Kanal

LEKAS PULANG, ERIL…

“Mohon keikhlasannya untuk terus mendoakan A Eril.”

Hari itu, Sabtu (28/5) Bu Cinta, panggilan akrab untuk Atalia Praratya, istri dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menulis kalimat yang membuat kita semua patah hati. Putera sulungnya, Emmeril Khan Mumtadz, dinyatakan hilang setelah hanyut di Sungai Aare, Bern, Swiss, pada Kamis (26/5) sore waktu setempat.

Saat itu Eril berenang bersama adik perempuannya, Zara, dan seorang teman. Sebelum terseret arus deras, Eril berusaha menolong adik dan sahabatnya agar sampai ke tepian sungai dengan selamat. Tetapi malang, justru Eril tak bisa menahan arus deras yang datang tiba-tiba. Konon, ia sempat berteriak minta tolong, tetapi kemudian menghilang cepat ditelan arus.

Polisi sungai, tim SAR dan pemadam kebakaran setempat pun dikerahkan, jumlahnya hingga 20 orang. Warga setempat berusaha menolong juga. Tapi hingga petang tiba Kamis itu, Eril tak kunjung ditemukan. Bahkan hingga hari ini, Senin (30/5), hampir lima hari kemudian, setelah pencarian dalam skala lebih besar dan intensif dilakukan, belum ada kabar baik yang menunjukkan tanda-tanda putera sulung Pak RK itu ditemukan.

Kabar duka ini menyebar cepat di tanah air. Semua media memberitakan hilangnya putera sulung Pak RK dan Bu Cinta itu. Semua berduka, menyampaikan belasungkawa dan berdoa untuk keselamatan Eril. Seolah-olah Eril adalah bagian dari keluarga kita, anak sulung kita, kakak kita, adik kita, keponakan kita, cucu kita. Kita tahu ini berat untuk Kang Emil dan Bu Cinta. Begitu berat.

“Mohon keikhlasannya untuk terus mendoakan A Eril.”

Saya membayangkan betapa berat Teh Atalia menuliskan kalimat itu di bio akun instagramnya. Bagaimana hancurnya hati seorang ibu yang kehilangan putera sulungnya yang sangat ia cintai dan banggakan. Bu Cinta pun mengganti gambar profil di akun media sosialnya: Sebuah foto saat ia sedang tersenyum kala dicium puteranya yang gagah itu. Ini ekspresi kesedihan yang begitu dalam dari seorang ibu.

Kabarnya, saat kejadian, Bu Cinta juga berada di pinggir sungai. Menunggui putera dan puterinya berenang. Ya Allah, bagaimana perasaannya ketika itu? Saat tahu putranya hilang? Saya membayangkan ia berlari kesana kemari meminta pertolongan, sambil menahan deras sungai di kedua matanya, sementara ada lubang besar yang tiba-tiba menganga di hatinya… Kisah ini saya dengar langsung dari sahabat saya, Kang Elpi, adik kandung Kang Emil, pamannya Eril.

Dan lima hari kata ‘Eril’ menjadi ‘trending topic’ di Twitter. Jutaan doa mengalir, ribuan tangis pecah, kata-kata yang berusaha menguatkan hati Bu Cinta dan Pak RK tak terhitung lagi. Saya membaca salah satu di antara kata-kata itu: “Our broadcaster of daily happiness is grieving.” Tulisnya. Penyiar kebahagiaan harian kita sedang berduka, katanya, disertai tangkapan layar bio Twitter Kang Emil yang menyebut dirinya ‘Broadcaster of Daily Happiness’.

“Mohon keikhlasannya untuk terus mendoakan A Eril.”

Sejak hari itu, Kang Emil belum membuat satu pun posting atau ‘story’ di akun instagramnya. Diamnya begitu sempurna menggambarkan kesedihan seorang ayah. Biasanya Kang Emil penuh keceriaan, tak jarang ia mengunggah video atau status lucu yang menghibur ‘follower’-nya. Kini sang Penyiar Kebahagiaan Harian sedang bersedih.

