Kanal

Dana Politik: Dari Jual Tanah, Goreng Saham hingga Bisnis Gelap Narkoba

Dana politik masuk dari mana-mana. Dari yang sekadar menjual tanah miliknya untuk biaya pencalegan, menggoreng saham di pasar modal, pencucian uang hingga bisnis gelap narkoba. Ini semakin memperkuat anggapan bahwa politik seringkali mengabaikan moral dan etika.

Persoalan dana politik ini kembali menghangat menjelang pemilihan umum legislatif dan presiden pada 2024. Beberapa pihak yang memiliki hasrat politik sudah ancang-ancang menyiapkan pundi-pundi rupiah untuk aktivitas kampanye dan menjelang pemilihan. Dananya pun tidak sedikit. Dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. Tak heran banyak cara dilakukan dari yang halal hingga yang haram!

Kursi empuk menjadi politisi, entah itu di kelas terendah di tingkat kabupaten atau kota, kepala daerah hingga kelas DPR RI menjadi impian sekaligus ambisi banyak orang. Untuk mencapainya, apapun dilakukan terutama untuk mempersiapkan dana politik yang tentu saja tidak sedikit.

Sebut saja Yanto, 56, warga Depok yang sempat menjadi caleg dari sebuah partai untuk kursi DPRD Kota Depok pada 2014 silam. Demi memenuhi keinginannya menjadi anggota legislatif di pinggiran Ibu Kota Jakarta, ia habis-habisan mengeluarkan harta benda miliknya. Tabungan hingga tanah dan rumah luas miliknya ia relakan untuk biaya politiknya.

“Saya ikhlas saja, karena ini juga salah satu cara perjuangan saya untuk rakyat Depok. Kalaupun ternyata saya gak terpilih ya mau gimana lagi, semuanya kan sudah ada ketentuan dari yang di Atas,” kata Yanto dalam sebuah perbincangan di sebuah kafe.

Tak terasa ia mengaku sudah mengeluarkan dana hampir satu miliar rupiah namun ternyata perolehan suaranya tak mencukupi untuk satu kursi caleg. Ia pun terpaksa pindah ke perumahan dengan rumah berukuran lebih kecil untuk ditinggali bersama keluarganya. Kapok? Ternyata tidak, hasrat politiknya masih menyala-nyala, hanya saja kemampuan finansialnya telah meredupkan hasrat itu.

Yanto adalah gambaran bagaimana orang mengorbankan apapun demi nafsu politik. Masih banyak caleg gagal lain yang bernasib serupa dengan Yanto, meskipun ada yang juga berhasil. Tak hanya hartanya ludes, tapi juga harus menanggung utang yang besar setelah pemilihan. Bahkan ada beberapa yang tidak tahan kemudian menjadi gila atau memilih bunuh diri.

Ada pula para politisi ini bermain proyek-proyek yang didanai pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Yang paling menguntungkan adalah proyek infrastruktur dengan anggaran cukup besar. Biasanya mereka berdalih aksinya itu untuk mengawal sebuah proyek dengan imbalan komisi tentunya. Tak tanggung mereka terkadang meminta komisi dibayar di depan dengan persentase beragam hingga 10 persen.

Fenomena para politisi bermain proyek-proyek ini sudah biasa terjadi, dari mulai di tingkat kabupaten hingga tingkat pusat di kementerian. Nilai proyeknya beragam dari puluhan juta hingga puluhan bahkan ratusan miliar rupiah. Sudah banyak tersangka korupsi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan main-main proyek seperti ini.

Menggandakan uang di pasar saham

Untuk sekelas Yanto mungkin dana yang dibutuhkan relatif tidak terlalu besar. Para calon legislatif untuk tingkat DPRD tingkat I atau provinsi, DPR di tingkat pusat tentu akan butuh dana lebih besar. Tak cukup lagi dengan hanya menjual tanah atau rumah miliknya.

Bagi yang memiliki lebih banyak modal, ada yang memilih bermain di pasar saham. Mereka masuk ke pasar modal kemudian setelah menangguk untung besar, keluar dari pasar. Fenomena ini biasa terjadi menjelang tahun politik. Misalnya saat ini terlihat aktivitas penarikan dana jumbo untuk keluar dari pasar setelah mengantungi keuntungan. Tak heran sampai awal Mei, imbal hasil Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat minus 2% dari awal tahun.

Aksi jual yang mengakibatkan tiga penurunan tajam IHSG itu terjadi pada Januari sebesar lebih dari 4 persen dalam sepekan perdagangan, lebih dari 5 persen pada pertengahan Februari hingga pertengahan Maret dan terakhir sejak 27 April hingga awal Mei sebanyak 3,4 persen.

Mengutip CNBC, sejumlah sumber primer dari riset lapangan CNBC Indonesia Research menyebut ada faktor ‘duit panas’ politisi yang turut menjadi pemberat di balik keluarnya Rp550 triliun uang dari pasar saham pada tiga periode bearish itu. Ini relevan dengan besaran jumlah ongkos politik dalam pemilu. “Biasanya mereka sudah masuk dua atau satu setengah tahun menjelang Pemilu,” ungkap sumber CNBC.

Untuk membiayai ongkos politik, banyak di antara politisi menggunakan instrumen investasi saham untuk melipatgandakan modal. Bisa berupa individu atau konsorsium. Mereka masuk ketika penawaran saham perdana (IPO) bisa sebagai standby buyer (pembeli siaga) atau beli saham di pasar. “Nanti, sahamnya digoreng, digocek-gocek dikit kalau dah naik harganya di jual,” ungkap Bedul, salah seorang sumber, masih mengutip CNBC.

