Kendari

Aliansi Mahasiswa Gema Pembebasan Sultra: Rencana Penghapusan BBM Subsidi Sudah Ada Sejak Orde Baru

KENDARI – Sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di depan Eks MTQ Kendari, Kamis (8/9/2022) Pukul 09.30 Wita sambil membawa spanduk menolak kenaikan BBM dan tolak liberalisasi migas.

Dari pantauan awak media aksi tersebut diawali dengan berjalan melalui perempatan Wua-Wua dan finish di Jalan Eks MTQ Kendari.

Humas Gema Pembebasan Sultra, Indar Aprianto menyampaikan aksi yang mereka bangun merupakan respon penolakan terhadap kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah sejak 3 September 2022 lalu. 

Baca juga: 16.258 Keluarga Penerima Manfaat di Kendari Terima Distribusi Bantuan Langsung Tunai Kompensasi BBM

Melalui Menteri ESDM menaikkan harga Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 Ribu per liter. Kemudian disusul dengan bahan bakar solar dari Rp5.1500, menjadi Rp6.800  per liter. 

Humas Gema Pembebasan Sultra, Indar Aprianto.

Sedangkan harga Pertamax dikerek menjadi Rp14.500, dari sebelumnya Rp12.500, dengan alasan pemerintah harga BBM subsidi tidak tepat sasaran dan membebani APBN. 

“Jadi aksi ini dibangun oleh gerakan mahasiswa pembebasan Sulawesi Tenggara, yang diikuti mahasiswa dari berbagai di Sulawesi Tenggara, ada IAIN, ada UHO, STMIK Bina Bangsa, dan sebagian Mahasiswa UMK dalam rangka untuk menolak kebijakan dzalim penguasa yang telah menaikkan harga bahan bakar minyak,” kata Indar, Kamis (8/9/2022).

Menurutnya alasan pemerintah menaikan BBM tidak masuk akal, sebab jika dicermati keluhan ini justru menjadi kontradiktif, disisi lain porsi penerimaan perpajakan justru naik menjadi 83 persen sementara porsi penerimaan bukan pajak justru turun menjadi 17 persen pada APBN 2023. 

Bukankah fakta ini menunjukkan justru APBN yang terlalu membebani rakyat, bukan sebaliknya.

“Jadi Tuntutan kami itu ada beberapa point, yang pertama, cabut kebijakan dzalim tersebut, kemudian yang kedua stop terlibat dengan pasar bebas, karena secara tidak langsung yang menekan produk bahan bakar minyak yaitu pasar bebas, kemudian yang ketiga kelola sendiri sumber daya alam  yang ada di Negara kita,”ujar Indar.

Baca juga: Pemkot Kendari Raih Peringkat Satu Kategori Pelayanan Publik Terbaik di Sultra

Indar menambahkan bahwa salah satu alasan kebijakan itu diterapkan sebenarnya karena pandangan neo-liberal pada pembentukan harga BBM. 

Amerika tidak rela jika Indonesia mandiri atas sektor energi khususnya pada BBM. Lewat International Monetary Fund (IMF) peta jalan kebijakan liberalisasi sudah diamanatkan sejak lama. 

Hal tersebut dapat dilihat pada butir ke 80 Indonesia Letter of Intent (LoI) 20 Januari 2000. Dugaan ini disebutkannya bukan tanpa alasan. Sebab sejak orde baru hingga pergantian rezim di orde reformasi. Upaya penghapusan BBM bersubsidi setahap demi setahap mulai diwujudkan.

“Sebenarnya jika pemerintah mau mengelola sendiri sumber daya alam, jangankan Rp5000 per liter, gratis pun bisa seperti itu, kemudian yang selanjutnya stop kapitalisasi sumber daya alam, artinya pemerintah ambil alih tata kelola sumber daya alam tersebut,” tegas Indar.

Back to top button