News

Polusi Udara dan Ancaman Kematian

Udara segar memberimu perasaan yang paling memuaskan. Kini, udara segar menjadi sebuah barang yang langka. Polusi udara lambat laun merobek paru-paru manusia, tidak ada lagi modal untuk bernapas lega. Seakan hidup segan matipun enggan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut Air pollution is one of the greatest environmental risk to health (Polusi udara adalah salah satu risiko lingkungan terbesar terhadap kesehatan). 

Warga Jakarta dan sekitarnya terpaksa hidup di tengah kualitas udara yang sangat buruk. Tidak ada piihan untuk menolak menghirup udara yang tercemar polusi ini. Bahayanya juga tidak main-main, bisa mengakibatkan gangguan pernapasan hingga menyebabkan kematian.

Menurut IQAir yang dikutip Minggu (27/8/2023), Jakarta saat ini berada di peringkat kedua di bawah Kampala, Uganda dari seluruh dunia dengan kualitas udara terburuk.

Akibatnya, kondisi udara ini dikategorikan ke dalam kelompok tidak sehat bagi kelompok sensitif dengan indeks 175.

Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengingatkan masyarakat akan bahaya polusi yang semakin nyata. Menurutnya, dampak polusi udara yang semakin memburuk terjadi pada meningkatnya batuk dengan banyak dahak, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) hingga penyakit berat lainnya.

Berdasarkan data yang disampaikan WHO di tahun 2019, polusi udara memiliki pengaruh terhadap 6,7 juta kematian dari seluruh dunia di tahun tersebut. Dari jumlah tersebut, ternyata 4,2 jutanya banyak disebabkan oleh polusi udara amibien, atau udara bebas yang biasa kita hirup sehari-hari.

“Sisanya karena polusi udara dalam ruangan,” kata Prof Tjandra kepada Inilah.com, Jakarta, Jumat (25/8/2023).

Mengacu pada jurnal karya Prof Philip J Landrigan dan kawan-kawan yang dirilis oleh The Lancet pada 3-9 Februari 2018 bertajuk The Lancet Commission on pollution and health, menjelaskan terjadi setidaknya 9 juta kematian akibat polusi udara di dunia. Artinya, polusi ini menyebabkan setidaknya 1 dari 6 kematian.

“Khusus untuk negara India saja, terjadi hampir 1,6 juta kematian akibat polusi udara di tahun 2019. Artinya, 17,8 persen kematian di India pada 2019 terjadi akibat polusi udara,” ungkapnya.

Kasus ISPA Meroket

Alih-alih menurut pemerintah polusi udara yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), kendaraan bermotor hingga bahan bakar minyak, masyarakat pun dibuat bingung.

Tidak lagi harus berharap dengan siapa, kini warga Jakarta dan sekitarnya hanya bisa pasrah dan tidak ada pilihan. Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap kasus polusi udara ini.

Para orang tua kini kembali khawatir seperti saat pandemi COVID-19 melanda dunia. Anak-anak saat ini tidak lagi bebas bermain ke luar rumah tanpa menggunakan masker.

Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirasi IDAI, Darmawan Budi Setyanto menjelaskan kelompok yang paling terimbas akibat dari adanya polusi udara adalah anak-anak. Anak-anak memiliki kondisi fisik yang belum sepenuhnya sempurna sehingga lebih rentan.

“Salah satu faktornya adalah karena baik fisik maupun imunitas anak-anak belum sepenuhnya terbentuk sehingga mereka menjadi lebih rentan. Salah satu penyakit yang dapat menghantui seorang anak akibat polusi udara adalah pneumonia,” ungkap Darmawan.

Dampak polusi bagi kondisi kesehatan anak-anak dapat mengalami gangguan kesehatan lainnya yang meliputi gangguan tumbuh kembang, perkembangan mental dan motorik terganggu, kekurangan atau penurunan berat badan secara drastis, kanker, dan besar kemungkinannya untuk mengidap serangan jantung, diabetes, dan stoke ketika tumbuh dewasa.

Hal yang sangat mengecewakan adalah ketika masyarakat tidak hanya anak-anak tetapi juga kelompok dewasa dan lanjut usia (lansia) di Jakarta dan sekitar jatuh sakit. ISPA menjadi salah satu penyakit yang kini banyak ditemukan di Jakarta, Tangerang dan sekitarnya.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta periode Januari hingga Juni 2023 terdapat 638.291 kasus ISPA. Jika dilihat lebih detail lagi, peningkatan ISPA tertinggi terjadi pada Bulan Maret 2023 dengan 119.734 kasus.

Pada bulan berikutnya, yaitu April hingga Mei terjadi penurunan kasus infeksi saluran pernapasan di Jakarta. Namun nyatanya hal ini tidak berlangsung lama sebab pada bulan Juni kembali meningkat menjadi 102.475 kasus.

Tidak hanya itu, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mencatat sebanyak 29 ribu warganya terserang ISPA. Hal ini juga imbas dari polusi udara yang terjadi.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangsel, Allin Hendralin Mahdaniar mengakui penyakit ISPA memang mengalami peningkatan sejak Januari hingga Agustus 2023.

