Hangout

Asal Usul Danau Toba: Cerita Legenda Rakyat Sumatera

Legenda asal usul Danau Toba menjadi cerita rakyat Sumatera yang sering dibacakan oleh orang tua kepada anak-anak.

Danau Toba yang berada di Provinsi Sumatera Utara adalah danau vulkanik terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara yang memiliki ukuran panjang 100 kilometer, lebar 30 kilometer, dan kedalaman 505 meter. Tidak hanya di Asia Tenggara saja, Danau Toba juga menjadi danau vulkanik terbesar ke-15 di dunia.

Tak sedikit wisatawan yang datang berkunjung ke tempat wisata ini untuk melihat dan menyaksikan keindahan panorama alam yang dimiliki Danau Toba.

Bagaimana tidak? Danau Toba yang terkenal ini dikelilingi pemandangan hutan pinus dan gunung berapi supervulkan yang bernama Gunung Toba. Berkat itu, Danau Toba memiliki pemandangan alam yang menakjubkan dan menenangkan mata wisatawan lokal maupun mancanegara.

Dibalik keindahannya tersebut, ternyata Danau Toba menyimpan banyak misteri yang masih belum terungkap hingga saat ini. Salah satunya adalah legenda asal usul Danau Toba yang dipercaya dulunya adalah sebuah desa yang tenggelam.

Sampai sekarang cerita rakyat asal Sumatera Utara ini masih menjadi legenda yang sangat menarik dibacakan oleh para orang tua untuk anak-anaknya. Terlepas dari kebenarannya, cerita asal usul Danau Toba mengajarkan anak untuk berbakti kepada orang tua dan tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang telah diamanahkan.

Lantas, seperti apa cerita asal usul Danau Toba yang berkembang di masyarakat? Berikut kisah lengkapnya.

Pulau Samosir di Danau Toba
Photo: Getty IMages

Alkisah pada zaman dahulu kala, ada seorang pemuda yatim piatu yang bernama Toba sedang memancing ikan di sungai yang letaknya tidak jauh dari gubuknya.

Hasil tangkapannya itu biasanya dijadikan sebagai lauk makanan atau dijual ke pasar untuk menambah penghasilan hidup.

Suatu ketika, Toba yang baru saja pulang dari ladang merasa lapar dan ingin mencari lauk untuk bisa disantap pada malam hari. Akhirnya Toba memutuskan untuk pergi memancing dengan harapan bisa membawa pulang ikan besar hasil tangkapannya.

Tak lama setelah melepas umpan ke sungai, Toba langsung mendapat tanda-tanda bahwa mata kail pancingnya dimakan oleh ikan. Melihat hal itu, Toba langsung menarik tali pancingnya dan melihat ada seekor ikan dengan ukuran besar yang tersangkut di kail pancingnya.

Ikan tangkapannya berukuran besar dengan sisi berwarna kuning keemasan yang tampak berkilau saat terkena sinar matahari.

Tak lama kemudian Toba melepas mata kail dari mulut ikan tersebut. Tiba-tiba sebuah keajaiban yang sama sekali tak pernah ia duga terjadi. Ikan tangkapannya berubah menjadi seorang perempuan cantik yang manis.

Toba yang terkejut dan bingung melihat kejadian ajaib itu hanya berdiri tak percaya dengan bola mata membulat serta melongo.

“Tuan” kata perempuan cantik jelmaan dari ikan kuning itu.

“Aku adalah makhluk kutukan Dewa. Aku dikutuk karena telah melanggar larangan besarnya. Aku dikutuk akan berubah bentuk dan menyerupai makhluk apa saja yang memegang atau menyentuhku. Karena tuan sudah memegangku, maka aku berubah menjadi manusia.”

Setelah mendengar pernyataannya, Toba langsung memperkenalkan diri. Begitu pula dengan perempuan jelmaan ikan itu. “Namaku Putri, Tuan”.

Toba yang terpesona dengan kecantikan Putri langsung jatuh cinta. Tak lama setelah itu, Toba melamar Putri untuk menjadi istrinya.

