Hangout

Ancaman Hukuman Pelaku Kekerasan Terhadap Anak: 5 Tahun Penjara dan Denda Rp100 Juta

Penyanyi Sinead O’Connor meninggal dunia di usia 56 tahun, pada Rabu (27/7/2023). Pihak keluarga menyampaikan kabar duka ini, tanpa menjelaskan rinci penyebab kematian penyanyi asal Irlandia itu.

Namun, Sinead, pada 2020, melalui cuitan Twitter, sempat berkeluh kesah mengenai penyakit agoraphobia yang diidapnya. Agoraphobia adalah salah satu spektrum dari payung besar gangguan kecemasan.

Mungkin anda suka

Penyakit gangguan kecemasan yang dialami pelantun Nothing Compares 2 U ini, diduga kuat ada kaitan dengan masa kecilnya yang sering menjadi korban kekerasan dari ibunya.

Pelecehan fisik dan emosional  dari sang ibu, membuat Sinead yang kala itu masih berusia 13 tahun, nekat kabur dari rumahnya.

Dampak Kekerasan pada Anak

Kekerasan yang dialami Sinead semasa kecil terbawa hingga dewasa, cukup berdampak di masa depan. Rasa cemas berlebihan, sering tiba-tiba muncul dibarengi rasa takut berada di tempat keramaian.

Dikutip dari laman Halodoc, kekerasan pada anak, dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Mulai dari penelantaran atau pengabaian anak, kekerasan verbal, kekerasan psikologis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga eksploitasi dan penjualan anak.

Kekerasan pada anak, bisa terjadi di rumah, sekolah, maupun dalam komunitas masyarakat.

Kekerasan memberikan efek negatif pada anak, seperti:

1. Sulit mengendalikan emosi

Anak yang menjadi korban kekerasan, akan kesulitan mengelola emosinya dengan baik. Emosi muncul secara berlebihan, misalnya anak menjadi lebih mudah marah, sedih, atau sering merasa ketakutan.

Ketidakmampuan anak untuk mengendalikan emosi, bisa saja menetap hingga dewasa. Jelas akan memengaruhi perilaku serta aktivitas kesehariannya. Seperti sulit memaafkan kesalahan orang lain, dan tidak mampu bekerja secara efektif.

2. Mengalami penurunan fungsi otak

Anak yang menjadi korban kekerasan juga dapat mengalami penurunan fungsi otak. Kondisi ini, menyebabkan anak sulit fokus atau mempelajari hal-hal baru. Dalam jangka panjang, dapat menyebabkan prestasi akademik anak menurun.

Tak hanya itu, beberapa penelitian juga menunjukkan, pengalaman traumatis, termasuk kekerasan pada anak, dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia saat lanjut usia.

3. Sulit membangun hubungan dengan orang lain

Pengalaman seorang anak sebagai korban kekerasan dapat membuat ia tumbuh menjadi orang yang mudah merasa curiga dan sulit percaya pada orang lain. Akibatnya, ia sulit mempertahankan hubungan dengan orang di sekitarnya dan rentan mengalami kesepian.

Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa korban kekerasan anak memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kegagalan dalam membina hubungan asmara dan pernikahan saat sudah dewasa.

Bahkan, mereka juga mungkin mengalami fobia terhadap jenis kelamin tertentu, misalnya terhadap laki-laki (androphobia) bila ayahnya yang melakukan kekerasan.

4. Berisiko mengalami masalah kesehatan

Trauma akibat tindak kekerasan pada anak juga dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai macam masalah kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, seperti asma, diabetes, jantung koroner, stroke, serangan panik, dan depresi.

Korban kekerasan pada anak juga memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengonsumsi alkohol secara berlebihan, dan menggunakan narkoba untuk mengatasi trauma yang dirasakan.

Bahkan, keinginan untuk bunuh diri juga dapat muncul, apabila trauma karena tindak kekerasan pada anak, tidak kunjung teratasi. Selain itu, pria yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di masa kecilnya, lebih berisiko mengalami depresi setelah menjadi ayah.

5. Menjadi pelaku kekerasan pada anak

Orang tua yang pernah menjadi korban kekerasan selama masa kecil, dapat melakukan hal yang sama pada anaknya. Siklus ini dapat terus berlanjut bila korban kekerasan anak, tidak mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi trauma.

Pasal Terkait Tindak Kekerasan pada Anak

Wooden Brown Judge Gavel On The Table, Copy Space, Banner Background. - inilah.com
Ilustrasi pasal terkait tindak kekerasan terhadap anak (Foto: Istock)

Anak-anak sejatinya dilindungi Undang-undang Perlindungan Anak. Undang-Undang (UU) Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,  mengatur anak mendapatkan hak, perlindungan, dan keadilan atas apa yang menimpa mereka.

UU Perlindungan Anak ini juga memberikan ancaman hukuman bagi siapapun yang melakukan kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak. Tak tanggung-tanggung, ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Pasal 13 ayat 1 UU Perlindungan Anak berbunyi:

“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. Diskriminasi

  1. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
  2. Penelantaran
  3. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan
  4. Ketidakadilan
  5. Perlakuan salah lainnya

Menurut yurisprudensi, yang dimaksud dengan penganiayaan, yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka.  Contoh rasa sakit itu misalnya diakibatkan mencubit, menendang, memukul, menempeleng, dan sebagainya.

Ancaman Hukuman Pelaku Kekerasan Terhadap Anak

Pasal 76 C UU Perlindungan Anak berbunyi:

“Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”

Sementara sanksi dimuat dalam pasal 80 UU Perlindungan Anak:

(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

Back to top button