News

Kereta dari Xinjiang Berhenti Beroperasi Akibat Kasus COVID-19 yang Tinggi

Tingginya kasus COVID-19 yang terjadi di wilayah barat daya China membuat pemerintah setempah menangguhkan semua jadwal perjalanan kereta api. Sebab angka COVID-19 di wilayah tersebut tidak kunjung reda sejak Juli 2022.

Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang mencatat gelombang terbaru COVID-19 ini berstatus darurat kesehatan masyarakat karena sulit dalam pencegahannya.

Pada Selasa (4/10) terdapat 91 kasus baru sehingga totalnya sampai saat ini mencapai 354 kasus positif COVID-19.

Wakil Gubernur Xinjiang Liu Sushe kepada pers pada Selasa malam mengatakan tindakan pencegahan dan pengendalian di Xinjiang tidak sesuai target nol kasus dinamis COVID-19 dalam dua bulan terakhir.

Menurut dia, hal itu tidak saja memicu penularan yang sangat cepat selama masa inkubasi COVID-19 varian Omicron BA.5.2, melainkan juga menciptakan beberapa celah dalam upaya pemberantasan.

Dia menjelaskan bahwa sejak gelombang terbaru di Xinjiang terdeteksi pada 30 Juli hingga kini telah menyebar ke 37 kabupaten, sejumlah kota, dan 13 prefektur yang menyebabkan ratusan warga terinfeksi.

Terbaru, ditemukan beberapa kasus positif di kereta api bernomor perjalanan Z42 dan Z306 yang berangkat dari Urumqi, Xinjiang.

Kereta Z42 singgah di 19 stasiun yang tersebar di beberapa provinsi, seperti Gansu, Shaanxi, Henan, dan Jiangsu sebelum tiba di Shanghai.

Lalu kereta nomor Z308 dari Urumqi tujuan Shanghai berhenti di 24 stasiun.

Oleh sebab itu, otoritas setempat menghentikan sementara pelayanan kereta api.

Kendaraan umum dan bus antarprovinsi juga dihentikan dan penerbangan dari Xinjiang hanya diizinkan mengangkut 75 persen penumpang dari kapasitas tersedia dengan mewajibkan penumpang tes PCR dan tes antigen.

Hingga kini kasus positif di Urumqi, Yining, Ili, Korla, Turban, dan Usu terus bertambah, seperti dilaporkan media lokal.

Otoritas Xinjiang menerapkan manajemen statis di beberapa wilayah berisiko sedang dan tinggi. Manajemen statis, istilah baru otoritas kesehatan China, untuk menggantikan penguncian wilayah atau lockdown.

Dalam menghadapi Omicron BA.5.2 berskala besar ini, tes PCR tidak lagi memadai sehingga menyulitkan upaya memutus mata rantai infeksi di masyarakat, demikian Liu dalam keterangannya.

Back to top button