News

Perludem: Pengadilan Rakyat Perlu untuk Koreksi Pemilu yang Tak Jurdil


Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai pengadilan rakyat atau mahkamah rakyat perlu dilakukan agar mampu mengoreksi Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 dan menjaga iklim demokrasi ke depannya.

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, untuk Asia Tenggara, pengadilan rakyat pernah dilakukan dalam konteks kecurangan pemilu di Malaysia.

Menurut pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) itu, warga negara Indonesia punya kewajiban untuk memastikan bahwa pelaksanaan pemilu itu tidak menjadi bagian dari demokrasi yang cacat.

“Dalam praktiknya, yang harus kita pastikan bukan hanya pemilu yang reguler, tetapi juga pemilu yang autentik, pemilu yang genuine, pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia (Luber) serta jujur dan adil (Jurdil),” kata Titi dalam diskusi daring bertema ‘Mahkamah Rakyat untuk Keadilan Pemilu, Perlukah?’ yang digelar di Jakarta, Senin (15/4/2024).

Titi melanjutkan, terkait dengan proses perselisihan hasil pemilu, hal itu adalah salah satu mekanisme yang disediakan oleh konstitusi untuk menyelesaikan salah satu masalah hukum pemilu yang terjadi, dalam hal ini adalah soal hasil.

“Problemnya adalah saat ini, Mahkamah Konstitusi berada dalam situasi yang problematik. Karena salah satu persoalan yang menjadi fondasi perselisihan hasil pemilu dikontribusikan oleh Mahkamah Konstitusi itu sendiri, yaitu adanya putusan MK Nomor 90/PUU/XXI/2023,” jelas Titi.

Ia menekankan putusan MK itulah yang memberikan karpet merah kepada putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka untuk maju di Pilpres 2024. Titi juga menganggap hal itulah yang menimbulkan keragu-raguan apakah bisa diwujudkannya keadilan.

“Karena MK sebagai institusi formal, praktiknya itu menjadi bagian dari problem itu sendiri yang menjadi persoalan mengapa kemudian orang mempermasalahkan proses Pemilu 2024. Akan berbeda kalau perselisihan hasil pemilu itu tidak berkaitan dengan problematika yang diakibatkan oleh MK itu sendiri,” tuturnya.

Titi menilai hal inilah yang menjadi dilema terbesar dalam keadilan Pemilu 2024 lantaran institusi formal yang diberi tugas menyelesaikan masalah hukum pemilu adalah bagian dari masalah hukum itu sendiri, mengingat adanya putusan MK Nomor 90.

Karena itu, lanjut Titi, beralasan dan relevan partisipasi dan peran masyarakat di dalam mengawal pemilu yang autentik itu bisa dihadirkan melalui koridor-koridor alternatif, yaitu mahkamah rakyat di beberapa negara.

“Karena institusi atau mekanisme formal, itu masih menjadi suatu keragu-raguan oleh pihak-pihak yang ingin memastikan keadilan pemilu itu bisa terwujud,” tambah dia.

Back to top button