Ototekno

APJII dan ATSI Usulkan Regulasi Perlindungan Industri Telekomunikasi Lokal dari Invasi Starlink

Jakarta, Senin – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyerukan perlunya regulasi yang dapat melindungi industri telekomunikasi Indonesia dari potensi dampak negatif kedatangan penyedia layanan internet berbasis satelit seperti Starlink. Hal ini disampaikan dalam acara Selular Business Forum (SBF) yang berlangsung di Jakarta.

Ketua APJII, Muhamad Arif, menyatakan kekhawatiran bahwa tanpa regulasi yang tepat, kedatangan penyedia layanan internasional bisa membahayakan keberlangsungan bisnis telekomunikasi lokal yang telah beroperasi selama bertahun-tahun. 

“Kami berharap ada satu kebijakan yang dapat melindungi para pengusaha dalam negeri, jangan sampai ada suatu hal yang mematikan teman-teman lokal yang telah berbisnis selama bertahun-tahun,” ujar Arif.

Untuk itu, APJII dan ATSI mengajukan beberapa usulan regulasi, antara lain meminta agar penyedia layanan yang masuk harus bekerja sama dengan penyelenggara satelit lokal, memiliki izin Hak Labuh Satelit (Landing Right) dan izin jaringan tertutup (Jartup) untuk layanan backhaul, serta menggunakan Alokasi Penomoran IP Indonesia.

Selain itu, mereka juga menyarankan agar penyedia layanan membangun server dan Data Recovery Center (DRC) di Indonesia, mematuhi regulasi Lawful Interception lokal, serta membayar Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi (BHP Tel) dan universal service obligation (USO).

Sekretaris Jenderal ATSI, Marwan Basir, menambahkan bahwa regulasi tersebut penting untuk memastikan kondisi persaingan usaha yang sehat dan menghindari dominasi pasar oleh pihak yang lebih kuat. Menurutnya, tanpa regulasi yang sesuai, Starlink berpotensi mengancam bisnis telekomunikasi nasional, termasuk seluler, Jartup, dan penyelenggara satelit Geosynchronous Orbit (GSO).

Meskipun Starlink, milik Elon Musk, masih dalam tahap perizinan untuk membuka layanannya di Indonesia, mereka telah mengumumkan rencana untuk menyediakan layanan di Indonesia mulai tahun 2024. Starlink menggunakan konstelasi satelit bumi rendah atau low-earth orbit (LEO), yang menawarkan latensi rendah dan kecepatan koneksi internet yang lebih cepat dibandingkan dengan penyedia satelit tradisional.

Di tengah tantangan ini, Arif menekankan pentingnya mencari peluang dan adaptasi untuk tetap eksis dalam bisnis, meskipun dihadapkan pada kemajuan teknologi yang tidak bisa dibendung.

Back to top button