Market

Jangan Bangga Dulu Indonesia Naik Kelas, DPR: Hilirisasi Tidak Serius

Bank Dunia menyatakan status ekonomi Indonesia naik kelas menjadi upper midle income atau negara berpenghasilan menengah atas. Tapi, Presiden Jokowi jangan puas dulu, sebelum berhasil mewujudkan industrialisasi sumber daya alam (SDA). Hilirisasi saja masih banyak kelemahannya.

“Mulai sekarang Pemerintah harus segera memikirkan tahapan perubahan program hilirisasi menjadi industrialisasi SDA, secara terpadu dan terencana untuk menghasilkan barang jadi dan jasa dengan nilai tambah tinggi,” kata Mulyanto, anggota Komisi VII DPR itu, di Jakarta, Jumat (7/7/2023).

Ia menambahkan, industrialisasi SDA harus menjadi penggerak utama bagi pembangunan nasional. Kalau itu bisa diwujudkan maka Indonesia akan kembali naik kelas menjadi negara maju. “Jadi kita baru di awal tangga, menjadi negara upper-middle income. Klasifikasi Bank Dunia, pendapatan per kapita antara 4.046 dolar AS hingga 12,535 dolar AS per kapita per tahun,” ujar politikus PKS itu.

Mulyanto menyebutkan, Indonesia menuju negara maju yang berpenghasilan tinggi, namun perlu kerja keras, khususnya memacu pertumbuhan ekonomi. “Dan pertumbuhan ekonomi tersebut mestilah digerakkan oleh sektor industri, yang semakin efisien dan padat teknologi dengan sumber daya manusia (SDM) yang semakin ahli,” jelasnya.

Pemantapan SDM ini juga perlu menjadi landasan bagi tumbuhnya ekonomi berbasis inovasi, dan masuk menjadi negara berpenghasilan tinggi.

“Kalau tidak, alih-alih menjadi negara maju, bisa-bisa kita terjebak middle income trap (MIT). Terus berada di kotak negara berpenghasilan menengah dengan income per kapita di bawah 12.535 dolar AS,” ujar Mulyanto.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini, menilai, program hilirisasi SDA seperti nikel, timah, bauksit, tembaga, saat ini belum terlihat serius.

“Freeport masih diizinkan ekspor konsentrat tembaga, meski melanggar UU Minerba. Produk nikel yang diekspor masih berupa barang setengah jadi, kandungan nikelnya rendah, seperti nickel pig iron (NPI) dan feronikel. jadi, semuanya masih jauh,” terangnya.

Dia pun mempertanyakan klaim meningkatnya penerimaan negara hingga 19 kali dari program hilirisasi. Bisa jadi itu adalah harapan saja. Kenyataannya, justru investor asing yang kebagian rezeki nomplok. Celakanya lagi, duit dari hasil ekspor produk hilirisasi asal Indonesia itu, mereka simpan di luar negeri. Alias tak masuk ke Indonesia. “Hilirisasi yang tidak berkualitas. Perlu evaluasi total,” kata Mulyanto.

Back to top button