Market

BPK Denda Freeport Rp7,5 Triliun, Pengamat UGM: Tahun 2018 Lebih Parah Lagi

Pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi mengaku tidak heran dengan hasil audit BPK tentang denda PT Freeport Indonesia (PTFI/Freeport) senilai US$501,94 juta. Atau setara Rp7,53 triliun dengan asumsi kurs Rp15.000/US$.

Denda yang harus dibayar perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu, karena terlambat membangun smelter Manyar di Kawasan Java Integrated Industrial Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur.

“Sebenarnya, bukan sekali ini saja. Pada 2018, lebih parah lagi. Saat itu, BPK merilis temuan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan. Semua karena tingkah polah Freeport,” ungkap Fahmy saat dihubungi, Jakarta, Kamis (7/12/2023).

Sekitar Maret 2018, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis temuan pelanggaran lingkungan oleh Freeport yang merugikan negara hingga Rp185 triliun.

Dalam pemeriksaan atas penerapan kontrak karya Freeport tahun anggaran 2013-2015, ditemukan dua poin pelanggaran lingkungan.

Pertama, Freeport menggunakan kawasan hutan lindung dalam operasionalnya, seluas 4.535 hektare tanpa izin pinjam pakai kawasan.

Kedua, BPK menemukan operasional Freeport telah merusak lingkungan dan perubahan ekosistem. Di mana, Freeport melakukan pembuangan limbah operasional penambangan (tailing) di sungai, hutan, muara dan telah mencapai kawasan laut. Hal itu telah melebihi area kolam penampungan limbah yang ditentukan (Modified Ajkwa Deposition Area/ModADA).

Menurut BPK, nilai ekosistem yang telah dikorbankan dari wilayah ModADA sebesar Rp10,7 triliun. Sedangkan wilayah muara senilai Rp8,2 triliun, dan wilayah laut senilai Rp166,09 triliun. Total jenderal Rp185 triliun.

“Namun, seingat saya, Freeport cuek saja. Celakanya lagi, hasil audit BPK yang jelas-jelas menyebut kerugiannya Rp185 triliun, pemerintah diam saja. Masalah itu hilang begitu saja,” kata Fahmy.

Masih kata Fahmy, pemerintahan Jokowi seharusnya segera menindaklanjuti temuan BPK yang menyebut adanya denda yang wajib dibayar Freeport senilai US$501,94 juta.

“Jangan bicara perpanjangan dulu, Freeport harus bayar denda itu. Sesuai temuan BPK. Kalau enggak ya buat apa ada audit BPK,” kata Fahmy.

Mengingatkan saja, denda yang dipatok BPK itu, berdasarkan perhitungan realisasi kemajuan fisik fasilitas pemurnian Freeport yang tidak sesuai dengan ketentuan. Di mana, kemajuan pembangunan smelter tembaga di Manyar, Gresik, Jawa Timur, tidak sesuai ekspektasi.

Keterlambatan pembangunan ini, menyebabkan PTFI mendapatkan relaksasi ekspor konsentrat tembaga hingga 2024, yang seharusnya disetop pada pertengahan 2023.

BPK menemukan, laporan hasil verifikasi kemajuan fisik selama 6 bulanan, sebelum adanya perubahan rencana pembangunan tidak menggunakan kurva ‘S’ awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik.

Back to top button