Putri mengiyakan permintaan tersebut, namun dia memberi syarat kepada Toba untuk tidak membocorkan rahasia bahwa dirinya adalah ikan. Toba yang sudah jatuh hati langsung menyanggupi permintaan itu.

Akhirnya mereka menikah dan memiliki seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir.

Samosir tumbuh menjadi anak yang sehat dan memiliki tubuh yang kuat. Sayang akibat terlalu dimanja oleh sang ibu, Samosir tumbuh menjadi anak yang pemalas dan tidak peduli dengan kesibukan ayahnya yang bekerja di ladang.

Tidak hanya malas, Samosir juga memiliki nafsu makan yang sangat besar. Bahkan dia bisa melahap semua lauk-pauk untuk satu hari dalam satu kali makan saja.

Mengetahui tingkah anaknya itu, Toba terpaksa untuk bekerja lebih giat supaya bisa menghidupi kebutuhan keluarga kecilnya.

Suatu ketika, Ibu meminta Samosir untuk mengantar bekal makan siang untuk ayahnya yang bekerja di ladang. Awalnya Samosir menolak karena ingin bermalas-malasan. Namun Putri berhasil meluluhkan hatinya sampai Samosir bersedia untuk mengantarkan bekal, meski dengan wajah cemberut.

Di tengah-tengah perjalanan ke Ladang, Samosir tiba-tiba merasa lapar. Alih-alih menahan rasa lapar itu, Samosir justru berhenti dan memakan bekal yang seharusnya diberikan untuk ayahnya.

Samosir tidak memakan habis bekal itu. Dia menyisakan sedikit makanan dan minuman untuk bisa disantap oleh sang ayah.

Dengan perasaan tidak bersalah, Samosir mulai melanjutkan perjalanannya untuk mengantar bekal itu.

Toba yang melihat sang anak mengantar bekal kepadanya langsung menyapanya dan membuka bekal makan siang yang sudah diantar. Melihat bekal makanan dan minuman yang tersisa sedikit, Toba tidak bisa menahan emosinya dan langsung menghardik anak semata wayangnya itu.

Samosir yang merasa tidak bersalah hanya berkata polos kepada sang ayah,

”Tadi di jalan aku tiba-tiba merasa sangat lapar, Ayah. Maka dari itu, jatah makanan dan minuman ayah itu sudah kumakan sebagian. Akan tetapi, tidak semua kuhabiskan, bukan? Masih ada sedikit makanan dan minuman untuk makan siang ayah.”

Mendengar pernyataan sang anak, emosi Toba semakin tinggi hingga dia mengucapkan umpatan yang menyakitkan hati sang anak, “Dasar kau, anak keturunan ikan!”

Samosir yang takut dan terkejut dengan umpatan ayahnya langsung bergegas pulang ke rumah sembari menangis. Sesampainya dirumah, dia langsung mengadu kepada ibunya dan menceritakan semua umpatan yang dikeluarkan oleh sang ayah.

Ibu Samosir merasa sedih mendengar cerita dari anaknya. Dia bahkan tidak percaya jika suami yang ia sayangi telah melanggar sumpah untuk tidak membocorkan rahasia besarnya.

Setelah itu, Putri dan Samosir saling berpegangan tangan. Dalam hitungan sekejap, mereka menghilang dan sebuah peristiwa pun terjadi.

Pada pijakan kaki Samosir dan Ibunya tiba-tiba menyembur air yang sangat deras dari dalam tanah.

Semburan air itu tidak berkurang, malah semakin besar. Dalam waktu yang cepat, permukaan tanah di daerah itu tergenang dan lembah tempat tinggal Toba berubah menjadi danau yang sangat luas.

Masyarakat lokal menamakan danau itu sebagai Danau Toba. Sedangkan pulau kecil yang berada di tengah-tengah Danau Toba dinamakan Pulau Samosir sebagai penanda bahwa itu di sanalah tempat Samosir dan ibunya berpijak untuk terakhir kalinya.

Back to top button