Market

Jepang Ditelikung China, Akademisi: Kereta Cepat Whoosh Banyak Cacat Sejak Pengerjaan

Bisa jadi untuk buang sial, Kereta Cepat Jakarta-Bandung ganti nama menjadi Kereta Whoosh. Proyek mercusuar ini banyak masalah sejak perencanaan hingga operasional. (Foto: Antara).

Mungkin banyak yang tahu, kereta cepat awalnya digagas Presiden SBY periode 2009-2014. Investor Jepang sudah lakukan studi kelayakan, namun ditelikung China saat pemerintahan beralhih ke Joko Widodo (Jokowi). Alhasil, banyak masalah mendera proyek ini.

Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Risza mengatakan, penggagas proyek kereta cepat adalah Presiden SBY pada 2009-2014. Kala itu, Japan International Corporation Agency (JICA) dilibatkan untuk melakukan studi kelayakan.

“Studi dilakukan untuk membangun kereta semi cepat Jakarta-Surabaya, dengan jarak sepanjang 748 km. Dengan biaya diperkirakan 100 Triliun. Pada tahun 2015 pemerintah akhirnya memutuskan untuk membangun rute awal Kereta Cepat Jakarta-Bandung terlebih dahulu, sepanjang 150 km yang nilai awal proyeknya diperkirakan sebesar senilai Rp 67 triliun,” kata Handi dalam diskusi hybrid yang diinisiasi Universitas Paramadina, Jakarta, dikutip Rabu (18/10/2023).

Pada awalnya, kata Handi, Jepang menawarkan pinjaman proyek kereta api cepat sebesar US$6,2 miliar, setara Rp93 triliun (kurs Rp15.000/US$) bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun, masa tenggang 10 tahun. Dengan syarat harus ada jaminan dari pemerintah.

“Kemudian China menawarkan pinjaman proyek sebesar 5,5 miliar dolar AS dengan jangka waktu 50 tahun, bunga 2 persen per tahun. Skema business to business (B to B) tanpa jaminan dari pemerintah. Belakangan terjadi inkonsistensi pemerintah, sehingga mau tidak mau (proyek kereta cepat) dibiayai APBN.” Bebernya.

Pada 21 Januari 2016, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dimulai dengan dilakukan groundbreaking oleh Presiden Jokowi di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat.

Sumber pendanaan proyek ini berasal dari perusahaan (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia/PSBI) terdiri dari 75 persen utang dari China Development Bank (CDB) dan 25 persen dari ekuitas (modal saham) dengan porsi kepemilikan PSBI sebesar 60 persen.

“Sebelumnya, PT Wijaya Karya yang memegang konsorsium, kemudian digantikan PT KAI. Dengan keberadaan KAI yang saat ini memegang konsorsium, APBN ikut serta terlibat membiayai proyek kereta cepat Jakarta–Bandung” imbuhnya.

Masalah yang cukup mendasar di proyek kereta cepat China ini, adalah pembengkakan biaya alias cost overrun dan lamanya pekerjaan. Pada 2015, estimasi biayanya US$6,071 miliar atau setara Rp81,96 triliun. Kemudian membengkak cost overrun) menjadi US$ 7,27 miliar atau sekitar Rp110,5 triliun  pada 2022. “Tentunya selisih ini sangat jauh dari estimasi awal,” kata Handi.

Handi memaparkan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung, terlihat adanya skenario. Bahwa seluruh kewajiban utang dari proyuek KCJB yang kini bernama Kereta Whoosh, dilimpahkan ke PT KAI.

“Padahal kita ketahui pendapatan KAI itu sendiri, dengan keberadaan ini sangat mengancam. Karena diharuskan untuk menyisihkan laba untuk biaya pembangunan kereta cepat ini.” pungkas Handi.

Topik
BERITA TERKAIT

Back to top button