Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit talasemia, yang biasanya diturunkan dari orang tua maupun keluarga terdekat.
Meski demikian, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI, Eva Susanti mengatakan penyakit ini hanya bisa dicegah dengan sejumlah cara.
Paling utama ialah mengidentifikasi pembawa sifat talasemia atau karir dan menghindari pernikahan antara sesama pembawa sifat yang dapat diketahui melalui upaya deteksi dini terhadap populasi tertentu.
“Deteksi dini pembawa sifat talesemia ini cukup dilakukan sekali seumur hidup. Saat ini Kementerian Kesehatan telah memasukkan deteksi pembawa sifat talasemia pada keluarga sekandung penyandang talasemia, secara data bahwa, pembawa sifat pada keluarga sekandung penyandang ini adalah sekitar 50 persen,” kata Eva dalam diskusi secara daring, Selasa (7/5/2024).
Jika bisa mengidentifikasi dan mengedukasi para pembawa sifat talasemia agar tidak menikah dengan sesama pembawa sifat, maka hal itu setidaknya dapat mencegah kelahiran bayi talasemia mayor, pada kemungkinan pernikahan 50 persen pembawa sifat ini.
Belum lama ini, tindakan pengidentifikasian telah dilakukan Kemenkes RI tepatnya pada tahun 2023 lalu, di mana mereka melakukan uji coba pelaksanaan screening pembawa sifat talasemia pada anak sekolah di 21 sekolah di DKI Jakarta.
Dan ditemukan sekitar 5,6 persen anak sekolah yang di screening tersebut merupakan pembawa sifat talasemia.
Untuk diketahui saja, berdasarkan data dari Yayasan Thalassemia Indonesia, pada 2012 ada sebanyak 4.896 kasus dan hingga Juni 2023 meningkat hampir tiga kali lipat menjadi sekitar 12 ribu kasus.
Sementara daei sisi pembiayaan, menurut data BPJS Kesehatan 2020 beban pembiayaan kesehatan sejak tahun 2014 sampai tahun 2020 terus meningkat.
Talasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke yaitu 2,78 triliun tahun 2020.
