Market

Pengamat: ‘Pertamini’ dan ‘Pertabotol’ Biang Kerok Ambruknya Pertashop

Wacana membolehkan Pertashop menjual BBM bersubsidi seperti Pertalite bukan solusi untuk mengatasi lesunya bisnis outlet penjualan BBM nonsubsidi itu.

“Persoalan yang dikeluhkan pengusaha Pertashop tidaklah serta-merta diatasi dengan menjadikan Pertashop ikut menyalurkan BBM bersubsidi,” ujar Sofyano Zakaria, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) di Jakarta, Jumat (21/7/2023).

Menurut dia, sangat tidak tepat jika ada pemikiran mengalihkan penyaluran Pertalite dari SPBU ke Pertashop. Alasannya, keberadaan SPBU di seluruh wilayah Indonesia, sejak awal dirancang untuk menyalurkan segala jenis BBM. Tetnu saja, sesuai dengan aturan yang berlaku.

Masalah yang dialami pengusaha Pertashop, kata Sofyano, pada intinya adalah tidak atau kurang lakunya BBM nonsubsidi yang dijualnya karena Pertashop harus bersaing dengan pengecer BBM nonsubsidi tak resmi yang dengan bebas bisa menjual BBM nonsubsidi atau bahkan BBM penugasan seperti Pertalite. “Pertashop ini dikelilingi Pertamini dan ‘Pertabotol’ atau penjual BBM dalam botol, dibiarkan bebas menjual Pertalite yang harganya di bawah Pertamax,” kata Sofyano.

Sofyano menilai, kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta BPH Migas seharusnya mampu mencegah rembesnya Pertalite ke penjual BBM tidak resmi (Pertamina dan Pertabotol) yang memicu tidak lakunya Pertamax milik Pertashop.

“Keberadaan ‘Pertamini’ dan ‘Pertabotol’ juga perlu mendapat perhatian pemerintah. Para pelakunya seharusnya bisa dibina dan dijadikan juga sebagai mitranya Pertamina dalam menyalurkan BBM Pertamax dalam skala yang sesuai dengan keberadaan mereka,” katanya.

Di sisi lain, Pertashop seharusnya bisa menjadi peluang bisnis bagi UKM dan mempermudah masyarakat khususnya di pedesaan dalam memperoleh BBM.

Sudah saatnya Pertamina juga meninjau kembali ketentuan tentang sarana dan fasilitas yang wajib dibangun pada Pertashop sehingga investasi untuk Pertashop tidak lagi sebesar ratusan juta seperti yang terjadi selama ini. Dengan demikian maka beban buat usaha Pertashop bisa ditekan serendah mungkin.

Pertamina juga harus memperhatikan dengan benar soal jarak antara SPBU dengan Pertashop yang pada awalnya ditetapkan minimal 10 km dan juga jarak antar Pertashop yang idealnya sekitar 5 km.

“Ini harus jadi aturan yang standar dan wajib dilaksanakan dengan konsisten sehingga tidak merugikan para pihak yang menyalurkan BBM,” tegasnya.

Ia menambahkan Pertashop harus menjadi peluang bisnis bagi UKM dan mempermudah masyarakat khususnya masyarakat perdesaan dalam memperoleh BBM. Karenanya, keberadaan Pertashop harus mendapat perhatian dan dukungan penuh pemerintah, misalnya dikenakan bunga rendah jika menggunakan kredit dan juga bebas dari pungutan resmi lainnya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, pekan lalu, Gabungan Pengusaha Pertashop mengeluhkan minimnya nilai transaksi di gerai yang mereka kelola. Mereka mengusulkan agar pemerintah mengizinkan Pertashop menjual BBM Pertalite dengan harga nonsubsidi seperti yang berlaku di SPBU Vivo.

Back to top button