News

Perintah Jaksa Agung Moratorium Kasus Peserta Pemilu Berbau Politik

Kalau Kejagung mau berpolitik, main saja politik. Tapi, kasus yang sekarang sudah disidik

berdasarkan fakta, terukur, jangan dibiarkan

Langkah Jaksa Agung ST Burhanuddin moratorium proses hukum para peserta Pemilu 2024 merupakan hal yang harus dicermati agar tidak menimbulkan polemik dan jadi black campaign. Penundaan itu hingga proses pesta demokrasi selesai, mulai dari pemilihan calon anggota legislatif, kepala daerah, hingga calon presiden dan wakil presiden.

Seyogianya, hukum itu dijadikan Panglima bukan malah di bawah ketiak politik. Bahkan, keputusan Jaksa Agung itu berpotensi melanggar Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) serta akan memiliki keterkaitan dengan kenaikkan risiko korupsi di negeri ini.

Mengenai hal itu, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan, Kejagung harus memilah kasus yang akan menimbulkan polemik dengan yang tidak terlebih dahulu. Jika ada kasus yang sudah berjalan penyidikannya, kata dia, hal itulah yang diprioritaskan untuk dituntaskan terlebih dahulu.

“Harus selektif, kasus yang sudah berjalan harus dituntaskan. Tidak ada yang boleh dibiarkan,” kata Margarito saat berbincang dengan Inilah.com, Rabu (30/8/2023).

Margarito mengingatkan, jangan sampai instruksi Jaksa Agung ini justru hanya untuk melindungi orang yang akan menjadi tersangka. “Kalau ada calon tersangka di situ berdasarkan fakta dan bukti, orang-orang itu akan jadi tersangka, jangan sampai orang itu dilindungan dengan kebijakan (Jaksa Agung) itu. Harus dituntaskan itu,” kata Margito.

Kecuali, kata dia, kasus dugaan korupsi yang berdasarkan laporan dari masyarakat itu bisa ditunda dahulu hingga Pemilu 2024 selesai. Tetapi, kata dia, kalau kasus kriminal dan kasus yang sudah berjalan di Kejagung itu ditunda maka akan menimbulkan persepsi yang tidak baik terhadap institusi Adhyaksa itu.

“Kecuali kalau yang tertangkap tangan, mau apa (harus diselesaikan)? Tapi kalau berdasarkan laporan orang ini dan segala macam, saya rasa masuk akal untuk ditunda. Karena setelah itupun kasusnya tidak hilang. Tetapi kalau (kasusnya) sekarang naik (dan tidak ditindaklanjuti) ya suka atau tidak, kejaksaan akan dinilai sebagai alat politik,” katanya.

Moratorium Jaksa Agung
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis (Foto:Istimewa)

Kalau ada caleg atau peserta Pemilu 2024 yang terlibat kasus kriminal, kata dia, hal itu juga kudu diselesaikan. Kejagung harus menimbang, kata dia, level kasusnya kalau caleg melakukan KDRT dan kriminal lainnya itu harus diselesaikan.

“Kalau kasusnya menyangkut politik yang bisa dilakukan penyidikannya nanti ya bisa ditunda. Tapi kalau kriminal ya harus segera diselesaikan. Penganiayaan, tidak ada kaitannya dengan persepesi (korupsi, penggelapan, TPPU) kayak-kayak yang begitu,” kata Margarito.

Margarito menduga, instruksi Jaksa Agung itu penuh dengan unsur politik. Pasalnya, kata dia, kebijakan itu muncul menjelang Pemilu 2024. “Kayaknya kebijakan-kebijakan itu kalkulasinya-kalkulasi politik,” kata Margarito.

Meski demikian, dia tidak mempermasalahkan politik yang dimainkan oleh Jaksa Agung dalam instruksinya itu. Asalkan, kata dia, hukum tetap harus diprioritaskan.

“Tapi yang sekarang sudah disidik berdasarkan fakta, terukur, terjengal, jangan dibiarkan (ditunda). Harus segera diselesaikan,” kata Margarito.

