News

Kasus Ekspor CPO, Presiden Diminta Nonaktifkan Airlangga Hartarto

Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menyarankan Presiden Joko Widodo untuk segera menonaktifkan Airlangga Hartarto dari kursi Menteri Koordinastor Bidang Perekonomian.

Langkah ini penting dilakukan supaya Kejaksaan Agung (Kejagung) bisa fokus menyidik kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan produk turunan tahun 2021.

“Seharusnya Presiden sudah memberhentikan sementara (Airlangga),” ujar Abdul Fickar kepada Inilah.com, Jumat (28/7/2023).

Kejagung diketahui telah memeriksa Airlangga di kasus korupsi ekspor CPO pada Senin (24/7/2023), kemarin. Krops adhiyaksa itu tengah mencari tau apakah dalam pengambilan kebijakan yang telah merugikan keuangan negara hingga triliun rupiah itu, Airlangga terlibat atau tidak.

Fickar menilai, jika hanya berkutat dipersoalan kebijakan, Kejagung tidaklah bisa meminta pertanggung jawaban hukum kepada Airlangga. Sebab, urusan kebijakan, dikatakan Fickar, hanya menjadi sanksi politis.

Sebaliknya, menurut Fickar, jika ingin menjerat secara pidana, korps adhiyaksa haruslah menemukan bukti adanya keuntungan materi yang didapat Ketua Umum Partai Golkar tersebut dalam kebijakan ekspor CPO.

“Dari sudut kebijakan Menko AL (Airlangga) bertanggung jawab secara politik, dia (Airlangga) gagal dan harus bertanggung jawab pada Presiden dan rakyat Indonesia.(Tapi) secara hukum terutama hukum pidana, apakah dengan kebijakan itu, dia (Airlangga) diuntungkan secara ekonomi?, umpamanya dia (Airlangga) menerima sesuatu dari pengusaha, maka jika bisa dibuktikan, bisa dijerat pidana,” kata dia.

Disinilah, menurut Fickar, letak tanggung jawab Presiden Jokowi untuk menonaktifkan Airlangga. Fickar mengatakan, dengan terlepas dari jabatan Menko Perekonomian, tentu akan memudahkan Kejagung menelusuri hal tersebut.

“Kegagalan kebijakannya secara politis tidak bisa dipidanakan, tetapi bisa diberhentikan oleh yang mengangkatnya, yaitu Presiden,” kata Fickar.

Kejagung sambund Fickar, bisa menelusuri apakah dari kebijakan itu terdapat keuntungan yang didapat baik secara pribadi, keluarga atau teman usaha Airlangga.

“Diselidiki pihak yang diuntungkan oleh kebijakannya, apakah dirinya sendiri, keluarganya atau teman teman usahanya,” kata Fickar.

Seperti diketahui, tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Airlangga pada Senin (24/7/2023), terkait kasus dugaan korupsi ekspor CPO minyak goreng.

Airlangga diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dalam kasus itu buat 3 tersangka korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Selama lebih dari 12 jam, penyidik mendalami apakah terdapat keterkaitan antara langkah-langkah kebijakan yang diambil Airlangga dalam penanganan kelangkaan minyak goreng pada 2022 lalu.

Kebijakan ini diteliti Kejagung sebab kerugian negara akibat kasus izin ekspor CPO, berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Rp 6,47 triliun.

Sementara itu, dalam kasus ini Kejagung telah menjebloskan sebanyak lima orang pelaku ke jeruji besi. Kelima terpidana di kasus ini adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana.Ia divonis dengan pidana 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider dua bulan kurungan.

Lalu, Tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei divonis 7 tahun penjara, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis 1,5 tahun penjara. Kemudian, General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang divonis 6 tahun penjara, dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA divonis 5 tahun penjara.

Back to top button