News

Gibran-Kaesang Kebanjiran Investasi, Pengamat: Seperti Keluarga Cendana

Kamis, 09 Jun 2022 – 16:30 WIB

Gibran Kaesang - inilah.com

Kemudahan bisnis anak Presiden Jokowi yakni Gibran dan Kaesang dianggap pengulangan kedigdayaan keluarga Cendana pada masa orde baru.

Banjirnya investasi yang mengalir ke perusahaan milik milik putra Presiden Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep membangkitkan memori kedigdayaan keluarga Cendana pada masa orde baru. Keduanya terkesan mendapatkan kemudahan berbisnis karena kekuasaan.

Pengamat politik TB Massa Djafar menilai kondisi tersebut menandakan perpolitikan kita belum jauh dari unsur KKN. Kendati tidak mudah untuk membuktikannya.

“Ini bukan kali pertama sorotan seperti ini. Ini suatu pengulangan dalam perpolitikan kita. Itu (Gibran dan Kaesang) enggak berbeda dengan rezim sebelumnya. Lihat Pak Harto dan keluarganya mendapatkan peluang bisnis karena lekat dengan kekuasaan,” kata Ketua Program Doktor Ilmu Politik Universitas Nasional, kepada Inilah.com, di Jakarta, Kamis (9/6/2022).

Djafar mengatakan hal itu menanggapi adanya suntikan dana yang diberikan Alpha JWC Ventures kepada Goola, startup milik Gibran Rakabuming, dan Mangkokku, startup yang didirikan Gibran Rakabuming, Kaesang Pangarep, dan Arnold Poernomo. Sebelumnya, Persis Solo, yang sebagian sahamnya dikuasai Kaesang dengan mudahnya mendapat kerja sama sponsorship dari Wilmar Group dan BUMN.

Menurut Djafar, kemudahan investasi yang didapat Gibran-Kaesang karena faktor anak presiden, sehingga mudah mendapatkan dana. “Kalau bapaknya bukan pejabat, punya hak istimewa, emang bisa? Belum tentu.”

Di sisi lain, dia mengungkapkan, efek investasi yang terus mengalir ke perusahaan anak Jokowi menimbulkan kerusakan iklim bisnis serta tatanan politik dan bernegara. Hal ini juga dapat mengarahkan persepsi publik bahwa pemerintah gagal mewujudkan pemerintahan yang bersih.

“Tidak ada kompetisi yang sehat, yang lebih fatal lagi merusak sendi politik dan bernegara. Yang bukan haknya, karena faktor kekuasaan dan merugikan pemerintah sendiri. Pasti gagal bangun iklim lingkungan birokrasi yang bersih,” lanjut dia.

Dia mengakui, para pelaku bisnis tak bisa menghindar dari kekuasaan sehingga berpotensi munculnya konflik kepentingan. Apalagi, para pelaku bisnis membutuhkan izin usaha, proteksi hingga kebijakan yang menguntungkan dari rezim. Pada sisi lain penguasa juga membutuhkan modal sehingga dalam kondisi tersebut, terjadi situasi saling membutuhkan.

“Pelaku bisnis itu dia tidak bisa menghindar dengan kekuasaan. Jadi conflict of interest tak terhindarkan, sebagian besar para pengusaha di negara ini kaitannya dengan kekuasaan, tumbuh karena back up kekuasan tanpa itu takkan bisa tumbuh secara mandiri. Penguasa juga punya interest mendapatkan uang, kekayaan segala macam. Pengusaha butuh lisensi, proteksi dan kebijakan menguntungkan. Saling menguntungkan,” pungkasnya. [WIN]

Back to top button