News

Glorifikasi ke Jokowi Buat Masyarakat Tak Bisa Bedakan Peran Kepala Negara dan Ayah


Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Koentjoro mengatakan glorifikasi masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebabkan perannya sebagai seorang ayah dan kepala negara tidak memiliki batasan. Pasalnya, kondisi tersebut mengakibatkan situasi bangsa seperti ini.

“Sebetulnya kita yang salah karena kita terlalu melambungkan Jokowi pada tempat yang tinggi,” kata Koentjoro dalam diskusi daring bertajuk “Sing Waras Sing Menang Ep. 4: Para Pendekar Turun Gunung”, Jakarta, Sabtu (16/3/2024).

Koentjoro mengakui bahwa kinerja Jokowi selama menjabat sebagai Presiden RI telah dilaksanakan dengan baik hingga mendapat pujian. Namun, hal tersebut yang menjadi penyebab kekacauan demokrasi dimana masyarakat, khususnya pendukung Jokowi, tidak mampu membedakan perannya sebagai kepala keluarga dan kepala negara.

“Tetapi Kemudian oleh pengikutnya yang kuat mereka tidak bisa membedakan kalau Pak Jokowi itu punya banyak peran,” ucapnya.

Sebagai seorang dosen dan peneliti, ujar Koentjoro, ia mampu menempatkan dirinya secara profesional. Berbeda ketika ia merupakan seorang kepala keluarga dan ayah yang harus menempatkan diri dalam situasi berbeda.

“Nah dalam hal ini, orang masih melihat Pak Jokowi ini dalam satu posisi, apa? Presiden yang baik, padahal mulai kasus paman bergerak, dia sudah mulai perannya bukan sebagai presiden, tapi bagaimana memenangkan anak emasnya,” ujar Koentjoro.

Dia melihat Jokowi saat ini memiliki peran ganda yang di hadapan publik sebagai ayah dari calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka sekaligus Presiden RI. Karenanya, wajar jika masyarakat bergejolak lantaran Jokowi masih dipuja oleh para pendukungnya.

“Makanya sekarang saya bertanya pada para pemimpin, para pejabat itu, yang mereka bela itu Jokowi sebagai presiden atau sebagai bapaknya Gibran?” tuturnya. 

Back to top button