Fenomena El Nino

Tjandra Yoga menyebut fenomena El Nino, atau fenomena cuaca yang terjadi akibat peningkatan suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan Timur menjadi salah satu penyumbang terpuruknya kondisi udara di Jakarta dan sekitarnya.

Bahkan, Tjandra menyebut ada potensi yang berasal dari pembakaran hutan yang semakin memperburuk kualitas udara.

“Akan baik kalau dari sekarang maka hal ini perlu dilakukan antisipasi dan preparedness yang diperlukan,” ungkapnya.

Akibatnya, keluhan utama yang tengah dirasakan masyarakat Jakarta dan sekitarnya, yaitu Jabodetabek, adalah batuk dan ISPA.

Sebagai Penasihat PDPI, Prof Tjandra lantas menyarankan masyarakat yang sudah memiliki gejala tersebut untuk banyak air putih sebagai pengencer dahak sehingga mudah dikeluarkan dan napas menjadi lebih lega.

“Kalau ingin konsumsi obat batuk yang dijual bebas maka ingat ada tiga jenisnya, pengencer dahak (mukolitik), pengeluar dahak (ekspektoran) dan penekan batuk kering (antitusif). Pilihlah sesuai kebutuhan,” ujarnya.

Sedangkan ISPA merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus. Untuk itu, penanganan penyakit ini dapat dilakukan dengan mengkonsumsi antibiotik yang baik serta istirahat yang cukup.

“Tentu kalau ISPA tidak kunjung membaik maka (pada sebagian kecil kasus) dapat berkembang menjadi infeksi yang lebih berat, sampai ke pneumonia dan lain-lain,” jelasnya.

Pemerintah Harus Gercep Atasi Polusi Udara di Jakarta

Situasi pencemaran udara yang kian buruk harus segera diatasi dengan cepat. Pemerintah seperti jalan ditempat dan terkesan lamban dalam menangani kasus kualitas udara ini.

Padahal, Tjandra Yoga menyebut tindakan atau keputusan yang tepat dari pemerintah sangat diharapkan tanpa harus mengorbankan masyarakat yang merasakan efek negatif dari polusi udara ini. Salah satu contohnya adalah dengan menangani kemacetan lalu lintas.

“Kemacetan lalu lintas tentu punya peran amat penting, dan perlu penanganan segera,” ujarnya.

Mengambil contoh di India, pemerintah setempat melakukan pembatasan terhadap kegiatan pembangunan yang justru menimbulkan debu di sekitarnya.

Ditambah, negeri tersebut memiliki peraturan yang ketat mengenai polusi yang dihasilkan dari kendaraan, khususnya mobil, harus melakukan pemeriksaan. Tempat pemeriksaannya pun dinilai mudah ditemui.

“Selain itu, di New Delhi di berbagai perempatan besar (yang macet) ditempatkan pot-pot tanaman, bahkan dalam bentuk semacam dinding berdiri dengan berbagai pot. Juga, karena di New Delhi pada hari raya tertentu maka ada yang tinggi kejadian polusi udara karena mercon sepanjang hari atau malam, maka pada hari raya tertentu dilarang penggunaan mercon,” ucapnya.

Selanjutnya, Prof Tjandra menilai perlu dilakukan surveilans untuk mengetahui peningkatan penyakit pernapasan atau gangguan kesehatan lainnya akibat dari memburuknya polusi udara. Sebagai contoh di Australia, terjadi peningkatan keluhan sesak napas di berbagai IGD rumah sakit seiring dengan data yang menunjukkan adanya kebakaran semak-semak.

“Terakhir, tentu perlu dilakukan pemantauan kesehatan dan penanganan gangguan kesehatan, baik jangka pendek maupun kemungkinan ada tidaknya dampak jangka panjang. Untuk itu pemantauan secara kohort perlu dilakukan,” ucapnya.

Cara Cepat Atasi Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan

Untuk mengatasi tingkat kesehatan yang semakin memburuk seiring dengan tingginya kadar polutan di Jakarta dan sekitarnya, Prof Tjandra menyarankan, pertama, masyarakat untuk membatasi aktifitas fisik yang berada di daerah dengan kadar polusi tinggi.

Meskipun tidak mudah dilakukan, namun langkah ini dinilainya sebagai upaya untuk mencegah semakin memburuknya kesehatan masyarakat.

“Ada juga pertanyaan tentang masker. Tentu masker tidak sepenuhnya dapat mencegah polutan udara masuk ke paru, tetapi setidaknya dapat membantu, selain juga mencegah penularan penyakit lain,” jelasnya.

Kedua, ia mengingatkan masyarakat yang memiliki penyakit pernapasan dengan tingkat kronik, maka mereka harus mengonsumsi obat secara rutin sesuai dengan ketentuan yang ada.

Ditambah, jika terjadi perburukan terhadap penyakit tersebut, Prof Tjandra menegaskan untuk segera berkonsultasi kepada petugas kesehatan atau setidaknya mengonsumsi obat yang sudah dianjurkan untuk meredakan.

“Ketiga, dengan sedang adanya polutan di udara maka jangan tambah polusi lain masuk ke paru dan saluran napas kita, seperti janganlah merokok dan jangan membakar, serta upayakan jangan melakukan kegiatan yang menambah polusi udara di sekitar kita,” ujarnya. (TIKA/VONITA)

Back to top button