News

Sengkarut Bangunan Masjid Cagar Budaya Disulap Jadi Indomaret di Bandung

Belakangan, polemik masjid yang juga sebagai bangunan cagar budaya berubah menjadi Indomaret kembali mencuat kepermukaan setelah 25 tokoh agama, budaya, dan aktivis kemasyarakatan Jawa Barat sepakat menggugat dan mengecam kejadian itu.

Meski setahun telah berlalu, ke-25 tokoh dan aktivis yang dikomandoi pemerhati politik dan masalah kebangsaan M. Rizal Fadillah telah memulai gerakan perlawanan itu.

Mungkin anda suka

Tepat pada Senin (6/2/2023) lalu, Rizal cs mengawali langkah mereka lewat pertemuan di pihak Disbudpar Kota Bandung. Mereka menolak pembangunan tersebut lantaran PT KAI yang diklaim sebagai pemilik lahan telah melanggar ketentuan soal perubuhan bangunan cagar budaya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Inilah.com di lokasi, hasil pertemuan itu sedikitnya mencuatkan beberapa hal. Utamanya, Disbudpar sepakat bahwa PT KAI dan atau Indomaret telah melakukan pelanggaran hukum baik melanggar Perda No 7 tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya maupun melakukan tindak pidana melanggar UU No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Tercatat, dalam Perda No 7 Tahun 2018 Masjid Jami Nurul Ikhlas yang kini dialihfungsikan sebagai cagar budaya kelas C di kawasan 17 Kota Bandung.

“Kesatu, penistaan agama karena masjid sebagai rumah ibadah yang resmi terdaftar di Kemenag RI dihancurkan demi kepentingan bisnis Indomaret,” kata Rizal seperti dikutip dari fnn.co.id.

Kemudian, kata Rizal, pembangunan Indomaret di atas puing-puing Masjid Jami Nurul Ikhlas yang disebut cagar budaya itu dianggap sebagai penistaan budaya.

“Masjid Nurul Ihklas adalah bangunan Cagar Budaya sebagaimana Perda Kota Bandung No 7 tahun 2018. Bangunan Belanda berornamen Sunda kini hilang tak berbekas,” ujar M. Rizal Fadillah yang juga sebagai pimpinan Muhammadiyah Jabar.

Masjid Jami Nurul Ikhlas
Dokumen Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2018.

Adapun, penistaan hukum, jadi pokok persoalan ketiga kata Rizal. Di mana tiga aturan sekaligus dibenturkan oleh PT KAI dan atau PT Indomarco pemilik Indomaret. Selain Perda dan UU terkait cagar budaya, KAI-Indomarco juga melanggar PP No 6 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah.

“Keempat penistaan terhadap ekonomi kerakyatan. Konglomerasi Indomaret dan sejenisnya mematikan usaha rakyat kecil. Luar biasa keserakahan Indomaret. Di ruas Jl Cihampelas Bandung ternyata berdiri tujuh gerai Indomaret,” tegas Rizal mengungkapkan.

Menyusul hal itu, Rizal mengklaim bahwa Disbudpar menanggapi dengan baik dan akan menindaklanjuti pelanggaran hukum PT KAI dan atau PT Indomarco. Besar kemungkinan, kata Rizal, keduanya akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asal-usul Masjid Jami’ Nurul Ikhlas 

Masjid dengan arsitektur kuno muncul pada medio 2018. Ketika itu, anak dari M. Hadiwinarso yang pernah menjadi salah satu dari enam pejabat PT. KAI yang tinggal di kawasan Cihampelas no.149, yakni Ibnu Hadicaroko memberi Surat Wakaf kepada sosok bernama Hari Nugraha.

Singkat cerita, Hari yang kerap disapa ustaz itu membereskan lahan yang dulunya tak berpenghuni dan penuh rumput liar serta menyisakan satu bangunan utama. Bangunan utama itulah yang akhirnya disulap Hari menjadi sebuah masjid.

Menurut pengakuan Ketua RW setempat, yaitu RW 07, Agus Nurdin, Hari ketika itu bersama massanya membongkar penutup bangunan di Jalan Cihampelas nomor 149. Ia kemudian membersihkan seluruh ilalang liar dan tumbuhan yang sudah menutupi rumah utama.

“Mereka sendiri yang bongkar penutup dan police line waktu itu. Mereka punya surat wakaf katanya, ya sudah saya hanya menyaksikan saja,” kata Agus saat ditemui Inilah.com baru-baru ini.

Agus sempat memperlihatkan Ikrar Wakaf yang ditujukan pada saudara Hari. Setelah diselisik, surat wakaf itu sudah disiapkan sejak 14 Agustus 2016.

Lebih jauh, Hari dan segenap kelompoknya kemudian menguasai rumah tua tersebut dan menjadikannya sebuah tempat ibadah. Hari waktu itu didapuk sebagai Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Jami Nurul Ikhlas.

Terdengar adanya suara penolakan dari masyarakat atas didirikannya masjid bernama Jami Nurul Ikhlas.

Setahun setelah masjid itu berdiri dan mengalami beberapa perbaikan di sisi dalam ruangan, PT KAI yang mengaku jauh sebelum itu punya hak atas lahan Jalan Cihampelas nomor 149 berniat mengosongkan lahan sekaligus membongkar masjid yang didirikan Ustaz Hari.

