Market

Buntut Jaminan Utang Kereta Cepat, Sri Mulyani Dituding Gadaikan APBN ke China

Buntut Jaminan Utang Kereta Cepat, Sri Mulyani Dituding Gadaikan APBN ke China

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menikmati Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). (Foto: Antara).

Saat ini, warga Jabodetabek sedang dihibur dengan kehadiran Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang kecepatannya bisa 350 kilometer per jam. Perjalanan Jakarta-Bandung bisa kilat, tak sampai setengah jam. Tapi di baliknya, kereta ini, punya sejarah kelam. Lantaran biayanya selalu bengkak. Dan dibiayai duit utangan.  

Dari pembengkakan biaya proyek Kereta Jakarta Bandung (KCJB) sebesar US$1,2 miliar, pemerintah Indonesia harus menanggung US$560 juta, setara Rp8,4 miliar, adalah utangan dari China yang dijamin pemerintah.

Muncul isu yang menyebut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, menggadaikan APBN ke China. Melalui terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang ata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

“Ya sama saja dengan Menkeu gadaikan APBN agar pemerintah diberi utang oleh Bank Pembangunan China. Untuk bayar cost overrun kereta cepat senilai 1,2 miliar dolar AS itu. Saya kira, masyarakat sudah cerdas membacanya,” kata Gede Sandra, ekonom dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat. 

Sejatinya, beleid yang diteken Sri Mulyani ini, mengikuti keinginan China bahwa pemerintah Indonesia harus menanggung renteng terjadinya pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). China meminta pemerintah menggelontorkan duit APBN untuk menalangi cost overrun itu. Selanjutnya, disepakati bagian Indonesia adalah US$560 juta.

Memang betul, duit APBN tidak keluar untuk membayar pembengkakan itu. Biayanya diambilkan dari utangan Bank Pembangunan China atau China Development Bank (CDB). Setelah negosiasi, bunganya turun tipis dari 4 persen ke 3,4 persen, tenornya 30 tahun. Artinya sama saja, APBN digadaikan.

Lempar Bola Panas ke BPK dan BPKP

Terkait alasan penjaminan utang proyek KCJB senilai US$560 juta, Sri Mulyani seakan melempar bola panas ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Karena, kedua auditor pelat merah itu, sudah mengaduit cost overrun KCJB. Rekomendasi keduanya adalah pemerintah perlu membantu penyelesaian masalah cost overrun.

Akibat pembengkakan biaya, KCIC harus mengajukan utang baru ke CDB. Di sisi lain, Beijing juga meminta kepastian dan jaminan pembayaran utang pokok plus bunga yang diajukan. 

“Cost overrun sudah diaudit BPKP dan BPK. Dan sudah ada rekoemnadsinya. Agar cost overrun ditangani,” kata Sri Mulyani dikutip Rabu (20/9/2023).

Alasan lain, lanjut Sri Mulyani, pemerintah menjamin utang ke China untuk proyek kereta cepat buatan China itu, lantaran PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI), diproyeksikan sanggup membayar utang. Di mana, salah satu tambahan pendapatan KAI adalah menyediakan pengiriman logistik angkutan batu bara dari sesama BUMN di lintas Sumatera, PT Bukit Asam (Persero) Tbk.

“Kita waktu itu dalam komite yang terdiri dari menko, Pak Luhut, menteri perhubungan, menteri BUMN, menteri keuangan menetapkan bahwa PT KAI memiliki tambahan pendapatan,” ucap Sri Mulyani.

Biaya Kereta Cepat Selalu Bengkak

Cerita bengkaknya biaya pembangunan kereta cepat yang digarap China ini, terjadi berkali-kali. Mulai sejak proposal, China mengajukan pnawaran US$5,5 miliar, kemudian membengkak jadi US$5,8 miliar dan meningkat lagi US$6,07 miliar.

Setelah negosiasi panjang, pada awal 2023, pembengkakannya disepakati US$1,2 miliar. Sehingga, total pembiayaan Kereta Cepat menjadi US$7,27 miliar. dengan kurs Rp15.000/US$, setara dengan Rp109,05 triliun.

Pembiayaan bengkak biaya proyek kereta cepat akan ditutup dengan cara menyetor ekuitas tambahan dari konsorsium KCIC. Sisanya, biaya bengkak dipenuhi dari kredit yang didapat dari pihak China Development Bank (CDB), maka dari itu Indonesia harus menambah utang lagi ke China.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo pernah menghitung, tambahan utang yang dilakukan ke CDB jumlahnya mencapai US$550 juta, atau setara Rp8,5 triliun. Angka itu didapatkan dari porsi pinjaman sebesar 75 persen dari total pembengkakan biaya US$1,2 miliar.

Dari besaran 75 persen itu, sebesar 60 persen menjadi tanggungan Indonesia. Sisanya yang 40 persen di tangan China. Dari situ ketemu angka US$550 juta. “Porsi loan itu, sekitar 550 juta dolar AS. Peminjamannya, sedang kita ajukan ke CDB,” ungkap Tiko, sapaan akrabnya.

Nah, selain menambah utang Indonesia ke pihak CDB, pemenuhan biaya bengkak kereta cepat dilakukan dengan cara setor ekuitas ke KCIC. Nominalnya 25 persen dari US$1,2 miliar.

Pemerintah sudah menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp3,2 triliun ke PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI), untuk memenuhi porsi ekuitas konsorsium Indonesia di KCIC.

Dalam hal ini, KAI merupakan pemegang saham terbesar konsorsium Indonesia di KCIC, perusahaan kereta api itu bisa dibilang memimpin konsorsium Indonesia di KCIC.
 

Topik

Komentar

BERITA TERKAIT

Back to top button