Kanal

Gaduh Akibat Genderang Penundaan Pemilu Kembali Ditabuh

Berhentilah membuat kegaduhan. Berhentilah menjilat dan mencari muka. Stop berperilaku tamak dan tanpa prinsip. Berpolitiklah secara elegan dan santun. Seseorang yang berani terjun ke dunia politik berarti dia berani menyandang tugas ilahiah untuk memancarkan terang di tempat yang gelap. Bukan sebaliknya.

Oleh Wiguna Taher

Saya ingin memulai tulisan ini dengan mengutip bagian dari buku politikus PDI Perjuangan Sabam Sirait, “Politik itu Suci, Pemikiran dan Praktik Politik”. Di bagian prolognya disebutkan, “Politik itu kotor, penuh aksi manipulatif dan retorika kosong. Citra seperti itulah yang mewarnai atmosfer perpolitikan di negeri ini. Politik dimaknai sebagai cela ketimbang tindakan luhur. Politik dianggap sebagai arena dan asal muasal kericuhan, dagang sapi, identik dengan perilaku tamak, licik, munafik dan tanpa prinsip. Politik dimengerti sebagai perilaku buruk kolektif yang secara hukum terlembagakan dan termaklumkan.”

Kutipan di atas terasa punya relevansi dengan situasi politik mutakhir, saat elit politik di negeri ini kembali menabuh genderang penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dan lembaga lembaga tinggi negara.

Adalah Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang dengan lantang menyerukan penundaan pemilu. Dia berpandangan ada sejumlah potensi yang perlu diwaspadai oleh bangsa dan negara, sehingga pelaksanaan Pemilu 2024 perlu dipikir ulang.

“Tentu kita juga mesti menghitung kembali, karena kita tahu bahwa penyelenggaraan pemilu selalu berpotensi memanaskan suhu politik nasional, baik menjelang, selama, hingga pasca penyelenggaraan pemilu,” kata Bamsoet dalam tayangan youtube Poltracking Indonesia, Kamis (8/12/2022).

“Nah ini juga harus dihitung betul, apakah momentumnya tepat dalam era kita tengah berupaya melakukan recovery bersama terhadap situasi ini. Dan antisipasi, adaptasi terhadap ancaman global seperti ekonomi, bencana alam, dan seterusnya,” kata Bamsoet.

Bamsoet tidak sendiri. Sebelumnya, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti juga mengusulkan penundaan pemilu. Menurutnya, dua tahun kepemimpinan Presiden Jokowi hanya dihabiskan untuk menangani pandemi Covid-19. Selain itu, LaNyalla menilai pemilu sudah dikuasai kelompok-kelompok tertentu.

“Kalau kita pakai yang namanya pemilu coblos-coblosan ini, ini palsu semua ini. Ini kita sudah bisa hafal sudah dikuasai satu kelompok ini, ini nanti hasilnya sudah ditentukan di atas. Daripada buang-buang duit untuk pemilu, lebih baik ditunda aja saya bilang gitu,” kata LaNyalla dalam sambutannya di Munas XVII HIPMI, Senin (21/11/2022).

LaNyalla mengaku tak malu-malu mengusulkan hal tersebut mengingat dirinya bukan seorang politikus, melainkan seorang negarawan.

“Kalau Mas Bamsoet, Mbak Puan, sebagai seorang politikus jadi berpikirnya election, kalau saya nggak. Kita berpikir bagaimana kita merajut anak bangsa kita agar bisa menyejahterakan rakyat Indonesia sesuai dengan keinginan founding fathers pada saat itu,” ucapnya.

Wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden ini di awal tahun 2022 memang sempat menjadi isu utama. Sejumlah Menteri dan tokoh politik ramai ramai menggaungkan dan mendukung isu perpanjangan masa jabatan presiden. Mereka antara lain Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar dan tak ketinggalan Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari.

Untungnya Presiden Jokowi sudah sejak lama menolak wacana penundaan pemilu. Pada Maret 2022 misalnya, Presiden mengajak seluruh pihak, termasuk dirinya, untuk tunduk, taat, dan patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.

“Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi,” kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (4/3/2022), dikutip dari Kompas.id edisi Sabtu 5 Maret 2022.

Jauh sebelum itu Jokowi juga pernah menegaskan tak setuju dengan usul masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode. Ia merasa curiga pihak yang mengusulkan wacana itu justru ingin menjerumuskannya.

“Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019) silam

Itu sebabnya menjadi aneh dan memunculkan pertanyaan besar jika Bamsoet kembali menggulirkan dan mengipas-ngipas isu yang sudah sempat mereda itu. Saat ini, isu perpanjangan masa jabatan menjadi sangat tidak relevan, mengingat tahapan pemilu sudah dimulai.

“Saya pikir wacana perpanjangan masa jabatan sudah tidak lagi relevan di saat ini karena telah memasuki tahun politik. Pak Jokowi sudah berkomitmen pada penyelenggaraan Pemilu 2024,” kata Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati kepada Inilah.com, Jumat (9/12/2022).

Karena itu, menurut Warsito, pernyataan Bamsoet hanya akan menguap karena tak memiliki kekuatan dan daya dorong untuk menganulir keputusan dan komitmen pemerintah bersama DPR menggelar Pemilu serentak di 2024.

Sementara Juru Bicara PKS, Muhammad Kholid menilai, sebaiknya Bamsoet memposisikan diri sebagai penegak konstitusi, UUD 1945, NKRI, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

“Saya kira pandangan Pak Bambang Soesatyo kurang bijaksana. Sebagai Ketua MPR beliau harus menjadi the guardian of constitution, penjaga konstitusi. Suara nurani dan akal sehat bangsa harus dijaga oleh MPR,” kata Kholid, kepada Inilah.com, saat dihubungi pada Jumat (9/12/2022).

“Tidak boleh ada sedikitpun celah untuk membuka peluang munculnya agenda penundaan pemilu. Perpanjangan periode kekuasaan presiden dan wakil presiden, atau isu-isu lain yang justru melemahkan komitmen ketaatan kita kepada konstitusi, demokrasi, dan reformasi,” terang Kholid pula.

Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani juga menyayangkan dukungan Ketua MPR Bamsoet soal wacana tiga periode. Ia menilai pernyataan Bamsoet itu justru menunjukkan dirinya sebagai pengkhianat reformasi.

“Kita sayangkan. Ini menjadi pembegalan demokrasi dan pengkhianatan reformasi,” tegas Kamhar kepada Inilah.com saat dihubungi Jumat (9/12/2022).

Karena itu berhentilah membuat kegaduhan. Berhentilah menjilat dan mencari muka. Berhentilah berperilaku tamak dan tanpa prinsip. Berpolitiklah secara elegan dan santun, karena seperti kata buku politikus PDIP Sabam Sirait, “Politik itu Suci.”

Politik pada dasarnya dan pada awalnya diadakan sebagai keseluruhan tindakan untuk menyempurnakan kebahagiaan kehidupan masyarakat. Jhon Calvin seorang pemikir terkemuka di abad 16 (1509-1564) menyatakan, politikus itu sejatinya merupakan profesi yang sakral dan suci.

Menurut Calvin, seseorang yang berani terjun ke dunia politik, berarti dia berani menyandang tugas ilahiah untuk memancarkan terang di tempat yang gelap. Tekad dan upaya seorang politikus untuk menegakkan prinsip kebenaran dalam setiap kiprah dan tindakan poilitiknya, adalah sesuatu langkah yang penuh keluhuran. Bukan sebaliknya.

Wiguna Taher-Pemimpin Redaksi Inilah.com

Back to top button