News

PSN Air Bangis Silakan Lanjut, tapi Pikirkan Juga Penghidupan Warga

Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang direncanakan oleh Pemprov Sumatra Barat (Sumbar) di desa Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar telah membuat warganya berdemonstrasi selama lima hari berturut-turut.

Hal ini dikarenakan, lahan sawit yang menjadi sumber mata pencaharian mereka, juga ikut masuk menjadi bagian dari proyek ini. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, menilai seharusnya ada dialog terlebih dahulu antara Pemprov Sumbar dengan warga setempat.

“Mestinya dibicarakan lebih dahulu ya, karena kalau ada pro kontra kemungkinan ada banyak yang tidak setuju, tidak sepaham. Artinya semua kebijakan itu harus dibicarakan bukan hanya dalam tataran negara ya, pemerintah, tapi dalam tatanan publik, masyarakat,” terang Ujang kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (6/8/2023).

Ujang menilai tentu baik pemerintah pusat maupun Pemprov, harus memberikan kompensasi yang layak bagi warga setempat. “Memberikan pekerjaan yang layak, bukan hanya pekerjaan setahun dua tahun, tapi pekerjaan yang permanen. Karena hidup mereka itu kan bukan hanya setahun dua tahun, tetapi hidup mereka seumur hidup bahkan anak cucu mereka ada disitu,” terangnya.

Karena, jika warga digusur begitu saja tanpa ada kompensasi yang didapatkan, Ujang khawatir ketka masyarakat semakin susah dan kelaparan, hal ini akan menimbulkan tindakan kriminal nantinya. “Ujungnya ya kalau orang lapar, diperlakukan tidak adil, maka ya jangan sampai mereka membuat tindakan-tindakan yang kriminal,” jelas Ujang.

Diketahui, PT Abaco Pasifik Indonesia akan menanamkan modal sebesar Rp150 triliun untuk PSN Air Bangis. Nantinya akan dibangun kilang minyak di lokasi tersebut. Jika proyek ini berjalan akan menjadi kilang minyak terbesar di Indonesia dan banyak membuka lapangan kerja.

Akan tetapi PSN ini membutuhkan lahan sekitar 30 ribu hektare maka lahan-lahan sawit yang selama ini mereka tanam akan termasuk dalam bagian proyek tersebut. Kabarnya, warga sudah dilarang untuk memanen hasil lahannya, sehingga terdampak pada ekonomi keluarga mereka. Oleh karena itu mereka menuntut agar proyek itu dihentikan, dengan berdemonstrasi di kantor Gubernur Sumatra Barat (Sumbar).

Total ada 1.500 massa yang ikut dalam aksi tersebut. Demonstrasi ini dilakukan sejak Senin (31/7/2023). Namun, hingga Jumat (4/8/2023), Gubernur Sumbar tak pernah menemui pedemo. Gubernur disebut justru menemui massa tandingan dan bersilaturahmi di saat salat subuh.

Puncaknya, pada Sabtu (5/8/2023), warga dan mahasiswa melakukan dialog dengan Pemprov Sumbar di Kantor Gubernur Sumbar. Belum selesai dialog antara perwakilan masyarakat, mahasiswa dan Pemprov Sumbar, anggota Kepolisian Polda Sumbar menurut Indira melakukan tindakan represif untuk membubarkan secara paksa masyarakat dan pendamping yang berada didalam Masjid Raya.

Aparat, tidak hanya melakukan pembubaran secara paksa, tetapi juga melakukan penangkapan terhadap masyarakat, mahasiswa dan pendampingan hukum. “Berdasarkan informasi terdapat 4 orang masyarakat, 3 orang mahasiswa dan 7 orang pendamping hukum yang ditangkap dan dibawa secara paksa ke Polda Sumbar,” kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani, Sabtu (5/8/2023).

LBH memandang, tindakan kepolisian tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena upaya paksa tersebut jelas melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan Kemerdekaan menyampaikan Pendapat dimuka umum sebagaimana UUD 1945, DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Back to top button