Market

CERI: Korupsi Tambang Nikel Antam, Masih Banyak yang Belum Ditangkap

Terkait penangangan dugaan korupsi tambang nikel PT Antam (Persero) Tbk di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), dinilai belum tuntas. Masih ada pihak-pihak terkait yang bebas berkeliaran.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Recources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengatakan, masih banyak pejabat level pusat dan daerah yang diduga terluibat, namun tak tersentuh.

“Dalam praktik tambang ilegal, khususnya yang besar-besar, lazimnya produk kongkalikong antara penambang ilegal dengan oknum Dinas ESDM setempat dan oknum di Direktorat Minerba Kementerian ESDM, dan Inspektur Tambang serta oknum aparat penegak hukum setempat hingga pusat,” kata Yusri di Jakarta, Jumat (1/9/2023).

Yusri benar. Dalam kasus dugaan korupsi tambang nikel Blok Mandiodo milik Antam itu, kata Yusri, memang sudah banyak yang ditetapkan sabagai tersangka.

Mulai dari pengusaha nikel Windu Aji Sutanto, eks relawan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019, Direktur PT Kobaena Komit Pratama (KKP) Andri Andriansyah, hingga eks Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin sudah ditetapkan tersangka.

“Menurut cerita penambang koridor, yang enggak kebagian hanya Pramuka. Itu joke mereka. Karena, kegiatan Pramuka hanya seminggu sekali. Jadi memang banyak yang terlibat dalam kegiatam tambang ilegal itu,” paparnya.

Sementara itu, eks anggota DPR asal PAN, Arbab Paproeka komisaris PT Kabaena Kromit Prathama (KKP) yang juga isteri Ketua DPD Partai Gerindra Sultra berinisial AAA itu, seharusnya diperiksa.

“Tolong beri tahu Pak Kajati, kami rakyat sultra penasaran dan ingin tahu. Dari mana duit ketua partai yang isterinya menjadi komisaris di PT KKP,” kata Arbab.

Selain itu, dia juga menyebut adanya ‘orang besar’ di Dinas ESDM Sultra yang punya kekuasaan berlimpah. “Masak di kantor ESDM Sultra tidak tahu adanya praktik dokumen terbang (dokter). Praktik ini jelas merugikan negara dalam jumlah besar. Masak Kejati Sultra hanya sita Rp78 miliar saja. Feeling saya, masih banyak yang belum tersentuh. Kalau kena semua, pasti lebih dari itu,” kata Arbab.

Terkait kasus yang merugikan negara hingga Rp5,7 triliun ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana menjelaskan duduk perkara keterlibatan Windu Aji Sutanto (WAS) yang bekas relawan Jokowi itu.

Windu yang dikenal sebagai pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM), menjalin kerja sama operasional (KSO) dengan Antam dan perusahaan daerah di Sultra.

“Modus operandi WAS yaitu menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) milik PT Kabaena Kromit Pratama (KKP), dan beberapa perusahaan di sekitar Blok Mandiodo. Seolah-olah, nikel tersebut bukan berasal dari konsesi Antam, lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali,” ucap Ketut.

Ketut mengatakan, perbuatan ini terus dilakukan karena ada pembiaran dari pihak Antam. Padahal, berdasarkan perjanjian KSO, disebutkan semua ore nikel hasil tambang di wilayah IUP PT Antam harus diserahkan kepada PT Antam.

“Sementara itu, PT Lawu Agung Mining hanya mendapat upah selaku kontraktor pertambangan. Namun, pada kenyataannya, PT Lawu Agung Mining mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk melakukan penambangan ore nikel dan menjual hasil tambang menggunakan rencana kerja anggaran biaya asli tapi palsu,” kata Ketut.

Back to top button