Hangout

Fakta Sesar Naik Flores, Picu Gempa Bali

Gempa bumi mengguncang wilayah Karangasem, Bali pada Selasa (13/12/2022), pukul 17.00 WIB. Berdasarkan informasi Badan Penanggulangan dan Bencana Daerah (BPBD)Bali hingga hari ini, Rabu (14/12/2022) siang, 62 kali gempa susulan sudah terjadi sejak kemarin.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, Gempa Karangasem ini berdampak dan terasa hingga wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Pihaknya menyebut, gempa ini merupakan akibat dari aktivitas Sesar Naik Flores atau Flores Back Arc Thrust dengan mekanisme pergerakan naik. Namun, seberapa besar potensi bahaya dari patahan ini?

Pergerakan Sesar Naik Flores

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menjelaskan bahwa gempa Karangasem Bali kemarin  diawali dengan gempa pembuka (foreshock) M4,8 pada pukul 16.56 WIB. Gempa tersebut menimbulkan kerusakan di Karangasem, lalu disusul 9 kali gempa susulan.

“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa karangasem M5,1 merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas Sesar Naik Flores. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault),” mengutip dari cuitan resmi dalam twitternya, Rabu (14/12/2022).

Amien Widodo, Dosen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menyatakan aktivitas Flores Back Arc Thrust. Aktivitas tersebut merupakan sesar naik busur belakang yang memanjang di dalam laut mulai dari utara Pulau Flores hingga Laut Utara Lombok.

“Pusat gempa yang terjadi di daratan Lombok itu merupakan proyeksi vertikal dari sebuah titik di kedalaman bumi atau hiposenter,” ujar dia, mengutip dari situs ITS.

Hal itulah yang membuat terjadinya gempa susulan berulang-ulang seperti yang terjadi pada gempa Karangasem kemarin. Lebih lanjut, ia juga menuturkan bahwa kepulauan Indonesia di lewati oleh lempeng Samudera Hindia-Australia yang mendorong ke arah utara, mulai dari Jawa-Bali-Lombok.

“Daerah Lombok itu spesial kondisi gempanya,” terang Dr Amien.

Hal itu terjadi terus menerus hingga tidak berupa getaran sama sekali.

“Prinsip getarannya berurutan, yakni sangat besar, besar, kecil, sangat kecil, lalu tidak ada getaran sama sekali,” tutur Amien sebagai Kepala Laboratorium Geofisika Teknik dan Lingkungan, Departemen Teknik Geofisika ITS.

Back to top button