Namun, Pak RK adalah seorang ayah yang tegar. Saat ia diberitahu musibah yang menimpa Eril, Kang Emil masih di tengah-tengah sebuah acara di London, Inggris. Ini yang saya dengar langsung dari Bima Arya, Walikota Bogor: “Di sana kualitas pribadi seorang Kang Emil bisa kita lihat benar-benar luar biasa. Rasionalitas dan pertimbangan logisnya jalan. Kita tahu, dari London ke Bern membutuhkan waktu berjam-jam, tak akan begitu menolong situasi yang ada. Sehingga Kang Emil memutuskan untuk tetap memilih melanjutkan acara. Bahkan konon masih menuntaskan tiga agenda lagi berikutnya di London, setelah itu baru ke Bern menemui keluarganya.” Cerita Kang Bima.

Saya melongo mendengar cerita itu. Teringat sehari sebelumnya mendapatkan video amatir warga Indonesia di London yang merekam Kang Emil yang masih melayani foto-foto warga Indonesia di sana seusai acara, padahal ia tahu anaknya mengalami musibah hebat. Di video itu Kang Emil masih berusaha tersenyum saat melayani permintaan foto ‘selfie’. Meski matanya tak bisa berbohong. Mata seorang ayah yang cemas dan sedih, sekaligus barangkali merasa bersalah.

“Kalau kita jadi Kang Emil, nggak akan kuat itu, Fahd.” Kata Kang Bima. “Mungkin kalau kita udah buru-buru aja jalan, nangis kejer di mobil. Atau ke hotel shalat dan berdoa habis-habisan. Tapi Kang Emil rasionalitasnya jalan. Dia tegar. Terus menjalankan tugas sambil menata hati. Luar biasa.” Sambungnya.

“Mohon keikhlasannya untuk terus mendoakan A Eril.”

Hari ini (30/1) saya dalam perjalanan dari Bandung ke Jakarta ketika menuliskan semua ini. Ada lubang yang menganga di hati saya. Saya baru saja menemui Kang Elpi dan keluarga Kang Emil untuk melakukan doa bersama. Ustadz Adi Hidayat menitip sebuah doa yang diambil dari al-Quran surat al-An’am ayat 59 untuk dibaca bersama-sama oleh keluarga.

“Dan kunci-kunci semua yang gaib ada padaNya, tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam kitab yang nyata.” (QS Al-An’am 59)

Ayat itu dibaca berkali-kali saat doa bersama, termasuk oleh anak-anak yatim yang diundang pihak keluarga. Tubuh saya gemetar ketika mendengar semua itu. Dua kelopak mata saya menahan deras sungai Aare yang dingin. Sudah lima hari Eril belum juga ditemukan. Tapi Allah tahu di mana Eril; ia dalam penglihatan dan pengetahuan-Nya. Menurut Dubes Swiss Muliaman Hadad, 99.9% dari kasus orang hilang di Sungai Aare akan ditemukan dalam kurun waktu 3 hari hingga 3 minggu.

“Keluarga ikhlas dengan apapun ketetapan terbaik dari Allah. Tapi kami berdoa semoga Eril bisa ditemukan dalam keadaan selamat dan kembali berkumpul bersama keluarga.” Ujar Kang Elpi lirih. Saya memegang pundaknya, berusaha menguatkan. “Allah tahu yang terbaik, Kang.” Ujar saya.

“Mohon keikhlasannya untuk terus mendoakan A Eril.”

Foto Pak RK dan Bu Cinta yang sedang terus mengawasi pencarian puteranya beredar sejak kemarin. Keduanya tampak tegar, meski kita bisa mengerti kesedihan besar yang sedang mereka rasakan.

Seandainya kita adalah Pak RK dan Bu Cinta, mungkin kita tak akan sekuat itu. Tak bisa. Tapi Allah memang tak akan menguji hamba-hambanya di luar kemampuan mereka menanggungnya. Saya percaya Kang Emil dan Teh Atalia akan kuat. Semoga Allah tolong dan selalu lindungi.

Mari kita terus mendoakan A Eril. Malam ini saya teringat putera sulung saya dan ingin segera sampai rumah untuk mendekapnya. Eril adalah seorang anak, seperti anak kita. Seorang kakak, seperti kakak kita. Keponakan yang dibanggakan pamannya, seperti keponakan kita. Cucu kesayakan neneknya, seperti cucu kita.

Di perjalanan, sebuah notifikasi muncul di layar handphone saya. Posting baru dari Kang Emil, ia menulis dengan tulisan tangan, “Mohon doanya, pencarian ananda Eril masih terus dilakukan. Semoga Allah SWT memudahkan ikhtiar ini. Aamiin YRA.”

Lekas pulang, Eril.

FAHD PAHDEPIE

Back to top button