menurutnya, kebijakan yang dibuat BPOM jangan sampai malah menimbulkan persaingan bisnis yang tidak sehat.

Dia mengatakan, BPOM sebagai kepanjangan tangan pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan apapun produk pangan yang beredar di pasar. Dia menegaskan, artinya BPOM harus melakukan penelitian keamanan terhadap seluruh kemasan pangan dan bukan hanya fokus pada BPA saja.

Dia melanjutkan, kebijakan yang parsial hanya akan merugikan masyarakat sebagai konsumen dan melanggar hak mereka atas kesehatan secara keseluruhan. Dia mengatakan, masyarakat hanya akan mendapatkan segelintir hak kesehatan saja dari pemerintah apabila yang diwajibkan oleh BPOM ke pelaku usaha itu hanya zat BPA.

“Tapi BPOM hanya mewajibkan satu itu aja, nah itu justru sangat berpotensi untuk mengakibatkan atau menimbulkan kebijakan yang dampaknya itu diskriminatif pada pelaku usaha. Dan itu yang sebenarnya enggak boleh dilakukan oleh BPOM,” katanya.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra memastikan, penggunaan galon guna ulang sebagai kemasan pangan aman dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan apapun bagi manusia. Sehingga, sambung dia, tidak perlu ada pelabelan BPA dalam kemasan pangan apapun.

“Semua sudah aman karena sudah memenuhi standar nasional, sudah mendapatkan izin edar dari BPOM,” katanya.

Pakar kebijakan kesehatan ini melanjutkan, pemerintah atau otoritas terkait juga tidak perlu repot-repot membahas labelisasi BPA. Dia menegaskan, saat ini semua kemasan pangan yang beredar di masyarakat telah melewati standarisasi.

Back to top button