Kanal

Polah Amerika Serikat di Timur Tengah Rusak Reputasinya Sendiri


Meskipun mengakui bahwa lobi Israel bukanlah satu-satunya penentu keputusan AS di kawasan, Mearsheimer berpendapat bahwa lobi mempunyai pengaruh yang besar, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan Israel. Mersheimer mengatakan lobi tersebut secara efektif mengarahkan kebijakan AS yang seringkali mengun-tungkan kepentingan Israel, namun seringkali mengorbankan kepentingan Amerika yang lebih luas.

Oleh    :  Beni Sukadis

Pada Jumat (12 April), Amerika Serikat (AS) memberikan peringatan bahwa serangan Iran ke Israel akan segera terjadi. Peringatan AS menjadi kenyataan, Sabtu, 13 April 2024, militer Iran (IRGC) telah menyerang beberapa pangkalan militer Israel dengan ratusan drone, rudal jelajah, dan rudal balistik dari Iran dan Yaman. Sasaran serangan Iran khususnya adalah pangkalan udara Israel di Nevatim dan pangkalan di Mount Hermon. Dunia terkejut dengan serangan Iran, namun tidak ada korban sipil dan tentara Israel yang dilaporkan.

Meningkatnya ketegangan baru-baru ini antara Iran dan Israel telah mempertanyakan kebijakan luar negeri AS yang sudah lama mendukung Israel tanpa syarat. Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran membenarkan serangan tersebut dan menghubungkannya dengan Operasi Janji Sejati, yang diluncurkan sebagai pembalasan atas apa yang mereka anggap sebagai kejahatan Israel yang menargetkan Kedutaan Besar Iran di Suriah pada 1 April lalu. Serangan ini mengakibatkan kematian 12 orang, termasuk dua jenderal senior dari Pasukan elit Quds IRGC. Israel tidak membenarkan atau menyangkal tanggung jawabnya atas serangan Kedutaan tersebut, sehingga situasi ini masih diselimuti dengan keraguan.

Eskalasi ini mengikuti konflik selama berbulan-bulan di wilayah Timur Tengah, khususnya serangan yang dilakukan Israel di Jalur Gaza, yang telah mengakibatkan banyak korban jiwa di pihak Palestina dan meningkatkan ketegangan regional. Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 30.000 perempuan dan anak-anak dalam Upaya Zionis melenyapkan Hamas dan membebaskan warganya yang ditangkap dalam serangan Hamas, Oktober tahun lalu.

Hassan Barari, pakar dari Universitas Qatar, berpendapat bahwa meskipun serangan Iran merupakan sebuah eskalasi, serangan tersebut juga merupakan langkah yang diperhitungkan dan diukur. Dia berpendapat bahwa pernyataan Iran kepada PBB, yang mengindikasikan bahwa serangan tersebut “mengakhiri” permasalahan tersebut, menunjukkan keinginan untuk menghindari pembalasan lebih lanjut dari Israel dan mendapatkan kembali kehormatan tanpa terlihat lemah di mata proksinya. Namun, dampak serangan ini terhadap konflik Israel yang sedang berlangsung di Gaza masih belum pasti, bergantung pada interpretasi Israel terhadap situasi tersebut.

Presiden AS Joe Biden mengutuk serangan Iran dan menjanjikan langkah diplomatik yang terkoordinasi dengan sekutu G7. Meskipun Amerika Serikat menegaskan kembali dukungan kuatnya terhadap keamanan Israel melalui pembicaraan telepon dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, tanggapan pemerintahan Biden mencerminkan suatu tindakan penyeimbangan yang rumit antara mendukung Israel dan meredakan ketegangan di kawasan.

Hubungan khusus antara AS dan Israel selama beberapa dekade tercermin dalam pidato PM Benjamin Netanyahu di hadapan Kongres AS pada tahun 1996 dan juga pernyataan pemimpin Israel lainnya. Pada saat itu Netanyahu mengakui besarnya dukungan yang diberikan Amerika Serikat kepada Israel, dengan menekankan tidak hanya bantuan politik dan militer tetapi juga bantuan ekonomi yang signifikan. Ia menggambarkan dukungan ini sebagai sesuatu yang “besar dan luar biasa,” yang menggarisbawahi kedalaman hubungan antara kedua negara. 

Selain itu, data dari tahun 2005 menunjukkan bahwa bantuan ekonomi dan militer AS kepada Israel berjumlah $154 miliar, yang didanai oleh pembayar pajak Amerika Serikat.

