Market

Mendag Zulhas: Platform E-Dagang Tak Boleh Sekaligus Jadi Produsen Barang

Platform digital penyedia fasilitas perdagangan secara elektronik atau e-dagang dilarang untuk sekaligus menjadi produsen barang. Izin yang diberikan untuk menjadi penyelenggara platform digital berbeda dengan izin menjadi produsen barang.

Hal tersebut dikatakan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan usai memberikan sambutan dalam acara Alibaba Cloud Data Management Summit, di Jakarta, Selasa (25/7/2023).

“Platform digital tidak boleh sekaligus sebagai produsen. Sebagai contoh, platform digital tertentu mulanya merupakan lokapasar, lalu ternyata memproduksi barang, ini tidak boleh. Lembaganya beda, maka izinnya beda,” ujar Mendag Zulhas.

Pernyataan Mendag itu berkaitan dengan proses revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Menurut Mendag Zulhas, pembahasan substansi revisi Permendag itu sudah melibatkan kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Koperasi dan UKM dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

Pembahasan substansi kini telah selesai. Revisi Permendag itu kini berada pada harmonisasi dengan peraturan lain yang dijadwalkan selesai pada 1 Agustus 2023.

Menurut Mendag Zulhas, substansi revisi mengatur definisi yang jelas bahwa social commerce merupakan salah satu bentuk perdagangan melalui sistem elektronik. Oleh karenanya, social commerce yang selama ini merupakan media sosial yang memfasilitasi e-dagang harus berizin, membayar pajak, dan mengurus izin barang masuk.

“Sama seperti penyedia perdagangan melalui sistem elektronik lainnya. Kalau aturannya dibedakan, kami rasa hal itu akan memukul usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” katanya.

Adapun substansi lain yang telah disepakati antarkementerian/lembaga yaitu produk. Produk yang diperjualbelikan di platform digital penyedia fasilitas e-dagang, menurut Mendag Zulhas, harus mengikuti standar Indonesia, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Standar seperti ini sama dengan standar barang yang beredar di pasar luring.

“Kami mengusulkan juga substansi harga barang (impor) yang boleh diperjualbelikan di platform digital e-dagang, yaitu minimal US$100. Ini masih jadi perdebatan antar kementerian/lembaga. Kami lihat bagaimana prosesnya saat sesi harmonisasi nanti di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” kata Mendag Zulhas.

Apabila harmonisasi bisa selesai pada 1 Agustus 2023, dalam kurun waktu satu bulan setelah itu revisi Permendag No 50/2020 bisa diimplementasikan bagi seluruh jenis platform digital yang memfasilitasi e-dagang di Indonesia.

Back to top button