Kanal

Darurat Perundungan di Sekolah: 136 Kasus, 19 Meninggal


Fenomena bullying atau perundungan di sekolah Indonesia tahun ini bukan hanya jadi statistik dingin; ini adalah kenyataan pahit yang dihadapi generasi muda Tanah Air. Kasus perundungan di lingkup pendidikan terus meningkat, seperti halnya kasus kekerasan seksual yang kini mudah ditemui viral di media sosial. Untuk itu, tim pencegahan dan penanganan kekerasan di setiap satuan pendidikan harus segera dibentuk, termasuk juga memperkuat pendidikan kepengasuhan atau parenting.

Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, kepada inilah.com menggali lebih dalam tentang situasi perundungan di sekolah Indonesia, khususnya pada tahun 2023.

Iman mengutip data Rapor Pendidikan dari Kemdikbudristek yang dirilis pada September 2023, “Indikator iklim keamanan sekolah menunjukkan penurunan, khususnya di jenjang SMP dan SMA. Hal ini mencerminkan urgensi untuk mengatasi perundungan di lingkungan pendidikan kita,” jelasnya.

Penelitian Nurani di Lampung (2018) dan Sabarudin di Makassar (2019) yang dikutip oleh Iman menunjukkan bahwa kekerasan di sekolah sering kali tidak ditangani secara efektif karena minimnya pengetahuan warga sekolah.

“Minimnya pemahaman tentang kekerasan di sekolah menjadi hambatan utama dalam penanganan kasus perundungan,” ujar Iman yang juga guru SMA.

post-cover

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebenarnya sudah memiliki Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 sebagai payung hukum pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan. Namun, dalam kenyataannya, aturan ini hanya menjadi ”macan kertas”.

Iman mengkritik implementasi Permendikbud 46/2023, mengklaim bahwa tanpa pengawasan yang efektif, kebijakan ini tidak akan membawa perubahan signifikan.

Perundungan dalam Era Digital

Menyoroti tren perundungan yang semakin kompleks, Iman menjelaskan, “Era media sosial dan akses internet yang luas telah mengubah wajah perundungan. Kini, perundungan digital menjadi sebuah realitas yang perlu diperhatikan serius,” ungkapnya.

“Dampak perundungan terhadap kesehatan mental dan fisik siswa tidak bisa dianggap enteng. Kasus di Bekasi dan Sukabumi, misalnya, menunjukkan betapa seriusnya konsekuensi dari perundungan,” kata Iman, menegaskan perlunya tindakan konkrit.

P2G, menurut Iman, telah aktif melakukan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan di sekolah.

 “Kami berupaya mengedukasi para guru tentang realitas dan dampak perundungan, namun tantangan masih terletak pada kurangnya pemahaman yang mendalam di kalangan pendidik,” ujar Iman.

Hal ini sejalan dengan data dari  Yayasan Cahaya Guru yang mengungkapkan jumlah kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang 2023 menelan 19 korban jiwa. Jenis kasusnya beragam, tetapi kasus perundungan dan kekerasan seksual menjadi yang terbanyak meski pemerintah sudah membuat peraturan antikekerasan di satuan pendidikan.

post-cover
Pelaku bully SMP Cilacap (IG/ahmadsahroni88)

Sedikitnya ada 136 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan data dari  yang terekam pemberitaan media massa dengan total 134 pelaku dan 339 korban yang 19 orang di antaranya meninggal dunia. Data ini dihimpun Yayasan Cahaya Guru pada 1 Januari-10 Desember 2023 melalui pemantauan pemberitaan media massa tersertifikasi Dewan Pers.

Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru Muhammad Mukhlisi mengatakan, setelah menganalisis temuannya, tim peneliti menyimpulkan, dalam sepekan terjadi 2-3 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. Hal ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan bahwa kondisi sekarang sedang tidak baik-baik saja.

”Ini sangat mengkhawatirkan karena kejadian-kejadian ini mengerikan, sampai 19 orang meninggal. Hak pendidikan yang aman bagi semua menjadi terganggu,” kata Mukhlisi dalam diskusi Memperteguh Pendidikan Keragaman dan Demokrasi di Tahun Politik, baru baru ini.

Kolaborasi untuk Solusi

Di sisi lain menanggapi pertanyaan tentang kerjasama dengan pemerintah dan sekolah, Iman menyatakan, “P2G terus berupaya memberikan masukan dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mencari solusi atas masalah perundungan di sekolah,” kata Iman.

Iman menekankan pentingnya pengetahuan bagi guru dan orang tua dalam mengidentifikasi dan menangani perundungan. “Pengetahuan adalah kunci utama dalam pencegahan dan penanganan perundungan,” kata Iman.

Visi P2G, seperti yang diungkapkan oleh Iman, adalah “menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi semua, di mana setiap individu merasa dilindungi dari kekerasan.”

“Mari kita bersatu untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman bagi generasi penerus bangsa kita.”

Pencegahan perundungan

Secara terpisah, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek bekerja sama dengan Unicef serta berkolaborasi dengan direktorat SMP, SMA, SMK, dan dinas pendidikan melaksanakan program pencegahan perundungan berbasis sekolah atau dikenal dengan Roots. Program Roots dilaksanakan rutin dalam dua tahun terakhir.

post-cover

Kepala Puspeka Kemendikbudristek Rusprita Putri Utami menjelaskan, program RootsAnti-Perundungan Kemendikbudristek bertujuan untuk memberdayakan peran siswa di sekolah sebagai agen perubahan untuk menyebarluaskan pesan dan perilaku baik di lingkungan sekolah, khususnya kepada teman sebaya.

”Melalui program Roots, Kemendikbudristek terus mendorong lahirnya siswa agen perubahan. Harapannya, setelah mendapatkan materi dari modul pembelajaran saat Roots, mereka akan mampu menjadi penggerak upaya-upaya pencegahan terjadinya perundungan atau kekerasan di sekolah,” ujar Rusprita.

Siswa agen perubahan adalah 30 siswa paling berpengaruh di sekolahnya yang dipilih oleh siswa-siswi lain berdasarkan teori jejaring sosial. Berdasarkan data hasil pemantauan program Roots tahun 2021, telah terbentuk 43.442 agen perubahan.

Sebagai wujud aksi nyata dalam mencegah terjadinya perundungan di sekolah, agen perubahan mengadakan Hari Deklarasi Anti-Perundungan (Roots Day). Roots Day dipimpin oleh agen perubahan dengan melibatkan semua elemen sekolah, termasuk siswa, guru, tenaga kependidikan, orang tua, penjaga sekolah, dan lain-lain.

Back to top button