Dia mengatakan, Kejagung tidak boleh menunda kasus seseorang yang sudah memiliki unsur korupsi untuk dijadikan tersangka. Apalagi, kata dia, kasus yang sudah berjalan lama di Kejaksaan Agung.

“Kalau calon tersangka orang-orang yang berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan di dalam penyidikan nah itu yang harus dijadikan tersangka, jadikan tersangka. Jangan ditunda,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Staf Khusus (Stafsus) Menteri Sekretaris Negara ini.

Margarito menegaskan, tidak ada alasan calon anggota legislatif (caleg) yang melakukan korupsi dan terkena operasi tangkap tangan (OTT) ditunda penyidikannya.

“Jangan dibiarkan dengan alasan tahun politik (korupsi), caleg segala macam, enggak (peduli tahun politik),” katanya.

Meski demikian, dia tidak mempermasalahkan jika Kejagung ingin berpolitik. Kendati demikian, sambungnya, kasus yang saat ini sedang berjalan harus dituntaskan terlebih dahulu.

“Kalaupun Kejagung berpolitik itu biasa saja. Enggak apa-apa kalau Kejagung mau berpolitik, main saja politik. Tapi, kasus yang sekarang sudah disidik berdasarkan fakta, terukur, jangan dibiarkan,” tuturnya.

Whatsapp Image 2023 08 27 At 19.05.15 - inilah.com
Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin. (Foto:Dok Kejagung).

Jika perkara yang sedang berjalan tidak diselesaikan, kata dia, hal itu perlu dicurigai. Jangan sampai, kata dia, Kejagung melindungi orang yang sudah memenuhi bukti namun tidak ditetapkan sebagai tersangka. “Itu kan enggak benar,” ujarnya.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menginstruksikan jajarannya terutama jaksa yang bertugas di bidang intelijen dan tindak pidana khusus untuk cermat dan berhati-hati saat menerima dan menangani aduan korupsi yang melibatkan calon presiden dan calon wakil presiden.

Dalam instruksi yang sama, Burhanuddin juga meminta jaksa berhati-hati menerima dan menangani laporan dugaan korupsi yang melibatkan calon anggota legislatif dan calon kepala daerah demi mengantisipasi adanya black campaign kepada mereka menjelang dan selama tahapan Pemilu 2024.

Selain itu, Jaksa Agung memerintahkan jajarannya untuk menunda pemeriksaan, baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan terhadap mereka sejak para calon itu resmi ditetapkan sebagai calon presiden, calon wakil presiden, calon anggota legislatif, dan calon kepala daerah sampai seluruh rangkaian proses dan tahapan pemilihan selesai.

Jaksa Agung dalam siaran resminya menjelaskan memasuki tahun politik institusi Kejaksaan rawan menjadi alat yang dipergunakan untuk menyerang calon-calon tertentu. Oleh karena itu, dia kembali menegaskan perlunya kehati-hatian mencegah ada kampanye hitam (black campaign) terselubung.

Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung mengingatkan jajarannya Kejaksaan netral dan tidak memihak salah satu calon.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, instruksi penundaan sementara proses hukum kasus korupsi yang melibatkan peserta Pemilu 2024 tak memiliki dasar hukum. Pasalnya, kata dia, pihaknya belum menemukan dalil hukum yang membenarkan hal itu.

“Jelas tidak berdasarkan hukum dan sangat menyesatkan,” katanya kepada wartawan belum lama ini.

Menurut dia, seyogianya Burhanuddin selaku Jaksa Agung memahami proses hukum yang memiliki tolok ukur yang jelas. “Instruksi JA itu melanggar HAM yang mengharapkan wakil rakyat atau kepala daerah bersih dari praktik korupsi,” katanya.

Maka itu, dia mendesak, partai politik membatalkan pengusungan eks narapidana atau napi kasus korupsi sebagai bakal calon anggota legislatif (bacaleg) Pemilu 2024. Sebab, pencalonan para bacaleg yang notabene pernah mencuri uang negara ini hanya akan merugikan rakyat.

“Dorongan kami sederhana, kepada partai politik untuk sesegera mungkin mencoret mantan terpidana korupsi dari daftar calon sementara (DCS). Kesempatan itu masih ada,” kata Kurnia.

Back to top button