Goreng saham adalah istilah slang umum di pasar modal untuk praktik rekayasa atau manipulasi harga saham. Caranya dengan mekanisme cornering, yaitu konsorsium dengan modal besar memborong mayoritas saham sebuah emiten (baik IPO atau di pasar sekunder, biasanya hingga menguasai 70 persen saham beredar) untuk kemudian memainkan peran sebagai beli dan jual sendiri agar harga naik.

Pekerjaan ini bisa melibatkan beberapa pialang saham atau perseorangan. Seorang pialang saham yang mengetahui praktik ini menyebut, keuntungan dari goreng menggoreng saham ini umumnya mencapai 100 persen. Kalau modalnya Rp50 miliar, nanti bisa balik Rp100 miliar, masih mengutip CNBC.

Skenario menggoreng saham itu bisa melibatkan akun rekening saham di lebih dari 30 sekuritas (perusahaan tempat jual dan beli saham) yang berbeda tapi terhubung dan dimiliki oleh orang atau pihak yang sama. Hal ini agar transaksi jual-beli dengan posisi beli lebih banyak sehingga harga naik terkesan wajar dan tidak terdeteksi oleh regulator seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hanya saja, tak semua dana yang diinvestasikan politisi di pasar modal adalah uang haram, apalagi saat ini banyak politisi yang awalnya merupakan pengusaha. Namun, cara yang mereka pakai dengan menggoreng saham adalah tindakan ilegal berdasarkan peraturan pasar modal. Aksi ini juga akan membuat kesengsaraan investor pasar modal ritel atau individu.

Selain pasar uang, juga terjadi tren pencucian uang dengan tidak lagi menggunakan instrumen tradisional seperti saham dan forex namun beralih ke pasar kripto yang lebih aman. Misalnya lewat bitcoin, yakni uang elektronik yang bersifat digital. Penggunaannya tanpa perlu otorisasi bank sentral di setiap negara dan dapat menjadi alat transaksi lintas negara, serta dapat ditukar dan ditransfer ke dalam mata uang resmi lokal.

Aliran dana dari narkoba

Yang paling miris adalah aliran dana narkoba yang digunakan dalam kostestasi politik di 2024. Bareskrim Polri menemukan indikasi aliran dana narkoba yang diduga digunakan dalam kontestasi politik pada Pemilu 2024.

Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Jayadi mengatakan temuan itu terungkap buntut penangkapan yang sebelumnya dilakukan terhadap sejumlah anggota legislatif di beberapa daerah. “Dari hasil penangkapan yang dilakukan jajaran terhadap anggota legislatif di beberapa daerah, diduga akan terjadi penggunaan dana dari peredaran gelap narkotika untuk kontestasi elektoral 2024,” jelasnya, Rabu (24/5/2023).

Hanya saja Kombes Jayadi tidak merinci siapa saja anggota legislatif yang terlibat pada bisnis haram ini. Jayadi hanya mengatakan saat ini jajaran Direktorat Tindak Pidana Narkoba masih terus melakukan pendalaman. Bareskrim Polri telah mewanti-wanti seluruh jajaran di wilayah untuk mengantisipasi adanya aliran dana narkoba untuk kontestasi pemilu 2024.

Sebelumnya sejumlah politisi di daerah ditangkap buntut keterlibatannya terkait kasus barang haram narkotika dalam beberapa bulan terakhir. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus anggota DPRD Tanjung Balai Mukmin Mulyadi ditangkap Polda Sumut karena diduga terlibat kasus narkoba dalam penjualan 2.000 butir pil ekstasi. Terbaru, mantan Ketua DPRD Kota Gorontalo berinisial RT ditangkap dan tahan pihak kepolisian dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkoba bersama dua orang rekannya.

Dana politik dari pasar gelap narkoba ini memang yang paling mengerikan. Mereka yang terlibat tidak hanya melangkah dengan mengotori niatnya berpolitik dan berkuasa dengan cara yang salah tetapi juga sekaligus meracuni anak-anak bangsa dengan barang haram. Padahal selama ini pemerintah gencar memberantas peredaran narkoba di Tanah Air demi masa depan bangsa yang lebih baik.

Masih banyak modus para politisi ini mencari dana demi ambisi dan memuaskan hasrat berkuasa kalau perlu melakukan cara-cara melanggar hukum. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi mencurigakan selama 2022 sebanyak 1.215 laporan dengan nilai Rp 183,8 triliun. Sebagian dana diketahui adalah hasil pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dan narkotika, atau masuk kategori illegal economy.

Ada istilah di dunia kesehatan yang menyebutkan ‘Anda adalah Apa yang Anda Makan’. Artinya apa yang orang masukkan ke dalam tubuh sangatlah mempengaruhi kesehatan dan kehidupannya. Melihat fenomena dana haram para politisi ini, berarti mereka yang melakukan aktivitas politik dengan dana berasal dari yang haram tentu akan berpengaruh pada kehidupan politiknya.

Produk-produk politiknya tidak akan jauh dari apa yang ia konsumsi atau asal dana yang ia gunakan untuk berpolitik. Termasuk dalam menghasilkan produk politik salah satunya perundang-undangan yang tidak akan berpihak pada hati nurani, moral dan etika ataupun kepentingan rakyat. Karena semuanya berawal dari barang haram.

Back to top button