Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai, industri komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap. bakal meroket jika peniadaan batasan 15 persen berjalan lancar.
“Tentu saja itu kabar baik bagi industri, hal tersebut akan memacu perkembangan produksi komponen PLTS dapat menjamur di dalam negeri,” kata Fahmy, Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Asal tahu saja, PLN menerapkan aturan pembatasan untuk pemassangan PLTS atap sebesar 15 persen dari total daya terpasang. Regulasi ini membuat konsumen berpikir ulang sebelum memutuskan untuk memasang PLTS atap. Kini, PLN mulai melunak. Kabarnya bakal tak ada lagi pembatasan.
Masih kata Fahmy, selama ini, komponen serta perlengkapan pembangkit tenaga surya, khususnya panel surya atap, mayoritas impor. Sehingga, biaya pemasangan serta perawatan panel surya, menjadi mahal. Karena itu tadi, adanya impor.
Dengan besarnya minat pemasangan panel surya, otomatis merangsang industri untuk bergerak, menciptakan komponen yang dibutuhkan. Selain itu, pemenuhan bauran energi baru terbarukan (EBT) akan mudah terpenuhi secara nasional jika ada kelebihan energi.
“Jika rumah tangga dan industri khususnya memasang panel surya, jika ada energi berlebih itu nanti bisa disalurkan kepada PLN tentu saja itu hal baik jika harga serta keekonomian bisa tercapai,” katanya.
Namun, kata Fahmy, aturannya harus dibuat detil, agar tidak menjadi dua mata pisau bagi PLN yang berkurang pelanggannya atas banyaknya instalasi mandiri energi surya.
Dari pihak industri atau penyedia layanan panel surya, CEO PT Sumber Energi Surya Nusantara (Sesna), Rico Syah Alam, merespons positif informasi tersebut. “Peniadaan pembatasan 15 persen ini akan mem-boost kembali perkembangan penggunaan PLTS Atap di Indonesia. Konsumen utamanya industri dapat memasang PLTS Atap dengan kapasitas maksimal sehingga nilai investasi ataupun listrik bersih yang dihasilkan oleh PLTS Atap menjadi lebih kompetitif,” ujar Rico.
Dia menyebutkan, listrik bersih dapat dihasilkan lebih banyak, sehingga dapat membantu industri untuk mengurangi Carbon Footprint lebih besar dan cepat. Menurutnya saat ini industri PLTS di Indonesia masih dalam tahap perkembangan, sehingga diperlukan business environtment yang stabil. Dukungan pemerintah melalui peraturan serta insentif yang tepat guna masih dibutuhkan untuk dapat mengejar ketertinggalan dari negara tetangga dalam implementasi teknologi PLTS.
Terkait komponen, ia memberikan pandangan teknologi baterai penunjang PLTS sudah berkembang dengan baik untuk dapat menciptakan iklim industri yang kompetitif. Terkait pembatasan pemasangan maksimal 15 persen, PLN telah menjelaskan tidak adanya pembatasan tersebut.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Aturan itu menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018.
Meski aturan tersebut menyatakan kapasitas maksimum sistem PLTS atap mencapai 100 persen dari daya tersambung pelanggan PLN, namun realisasinya pelaku industri masih belum bisa memasang pembangkit listrik matahari dan hanya terbatas sampai 15 persen.
Iwan Purwantono
