Hangout

Kualitas Udara Kota Terentang Terburuk di Indonesia, Indrapuri Paling Sehat dan Bersih

Terentang, sebuah kota di Kalimantan Barat, tercatat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di Indonesia. Pada Selasa pagi (15/8), indeks kualitas udara (AQI) di Terentang mencapai 177 AQI US, berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir.

Polutan utama yang menjadi perhatian di Terentang adalah Particulate Matter (PM) 2.5, partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2,5 mikron. Pengukuran konsentrasi PM 2.5 di Pontianak yang bersebelahan di Ibu kota Kalimantan Barat juga mencapai 125,5 µg/m³, 25,1 kali lipat di atas ambang panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Cuaca di Terentang juga dilaporkan berkabut dengan suhu 21 derajat Celsius dan tingkat kelembaban mencapai 94 persen. Angin di Terentang sekitar 3,7 km per jam dan tekanan udara 1.011 milibar (mb).

Screenshot (516) - inilah.com

Sementara itu, kota-kota lain di Indonesia juga tidak lepas dari permasalahan polusi. Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Serang di Provinsi Banten masuk dalam daftar lima besar kota dengan udara terburuk, dengan indeks kualitas udara masing-masing 187 AQI US dan 180 AQI US.

Jakarta, juga masih mengalami kualitas udara yang tidak sehat, dengan indeks kualitas udara berada pada level 157 AQI US. Polutan utama di Jakarta juga PM 2.5, dengan konsentrasi mencapai 92µg/m³.

Di sisi lain, Indrapuri di Kabupaten Aceh Besar menjadi sorotan positif dengan kualitas udara paling bersih di Indonesia. Kecamatan yang berjarak sekitar 27 km dari ibu kota Banda Aceh ini memiliki indeks kualitas udara di angka 9 AQI US, dengan polutan utama PM2.5. Indrapuri difokuskan dalam pengembangan industri pertanian, peternakan, dan perkebunan.

Screenshot (518) - inilah.com

Profesor Meteorologi dan Klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Edvin Aldrian, mengungkap salah satu penyebab polusi udara yang kian pekat belakangan ini terkait dengan fenomena El Nino.

“Betul [ada kaitannya dengan El Nino]. Jadi biasanya karena berhubungan dengan kebakaran hutan,” kata Profesor Aldrian beberapa waktu lalu.

Dia menambahkan, “Kalau di Jakarta karena musim kemarau banyak ladang-ladang yang dibakar jadi banyak asap yang mengambang.”

Fenomena El Nino, yang merupakan pemanasan muka air laut di Samudera Pasifik, berdampak pada penurunan curah hujan global, termasuk di Indonesia. Hal ini diperparah dengan hujan yang jarang terjadi di suatu wilayah, sehingga tidak ada proses penting yang menghilangkan gas dan partikel dari atmosfer.

“Karena tidak hujan, jadi dia banyak sekali polutan yang beredar di atmosfer,” ujar Profesor Aldrian.

Laporan ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan masyarakat untuk segera mengambil tindakan nyata dalam menjaga kualitas udara di Indonesia, mengingat dampak buruk polusi udara terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Back to top button