Hangout

Pemenuhan Gizi Anak Tidak Soal Makanan Mahal


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau masyarakat untuk memperhatikan pemenuhan gizi anak, terutama protein hewani, sebagai salah satu upaya pencegahan stunting. 

Menurut Kemenkes, pemenuhan gizi anak tidak soal makanan mahal, tetapi soal pengetahuan dan pilihan makanan yang tepat.

“Kualitas protein itu dilihat dari jenis asam aminonya, kalau untuk ibu-ibu, ibu hamil terutama, ini yang berkualitas, seperti apa proteinnya, tentu yang asam aminonya baik. Yang paling kaya, itu adalah daging, ikan, yang paling rendah ayam. Bagi anak umur 9 bulan ke atas, setiap hari sebaiknya diberi telur rebus, asam amino telur rebus lebih baik,” ujar Ketua Umum PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia), Kombes Pol Rudatin SKM, M. Si, Jakarta Kamis (25/1/2024).

Kombes Pol Rudatin menambahkan, pemenuhan gizi anak tidak harus dengan makanan yang mahal, tetapi dengan makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan usia anak. Ia memberikan beberapa contoh makanan yang kaya protein hewani, tetapi murah dan mudah didapatkan.

“Jenis asam amino yang tinggi dan murah, itu ada di hati ayam, hati ayam itu murah. Berapa sih harga hati ayam satu, Rp3 ribu perak, Itu dicampur dengan sayur, diolah, dikasih bawang merah, bawang putih, boleh, diiris aja. Jangan anggap lele remeh, lele itu proteinnya bagus. Bagaimana dengan salmon? Salmon mahal, memang omega 3, omega 6, omega 9 itu banyak dikandung ikan yang hidup di bawah laut dalam,” jelasnya. 

“Tapi itu bukan semata-mata, salmon mahal, ikan yang murah di pasar, ada kembung. kembung itu proteinnya tinggi, omega 6 dan omega 9 ada. Jadi teman-teman jangan berpikiran itu mahal, semampu kita. Ikan yang dari laut itu kan satu ekor, ada enggak sih Rp15 ribu enggak sampai, sekilo taruhlah Rp35, ribu isinya bisa 5-6, untuk anak 1 ekor cukup kok,” timpalnya.

Direktur Pengembangan Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Dr. dr. Ratna Dwi Restuti, Sp.THT-KL(K), juga mengingatkan, selain pemenuhan gizi, faktor lain yang berpengaruh pada stunting adalah kesehatan anak. Ia menyarankan agar anak mendapatkan imunisasi lengkap, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta menghindari penyakit infeksi.

“Sebenarnya penyebab stunting itu ada dua, asupan gizinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, yang kedua anak tersebut dengan penyakit. Jangan sampai anaknya sakit, salah satu caranya adalah imunisasi, kemudian jangan sampai konsumsi gizinya kurang tidak mencukupi kebutuhannya, tuturnya.

“Nah kebutuhan anak ini kan beda-beda, sesuai dengan usianya. Usia 6-8 bulan itu akan berbeda dengan usia 1-2 tahun, jadi kita harus memenuhi sesuai dengan usianya. Konsumsi gizinya harus diperhatikan, bukan hanya jumlahnya, tapi juga memenuhi zat gizi makronya, cukup karbohidratnya, cukup proteinnya, cukup lemaknya, dan sebagainya,” tambahnya.

Ratna berharap, dengan pemenuhan gizi anak yang tidak soal makanan mahal, Indonesia dapat menurunkan angka stunting dan mencapai target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di bidang kesehatan dan gizi.

Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, sekitar 21,6 persen anak Indonesia mengalami stunting dan 10 persen mengalami gizi kurang. Hal ini tentu berdampak negatif pada kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Salah satu faktor penyebab stunting adalah kurangnya asupan protein hewani pada anak, terutama pada usia 6-24 bulan. 

Padahal, protein hewani merupakan sumber zat besi, zinc, vitamin B12, dan asam amino esensial yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan otak anak.

Back to top button