Sebelum melakukan penggusuran, PT KAI yang ikut melibatkan aparat kepolisian dan organisasi masyarakat lebih dulu memasang spanduk untuk menutupi papan nama Masjid Jami Nurul Ikhlas.

Spanduk itu berisi tiga poin yang menjelaskan maksud dari pengosongan rumah peninggalan Belanda ini, salah satunya bertuliskan, “PT. KAI saat ini hanya bermaksud menertibkan asetnya dari oknum yang menggunakan masjid sebagai kedok modus untuk tujuan pribadinya.”

PT KAI sempat diminta mediasi oleh masyarakat setempat dengan Hari selaku pemegang bangunan itu sebelumnya. Namun, kata Agus yang waktu itu menjabat sebagai Ketua RT, Hari enggan merespons, sehingga pengalihfungsian lahan tetap dijalankan oleh PT. KAI.

Tanpa sepengetahuan warga dan KAI, bangunan tua yang dijadikan masjid itu didaftarkan oleh Hari ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung (Disbudpar) sebagai salah satu arsitektur cagar budaya. Beruntung kala itu, Disbudpar memberi lampu hijau dan hingga kini Masjid Jami Nurul Ikhlas terdaftar sebagai bangunan cagar budaya.

Alasan Disbudpar memberikan status cagar budaya terhadap bangunan, lantaran sudah berusia lebih dari 50 tahun.

Sesuai dengan Perda Nomor 7 Tahun 2018, bangunan yang masuk dalam kategori cagar budaya tipe C masih memungkinkan adanya perubahan fungsi atau pembangunan bangunan lain.

Bahkan, bangunan bisa saja dibongkar asalkan masih menyisakan fasadnya saja. Tetapi tidak dengan bangunan di Jalan Cihampelas nomor 149 yang justru dipugar total.

Singkat cerita, Masjid Jami Nurul Ikhlas di Jalan Cihampelas sudah terlanjur rata dengan tanah dan digantikan dengan kehadiran Indomaret dan sebuah masjid pengganti bernama Darussalam.

Walaupun demikian, Agus selaku Ketua RW setempat mengaku tak menampik masih ada masyarakat yang khsususnya para pedagang sekitar kerap mempertanyakan urgensi alih fungsi masjid menjadi sebuah minimarket kendati ada penggantinya.

“Iya para pedagang sering juga tanya ke saya, kenapa sih pak tiba-tiba ada Indomaret di sini. Cuma itu dari PKL sekitar aja, cuma warga saya mah jarang ada yang ikut campur euy. Tahunya kan ada masjid pengganti di belakang,” ujar Agus.

Masjid Darussalam, pengganti masjid bangunan cagar budaya

Polemik isu penggusuran dan penghancuran masjid yang berstatus cagar budaya nyatanya belum bisa teredam, meski PT KAI dan Indomarco sendiri telah memberikan sebuah masjid pengganti.

Jika diselisik, Masjid Darussalam dan Masjid Jami Nurul Ikhlas memang jauh berbeda. Meski sedikit bisa dibilang ‘lebih layak’, Masjid Darussalam tampaknya belum bisa menggantikan bangunan sarat sejarah seperti Masjid Jami Nurul Ikhlas.

Apalagi, Hari Nugraha cs masih belum menerima masjid yang didirikannya dialihfungsikan begitu saja oleh pihak yang disebutnya tak bertanggung jawab. Meski sempat mendapat tawaran untuk kembali menjadi DKM Masjid Darussalam, Hari memilih menolak.

“KAI pas masjid itu selesai dibangun, sempat memberi tawaran ke Hari supaya jadi DKM, namun yang bersangkutan menolaknya. Saya juga enggak tahu alasannya,” ujar Agus.

Jika diselisik, masjid dengan corak putih dan hijau itu tidak meninggalkan aksen bangunan tuanya dengan dinding yang dipenuhi ventilasi.

Menurut marbot, masjid ini bisa menampung sekitar 75 jemaah, yang kebanyakan merupakan pengunjung Indomaret atau PKL Cihampelas.

“Tiap Jumat alhamdulillah ada jemaah di sini yang ikut salat Jumat. Memang sih enggak terlalu ramai, tapi alhamdulillah cukup lah sebagai bangunan dengan status masjid,” kata sosok yang bernama Agus pula selaku marbot.

Masjid ini juga dilengkapi satu tower setinggi kurang lebih 15 meter. Posisinya juga terletak persis di belakang mini market dan cukup jauh berbeda dari lokasi Masjid Jami Nurul Ikhlas yang semula berdiri di depan bahu Jalan Cihampelas.

Masjid ini akhirnya dikomandoi oleh Drs. KH. Suryana Noerfatwa sebagai Ketua DKM Masjid Darussalam. Peresmian sarana ibadah itu dihadiri juga aparat kewilayahan pemerintah.

Masjid Darussalam, menurut marbot akan menyediakan program Mualaf Center, Edukasi Islam, Majelis Taklim, dan kegiatan sosial lainnya guna mempererat tali silaturahmi umat Islam.

Back to top button