Hangout

PGRI NTT Sarankan Kajian Mendalam terkait Kebijakan KBM Mulai Pukul 5.30 Pagi

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Simon Petrus Manu, meminta adanya kajian mendalam dan sosialisasi terkait kebijakan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) di 10 SMA/SMK di Kota Kupang yang dimulai pukul 5.30 Wita. Menurutnya, usia rata-rata siswa SMA/SMK masih berkategori anak-anak dan membutuhkan waktu istirahat yang cukup.

“Perlu dilakukan kajian mendalam dan sosialisasi terkait pelaksanaan KBM pukul 05.30 Wita yang melibatkan pemangku kepentingan di bidang pendidikan,” kata Simon Petrus Manu dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (1/3/2023).

Selain itu, banyak siswa yang kesulitan mendapat transportasi umum ke sekolah pada rentang waktu pukul 05.00-05.30 pagi, terutama siswa perempuan yang rawan terhadap tindakan asusila.

“Khususnya untuk siswa perempuan sangat rawan terhadap begal dan ancaman tindakan asusila seperti ancaman pemerkosaan, kekerasan seksual dan lainnya,” katanya.

Petrus Manu juga menyarankan agar pemerintah provinsi NTT mengkaji indikator keberhasilan belajar terkait menuju 200 sekolah terbaik di Indonesia melalui kajian mendalam dan kolaborasi dengan semua pihak.

Selain itu, PGRI NTT juga menyebutkan bahwa kebijakan KBM mulai pukul 5.30 Wita ini dapat berdampak buruk pada kesehatan siswa, terutama pada sistem saraf dan pencernaan.

Petrus Manu menambahkan bahwa sebelum kebijakan ini diimplementasikan, seharusnya dilakukan kajian terlebih dahulu untuk melihat dampaknya secara menyeluruh. Selain itu, sosialisasi juga perlu dilakukan agar semua pihak, terutama siswa dan orang tua, memahami konsekuensi dari kebijakan ini.

Kendati begitu, PGRI NTT tidak menolak sepenuhnya kebijakan KBM mulai pukul 5.30 Wita ini. Mereka mengusulkan agar kebijakan ini dapat diterapkan secara bertahap, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan dan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan siswa.

Sebagai langkah awal, PGRI NTT menyarankan agar kebijakan ini hanya diterapkan pada beberapa sekolah terlebih dahulu untuk melihat dampaknya. Jika hasilnya positif, baru kemudian kebijakan ini dapat diterapkan secara lebih luas.

PGRI NTT juga mengingatkan bahwa pendidikan bukan hanya soal hasil akademik semata, tetapi juga soal kesejahteraan dan kesehatan siswa. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil harus selalu mempertimbangkan hal tersebut.

Back to top button