Kanal

Menaruh Asa pada Hak Angket, Apa Daya Layar Tak Berkembang


Tak seperti Prabowo, Anies masuk melalui sisi kiri Gedung NasDem Tower, 

Tak ada lagi karpet merah untuk capres pemilik 24 persen suara 

Gembar gembor calon presiden Ganjar Pranowo maupun Anies Baswedan dalam merongrong partai pendukung untuk segera mengajukan hak interpelasi dan hak angket menemui titik jenuh. Terlebih pada saat ini, dimana partai pendukungnya kini mulai antri dalam barisan untuk bergabung dalam koalisi pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakilnya “Mas” Gibran Rakabuming Raka. Utamanya dalam tubuh koalisi perubahan. 

Karpet merah yang digelar Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat kunjungan Prabowo Subianto ke NasDem Tower, Jumat (22/3/2024), lebih dari cukup menggambarkan adanya keinginan NasDem bergabung dalam koalisi. Ini diakui sendiri oleh Surya Paloh.

“Karpet merah, karpet merah,” sebut Prabowo saat baru tiba di NasDem Tower.

“Sahabat sudah jadi Presiden, itu dulu,” jawab Surya Paloh.

“Kita lihat perkembangan ke depan. Fifty fifty possibility-nya (kemungkinan bergabung),” jawab Surya Paloh ketika ditawari langsung Prabowo.

Tak lama setelah kunjungan Prabowo, kebetulan Anies juga merapat. Ia mengaku dipanggil ke NasDem Tower hari itu juga. Disinilah kemudian tafsir Anies mulai ditinggalkan NasDem terlihat. Tak ada lagi penyambutan istimewa, apalagi karpet merah. Anies hanya disambut oleh Ketua DPP Partai NasDem Sugeng Suparwoto, tanpa Surya Paloh. Tak seperti Prabowo, Anies masuk melalui sisi kiri Gedung NasDem Tower.

Tafsir ini pun diamini Gibran. Putra sulung Presiden Jokowi Widodo ini terang-terangan menyebut adanya upaya loby dari partai di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM). Lebih dari satu partai kata Gibran. 

Dipanggilnya dua Menteri asal PKB Ida Fauziyah dan Abdul Halim Iskandar untuk menghadap Presiden Jokowi baru-baru ini, juga sebagailangkah menarik ke barisan koalisi.

post-cover
Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto (kanan) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh (kiri) saat memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan tertutup di NasDem Tower, Jakarta, Jumat (22/3/2024). (Foto:Antara/Galih Pradipta/am)

Dengan demikian, masih realistiskah hak angket untuk digulirkan, khususnya di koalisi perubahan?

“Ya kita liat aja perkembangan, kalau jumlahnya (pengusul) kita liat (solid) maju terus. Kalau tidak ya sudah,” jawab Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsyi, usai memberi selamat kepada Prabowo-Gibran setelah ditetapkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2024, di Kantor KPU, Rabu (20/3/2024) malam.

Sinyal hak angket layu sebelum berkembang juga tercium dari gelagat parpol pendukung Ganjar-Mahfud. Hingga saat ini belum ada langkah konkrit dari PDIP. Sejumlah politikus banteng mengaku masih menunggu titah dari Ketum Megawati Soekarnoputri. 

Perbedaan sikap yang paling mencolok ditunjukan Ketua DPP Puan Maharani, dimana berbeda dengan para elite PDIP kebanyakan, Puan hingga saat ini belum sekalipun mengeluarkan sikap soal hak angket. Juga perlu dicatat, Puan selaku Ketua DPR absen dalam rapat paripurna membahas hak angket di Gedung DPR, Senayan pada awal maret lalu.

Hak Angket Jalan Loby Parpol Masuk Koalisi

Secara teoritis sebenarnya hak angket sangat mungkin dilakukan, terlebih persyaratannya tidak terlalu berat, yaitu usulan 25 anggota DPR lebih dari satu fraksi. Tapi faktanya, perlawanan politik melalui pembentukan Hak Angket DPR kini tampaknya jauh panggang dari api. Hingga saat ini tidak ada usulan resmi dari parpol kepada pimpinan DPR. Yang ada, hanya wacana dari Ganjar maupun Anies yang kebetulan bukanlah pemimpin sebuah parpol.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS), Agung Baskoro, ketika berbincang dengan Inilah.com, menilai ada berbagai analisis mengapa asa menggulirkan hak angket layu sebelum berkembang. Alasan pertama dikarenakan pihak-pihak yang selama ini menggulirkan hak angket justru masih dalam bagian pemerintahan Jokowi.

Perlu dicatat hak angket sesuai dengan undang-undang (UU) adalah hak konstitusional yang dimiliki DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah. Artinya jika hak angket ini digulirkan, objek perkaranya adalah pemerintah. 

Jika demikian, baik PDIP, PKB maupun NasDem hingga saat ini masih dalam bagian pemerintahan Jokowi. Tersisa hanya PKS, sebagai pihak yang sempat mengeluarkan wacana saat rapat paripurna awal maret lalu. 

Menurut Agung, jika hak angket ini serius untuk digulirkan, mestinya ketiga parpol itu menarik menteri mereka keluar dari kabinet. Namun yang terjadi, hingga kini tindakan itu belum dilakukan. Pun Presiden Jokowi tidak mengambil tindakan untuk me-reshuffle para pembantunya itu.

post-cover
Pimpinan DPR membuka agenda sidang rapat paripurna ke-13 masa sidang IV 2023-2024, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024). (Foto:Inilah.com/Vonita).

Tindakan ini, menurut Agung, membuat para pihak yang mengembar-gemborkan hak angket dalam posisi terkunci.

Faktor lain, yakni soal perolehan suara hasil penetapan KPU baik Anies maupun Ganjar yang rentangnya terlalu jauh dengan Prabowo. 

Prabowo-Gibran memperoleh suara 96 juta lebih, sedangkan AMIN hanya 40,9 juta suara lebih. Apalagi dengan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang hanya 27 juta suara. Kalaupun terjadi koreksi, selisih perolehan suara tersebut terlalu mencolok dan sulit dikejar.

“Jadi relevansi angket ini menjadi kurang pas, kenapa? karena ya sekedar hanya untuk meningkatkan posisi tawar teman-teman (parpol pendukung Anies dan Ganjar) saja ketika mengajukan wacana itu, tidak lebih,” kata Agung.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin kepada Inilah.com, juga menganalisa hal yang sama. Wacana hak angket merupakan jalan bagi parpol di luar KIM untuk menaikan posisi tawar. Ujang menganalisa NasDem dan PKB kemungkinan besar akan bergabung dalam koalisi, sementara PKS bergerak ke angka 50 persen antara masuk atau memilih jadi oposisi menemani PDIP.

Direktur Citra Publik Indonesia (CPI) LSI Denny JA, Hanggoro Doso Pamungkas, ketika diajukan pertanyaan yang sama soal kemungkinan kubu di luar KIM bergabung, tidak menampik. 

Menurutnya, dengan pengumuman KPU yang menempatkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres, kini fokus parpol tidak lagi soal hak angket, melainkan mulai berhitung dimana mereka (parpol) menempatkan diri pada pemerintahan kedepan.

“Dalam sistem presidensial multi partai seperti kita, memungkinkan adanya transaksi politik, baik untuk bergabung atau sebagai oposisi, apa yang didapat dan apa yang tidak didapat,” ujar dia kepada Inilah.com.

(Nebby/Rizki).

 

 

 

Back to top button