Market

Pertamina ‘Egois’ Tak Turunkan Harga BBM Saat Harga Minyak Rendah

Rencana kenaikan harga Pertalite membuat publik kembali terkejut setelah kenaikan harga Pertamax per 1 April 2022. Pertamina pun jadi terkesan ‘egois’. Mengapa?

Sebab, ingatan masyarakat kembali ke tahun 2020 di mana harga minyak mentah dunia saat itu berada di level belasan dolar AS per barel. Akan tetapi, Pertamina tak menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

“Pada 2020 sebenarnya merupakan peluang bagi Pertamina untuk menurunkan harga BBM. Namun, Pertamina tidak melakukannya. Padahal, harga minyak di kisaran belasan dolar AS per barel,” kata Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual  kepada Inilah.com di Jakarta, Senin (18/4/2022).

David mengungkapkan, dulu saat kecenderungan harga minyak menurun, Pertamina sudah memiliki mekanisme yang baik di mana setiap dua pekan sekali perseroan melakukan penyesuaian harga BBM non-subsidi. “Secara risiko fiskal dan Pertamina jadi sehat baik secara perusahaan maupun APBN,” ujarnya.

David menyesalkan, mekanisme tersebut kini tak lagi berjalan karena pemerintah memiliki pertimbangan lain sehingga harga Pertamax tidak turun saat harga minyak mentah dunia rendah.

“Kebijakan energi sangat sensitif terhadap berbagai sisi ekonomi kita dan sering kali ini dipolitisasi,” timpal David.

Produksi minyak Indonesia terus turun dari 2 juta barel pada era Orde Baru menjadi 600-700 barel per hari. “Indonesia sekarang menjadi dilematis. Tiba-tiba harga BBM melonjak seperti ini. Kalau tidak dinaikkan, persolannya akan merembet ke APBN dan Pertamina,” papar David.

Pertamina Tak Turunkan Harga BBM Saat Harga Minyak Rendah

Saat Pertamina menahan harga BBM jenis Pertalite Rp7.650 dan Pertamax Rp9.000 pada April 2020, harga minyak mentah jenis Brent turun ke level US$15,6 per barel. Cash flow dan likuiditas Pertamina pun menjadi sehat karena keuangan perseroan surplus.

Namun, masyarakat rugi karena harga BBM tak turun. Padahal, harga minyak setelah mencapai US$15,6 per barel pun saat itu belum mengalami kenaikan terlalu tinggi di kisaran US$30-40 per barel pada periode Mei-November 2020.

“Pertamina tidak menurunkan harga BBM mungkin ada proyeksi bahwa penurunan harga minyak bersifat sementara karena pengaruh pandemi. Harapannya setelah Pandemi pulih permintaan kembali naik,” ungkap David.

Pertamina ‘Egois’ Tak Turunkan Harga BBM Saat Harga Minyak Rendah - inilah.com
Tren harga minyak mentah dunia jenis Brent dalam lima tahun terakhir. Dok: macrotrends.net

Namun demikian, keuangan Pertamina awal 2021 mulai tergerus meskipun masih surplus. “Mulai pertengahan 2021, keuangannya mulai negatif karena harga minyak sudah mengarah ke US$80-90 per barel dan pada 2022 sudah di atas US$100 per barel,” papar dia.

Memang, David mengakui, setelah mobilitas masyarakat mulai membaik di 2021, Pertamina tidak menaikkan harga BBM. “Baru menaikkan pada 1 April 2022 untuk Pertamax dan Pertamax Turbo. BBM jenis tersebut memang untuk kalangan menengah atas yang tidak bersubsidi sejak awal mengikuti mekanisme pasar,” ujarnya.

Kini beban keuangan Pertamina dan APBN semakin berat. Akibatnya, harga Pertalite pun rencananya bakal naik menyusul harga Pertamax yang sudah naik duluan.

“Ini karena belum ada tanda-tanda harga minyak akan turun. Jika perang berakhir, harga minyak akan cepat turun dan Pertamina tak perlu menaikkan kembali harga BBM dan kembali ke harga semula,” timpal David.

Di atas semua itu, ia menegaskan, dua faktor yang membuat harga minyak tetap akan tinggi. Pertama, pandemi COVID-19 di banyak negara yang memasuki fase endemic sehingga aktivitas perekonomian mulai pulih. Kedua, faktor itu diperparah oleh perang Rusia-Ukraina.

“Tapi, belum semua negara pulih dari COVID-19 seperti China yang kembali melakukan lockdown. Transportasi udara juga belum semuanya pulih,” imbuhnya.

Back to top button