Market

Indonesia Surganya Impor, Alat Peraga Kampanye Saja Dikuasai Produk Asing

Berbeda dengan Pemilu 2019 bahkan 2014, pengusaha alat peraga kampanye (APK) khususnya kelas usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) justru mengalami penurunan omzet hingga 90 persen. Lho kok bisa?

Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKop dan UKM) menduga, banyak APK yang berasal dari luar negeri alias impor. Alhasil, omzet dari pengusaha APK tidak segemerlap pemilu 2019 atau 2014.

“Beberapa Pemilu yang kemarin yang 5 atau 10 tahun lalu, banyak pemesanan barang-barang ke UMKM. Sekarang pesanan itu lari ke e-commerce. Kita tahulah kalau e-commerce barangnya dari luar negeri,” kata Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM, Yulius saat konferensi pers di Kantor KemenKopUKM di Jakarta, Senin (8/1/2024).

Yulius menuturkan, pemesanan alat kampanye dari luar negeri tersebut masih merupakan dugaan karena isu tersebut didapatkannya usai melakukan wawancara kepada 15 orang pelaku UMKM yang berjualan di Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen Jakarta.

Praktik pembelian alat peraga kampanye seperti kaos, kemeja, jaket atau topi tersebut disebutnya sebagian besar dilakukan melalui e-commerce.

“Datanya tidak ada. Kita lihat, datanya tidak ada. Jadi beli online, misalnya barang dari China mereka (tambah) gambar Garuda dengan distempel, gambar atau lambang PDIP distempel,” ucapnya.

Selain karena harga yang ditawarkan penjual dari luar negeri lebih murah, Yulius juga menduga peserta Pemilu yang sudah memesan produk untuk kampanye melalui pelaku usaha mitra dari partai tersebut juga menjadi penyebab kampanye tidak berdampak signifikan pada pengusaha dalam negeri.

Pada kesempatan yang sama, salah seorang pedagang di Pasar Tanah Abang, Dody Ariyanto, mengaku bahwa pembelian atribut peraga kampanye dari luar negeri acap kali didengarnya dari mulut ke mulut sesama pedagang.

Namun, kata dia, penjualannya tidak dilakukan secara terang-terangan dengan cara dijajakan langsung di toko, melainkan langsung dikirim dari luar negeri ke alamat peserta Pemilu.

“Hanya mendengar dari mulut ke mulut tapi kita tau lah karena memang barang yang dari luar itu masuk dengan harga murah. Hanya saja, kita memang tidak mau mencari tau sampai ke sana lah, kita berjualan saja,” tuturnya.

Pembelian alat kampanye terutama kaos, diakuinya tidak hanya terjadi pada masa kampanye Pemilu 2024 saja namun sudah terjadi sejak masa kampanye yang lalu-lalu.

“Pada periode kampanye tahun ini, memang lebih singkat. Omzet kami turun. Jika biasanya kami mendapatkan hingga Rp20 juta per hari, kini turun hingga 70 persen,” kata Dody.

Hal senada disampaikan oleh Ketua IPKB (Indonesia Pengusaha Konfeksi Berkarya) Nandi Herdiaman yang menuturkan bahwa kampanye Pemilu 2024 ini tidak berdampak pada pelaku UMKM terutama yang bergerak di bidang konveksi dan sablon yang memproduksi atau menjual alat peraga kampanye, padahal musim kampanye Pemilu menjadi momen yang ditunggu-tunggu.

“Sampai saat ini memang ada, bukan tidak ada, ada (pemesanan) tapi masih kurang. Dulu saat musim kampanye tahun 2019, tiga bulan sebelumnya sudah ada order dari 4 juta sampai 15 juta hanya dari partai. Sekarang, jutaan itu tidak sampai. Hanya puluhan ribu saja itu pun bukan dari partai hanya dari caleg,” sebutnya.

IPKB pun telah membantu mendorong penjualan sejak enam bulan terakhir dengan membekali para anggota atau penjual yang tergabung dalam organisasi untuk berjualan secara online.

“Kami juga menggandeng marketplace seperti Shopee untuk membantu para pelaku konveksi bisa tetap berjualan online. Ini upaya kami agar tetap bertahan di era digitalisasi saat ini,” kata Nandi.
 

Back to top button