News

Rekam Jejak Anies di DKI Dinilai Tak Mencerminkan Konsep Perubahan

Konsep perubahan jadi ‘dagangan’ Anies Baswedan untuk berlaga di kontestasi Pilpres 2024. Bila melihat ke belakang, bisa terlihat bahwa gaya kepemimpinan bakal calon presiden (bacapres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan ini, lebih banyak menghasilkan gimmick-gimmick pembangunan bukan perubahan, ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.

Tentu rapor merah soal kebijakan yang dianggap sarat gimmick bisa jadi batu sandungan Anies untuk berlaga di pemilu nanti. Terdapat beberapa proyek yang tidak bermanfaat bagi publik tapi memakan banyak anggaran. Seperti pembangunan sejumlah tugu.

Salah satu contohnya, tugu bambu getah getih memakan anggaran sekitar Rp550 juta yang lalu dibongkar karena lapuk setelah tegak berdiri 11 bulan di Kawasan Bundaran HI. Selain itu ada juga tugu sepatu dibongkar karena terkena aksi vandalisme dan instalasi Batu Gabion seharga Rp150 Juta yang kemudian dibongkar juga.

“Pembangunan publik yang bersifat bermanfaat bagi masyarakat, utamanya rakyat pinggiran, menjadi satu hal yang harus dikedepankan dan diutamakan justru malah terabaikan di era Anies,” kata peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad, saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Minggu (20/8/2023).

Selain kebijakan yang disebut sarat gimmick, terdapat juga beberapa kebijakan yang tidak bisa tuntaskan Anies dengan baik selama lima tahun kepemimpinannya di Ibu Kota.

Adapun sejumlah kebijakan Anies saat menjadi Gubernur DKI Jakarta yang belum terselesaikan, di antaranya program normalisasi dan naturalisasi justru mandek karena aliran air sungai tidak dibenahi, alhasil banjir tetap terjadi. Belum lagi masalah sampah di Jakarta, Anies tak serius membangun Intermediate Treatment Facility (ITF) sebagai salah satu solusi sampah di Jakarta.

Selain itu, program Anies untuk rumah DP nol rupiah jauh dari target yang awalnya direncanakan sebanyak 250.000 unit bakal dibangun serta proyek ini dikorupsi oleh anak buahnya. Sejalan dengan rumah DP nol rupiah, program Oke Oce juga tak sesuai harapan. “Ada yang dilakukan misalnya bikin sumur resapan, itu pun tidak maksimal,” ujar Saidiman.

Ia pun lantas membandingkan dengan kebijakan yang dilakukan pada saat kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Menurutnya, selama kepemimpinan Ahok, yang jauh lebih kontroversial, justru malah membawa perubahan yang berarti bagi masyarakat. Salah satu contohnya ketika ada kebijakan untuk menormalisasi sungai yang banyak bermasalah.

“Kontroversial, tetapi dia memang mengacu bahwa sungai ini harus dinormalisasi mau tidak mau, kalau tidak yang tidak lancar aliran airnya, ada persoalan banjir dan sebagainya,” jelasnya.

Selain persoalan riwayat kebijakan yang dinilai bisa jadi keraguan besar publik memilih Anies, ada juga label politisasi agama yang tidak bisa dihilangkan. Bahkan Surya Paloh, Ketum NasDem, salah satu pengusung Anies pun mengaku berat untuk menghilangkan cap politik identitas yang melekat pada Anies usai Pilkada DKI 2017.

“Anies mengedepankan aspek majoritarianism, merangkul semua. Jadi sisi-sisi identitas justru Anies memakai itu,” kata Saidiman menutup sesi wawancara.

Back to top button