Jumlah bantuan yang besar ini menegaskan peran penting Amerika Serikat dalam memperkuat keamanan dan pembangunan ekonomi Israel selama bertahun-tahun. Tingkat dukungan ini mencerminkan kemitraan jangka panjang dan aliansi strategis antara kedua negara.

Ketika ketegangan meningkat dan konflik terus berlanjut, dinamika dukungan AS terhadap Israel mendapat banyak sorotan, sehingga mendorong evaluasi ulang terhadap kebijakan bantuan tanpa syarat yang sudah lama ada. John Mearsheimer, ilmuwan politik terkemuka AS, berpendapat dalam bukunya yang terkenal, The Israel Lobby and the US Foreign Policy (2007), bahwa lobi Israel secara signifikan membentuk kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah. 

Meskipun mengakui bahwa lobi Israel bukanlah satu-satunya penentu keputusan AS di kawasan, Mearsheimer berpendapat bahwa lobi mempunyai pengaruh yang besar, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan Israel. Mersheimer mengatakan lobi tersebut secara efektif mengarahkan kebijakan AS yang seringkali mengun-tungkan kepentingan Israel, namun seringkali mengorbankan kepentingan Amerika yang lebih luas.

Selanjutnya, Mearsheimer menyoroti kompleksitas hubungan AS-Israel dan interaksi antara upaya lobi dalam negeri dan pengambilan keputusan kebijakan luar negeri AS. Meskipun lobi Israel mungkin mendukung kebijakan yang dianggap terbaik bagi Israel, Mearsheimer memperingatkan bahwa kebijakan ini pada akhirnya dapat merugikan kepentingan AS dan Israel. Perspektif ini tentu menambah pertanyaan kritis terhadap kebijakan lama AS yang memberikan dukungan tanpa syarat kepada Israel, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang keselarasan kebijakan tersebut dengan tujuan strategis yang lebih luas dan konsekuensinya terhadap stabilitas regional.

Selain itu, dukungan yang tak tergoyahkan AS terhadap Israel mungkin akan menimbulkan dampak yang lebih besar dari yang diperkirakan, terutama dibandingkan dengan apa yang dianggap oleh sebagian orang sebagai respons yang tidak terlalu serius terhadap penderitaan yang dialami oleh penduduk Palestina di Gaza. Invasi Israel ke Gaza selama hampir tujuh bulan telah mengakibatkan kehancuran dan korban jiwa yang besar, dengan perkiraan 30.000 warga sipil terbunuh. Agresi brutal ini telah menuai kecaman dari banyak pemerintah, organisasi internasional, dan individu di seluruh dunia, yang mengecam tindakan Israel sebagai tindakan yang berlebihan dan tidak proporsional.

Ada anggapan luas bahwa Amerika Serikat menerapkan standar ganda dalam pendekatannya terhadap konflik Palestina-Israel, khususnya dari dunia Islam. Seiring berjalannya waktu, keengganan AS untuk campur tangan secara tidak memihak dalam masalah ini, yang sering menguntungkan sekutunya, yakni Israel, akhirnya berisiko merusak reputasi AS sebagai pejuang nilai-nilai kemanusiaan. Kesenjangan dalam perlakuan ini pada akhirnya dapat melemahkan posisi Amerika Serikat sebagai pengemban standar global atas prinsip-prinsip seperti keadilan, kejujuran dan penghormatan hak asasi manusia.

Beberapa waktu terakhir, Amerika Serikat sering menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk memblokir resolusi yang mengkritik operasi militer Israel di Gaza. Sikap ini telah menyebabkan meningkatnya kekecewaan masyarakat global terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat di kawasan ini, karena banyak orang menganggap kebijakan tersebut lebih mengutamakan kepentingan Israel dibandingkan kepentingan kemanusiaan dan hukum internasional. Akibatnya, simpati dan dukungan global semakin beralih kepada rakyat Palestina yang telah lama mengalami penindasan dan kekerasan yang secara sistematis dilakukan militer Israel.

Kesenjangan antara dukungan AS terhadap Israel dan tanggapannya terhadap penderitaan rakyat Palestina menggarisbawahi rumitnya pertimbangan moral dan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah. Meskipun aliansi AS-Israel tetap menjadi landasan kebijakan luar negeri Amerika, kerugian yang diakibatkan oleh kemitraan ini dan implikasinya terhadap stabilitas regional terus memicu perdebatan. Ketika konflik terus berlanjut dan jumlah korban meningkat, Amerika Serikat menghadapi tekanan yang semakin besar dari dunia internasional untuk menilai kembali pendekatannya dan memprioritaskan upaya untuk mencapai resolusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat. [ ]

*Beni Sukadis adalah konsultan keamanan nasional di Marapi, Jakarta. 

Back to top button