News

Pengamat: Konsorsium 303 Peruncing Friksi Internal Polri

Penangkapan Irjen Teddy Minahasa terkait kasus narkoba semakin mengungkap borok di tubuh Korps Bhayangkara. Menguatkan asumsi terjadinya perang jenderal pada institusi pengayom masyarakat. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto meyakini friksi internal sudah meruncing sejak bagan Konsorsium 303 tersebar di ruang publik.

“Asumsi star war itu muncul sejak bagan Konsorsium 303 (tersebar) yang disusul mafia tambang dan sebagainya,” kata Bambang, kepada Inilah.com, belum lama ini.

Dia tidak mempersoalkan situasi tersebut asalkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersikap profesional melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Polri. Sebab Kapolri Sigit memiliki peran sentral dalam menuntaskan kemelut di institusi sekaligus melakukan konsolidasi internal untuk memastikan berjalannya reformasi birokrasi.

“Perang antar-gerbong itu silakan-silakan saja, saling bongkar itu tidak akan menjadi masalah, bila Kapolri tegas, lurus pada komitmen dan visi misinya sebagai pemegang amanah UU Nomor 2 Tahun 2002,” terangnya.

Menurutnya, dalam kondisi sekarang ini kelihaian dan kemampuan Kapolri Sigit diuji. Konflik yang terjadi harus diatasi dengan baik. Pasalnya kemelut di tubuh Polri sudah menjadi perhatian nasional mengingat belum lama ini pula jajaran perwira Polri termasuk Sigit dikumpulkan Presiden Jokowi di istana. Pertemuan tersebut dapat dibaca seperti peringatan terakhir dari kepala negara kepada jajaran Polri untuk segera berbenah karena citranya di mata masyarakat sedang terpuruk.

“Bisa dibaca sebagai peringatan terakhir bagi jajaran Polri, terutama Kapolri. Kalau tidak tuntas, sepertinya presiden sudah mempersiapkan pengganti,” jelas Bambang.

Dia menilai Sigit harus memposisikan diri menjadi wasit yang adil dan tidak berat sebelah dalam mengatasi konflik internal. Sikap tersebut juga harus terlihat dari penanganan perkara-perkara yang membuat Polri terpuruk, dimulai kasus Ferdy Sambo, tragedi Kanjuruhan, pemberantasan judi online hingga Teddy Minahasa.

“Manajemen konflik itu juga diperlukan dalam sebuah organisasi untuk memacu kompetisi personel mengejar prestasi. Yang terpenting pimpinan harus bisa jadi wasit yang adil dan tegas. Tidak berat sebelah,” tuturnya.

Back to top button