Market

Pesawat Dibakar dan Pilotnya Disandera OPM, Susi Air Tekor Besar

Pasca tragedi pembakaran serta penyanderaan Philips Max Mehrtens, pilot maskapai Susi Air di Papua, maskapai perintis Susi Air tekor besar. Serta menimbulkan kegalauan bagi pebisnis maskapai. Papua menjadi tak aman dan tak ramah investasi.

Seperti disampaikan Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang juga pemilik Susi Air, pembakaran pesawat serta penyanderaan pilot cukup berdampak kepada operasional. “Hampir 40 persen operasiona penerbangan di Papua terhenti. Secara spesifik, sebanyak 70 persenoperasional penerbangan jenis porter menjadi terhenti. Akibatnya, sejumlah tempat yang selama ini dilayani penerbangan perintis di Papua, akses menjadi terputus,” ungkap Susi dalam jumpa pers di Jakarta Timur, Rabu (1/3/2023).

Saat ini, lanjut Susi, pilot Susi Air yang yang dilanda galau. Mereka mengalami ketakutan serta tak percaya diri untuk terbang ke Papua. Apalagi, hingga hari ke-22, Kapten Philips masih diandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). ‘Rasa confident (percaya diri) pilot kami, terpengaruh. Sehingga tidak memungkinkan adanya penerbangan lagi di wilayah (Papua) pegunungan,” kata Susi

Dengan belum dibebaskannya Kapten Philips yang merupakan pilot andalan Susi Air, Susi kehawatir akan banyak pilot yang mengundurkan diri, alias resign. Khususnya pilot yang bisa melintas di bumi Papua.

Sedangkan, Donal Fariz, kuasa hukum Susi Air menyebut kerugian atas pembakaran pesawat serta penyanderaan pilot oleh TPNPB-OPM sejak 7 Februari 2023, lebih dari Rp30,4 miliar. Mengacu kepada harga pesawat yang dibakar senilai US$2 miliar atau setara Rp30 miliar (kurs Rp15.000/US$). “Jadi harga pesawat itu saja US$2 juta dan tidak diproduksi lagi sekarang, sudah close,” kata Donal.

Sedangkan kerugian materil terkait penculikan pilot, Donal mengaku sulit dihitung angkanya. “Susah saya menghitungnya, yang jelas satu frekuensi penerbangan itu, nilai subsidi pemerintah lebih kurang Rp14 jutaan satu flight per jam. Saat ini, penerbangan 22 hari ke Kabupaten Nduga, tidak lagi bisa terlaksana. Nilai kerugian pesawat itu 2 juta dolar AS,” katanya.

Untuk itu, lanjut Donal, Susi Air akan terus berkoordinasi dengan pemerintah khususnya Direktorat Angkutan Udara Kementerian Perhubungan. Karena, subsidi yang diterima Susi Air berasal dari APBN. “Makanya Bu Susi tadi sampaikan teman-teman, yang diterima Susi Air itu adalah terbang oleh negara, karena jenisnya adalah subsidi dari APBN dan APBD dan per jam itu lebih kurang Rp14 juta atau Rp15 juta tergantung daerah masing-masing,” katanya.

Back to top button